BAB 3

1.1K 76 1
                                    

Hai readersss... trimakasih atas voment yang diberikan untuk cerita baruku tini ^^ semoga kalian menikmati ya, plus terhibur. Hehehe

🌹🌹🌹

    Saat Althaf ke luar dari perpustakaan, ia melihat Jihan ke luar dari ruang pusat kesehatan yang letaknya tepat di sebelah kanan perustakaan. Ia tak begitu peduli. Tapi aneh saja anak seperti Jihan mengunjungi tempat itu kalau tak ada tujuan khusus. Diam-diam setelah Jihan menghilang, Althaf menuju ruang pusat kesehatan. Dibukanya pintu masuk pelan-pelan. Samar-samar ia mendengar suara wanita menangis. Ia mengintip di balik tirai berwarna biru tua. Seseorang tengah terbaring di sana. Wajahnya tidak terlalu kentara karena setengah wajahnya tertutup selimut. Namun sepertinya ia tau siapa wanita itu. Ada rasa ingin menghampiri dan bertanya apa yang terjadi. Tapi niat itu ia urungkan. Ia takut ada yang melihat dan tersebar fitnah ke mana-mana.

🌹🌹🌹

    Satu jam lagi Althaf ada kelas. Sembari menunggu, ia membaca buku yang baru saja ia pinjam di taman belakang kampus. Di sana banyak tumbuh pepohonan hijau. Udara terasa sejuk jika berada di sana. Ada satu tempat yang menjadi favorit Althaf. Kursi panjang berwarna putih yang berada di bawah pohon map.

"Kita belum selesai."

Baru saja Althaf duduk dan meletakkan buku di sampingnya, seseorang berkata padanya. Althaf menoleh. Jihan lagi. Batinnya.

Althaf bangkit. Ia menatap wajah Jihan lekat-lekat. "Saya nggak ada urusan sama kamu. Jadi tolong jangan cari gara-gara."

"Cih!" Jihan meludah tepat di depan Althaf. "Kenapa? Lo takut? Banci!"

Althaf sama sekali tak tersulut  dengan perkataan dan perbuatan Jihan kepadanya. Dari pada meladeni anak ini, Althaf memilih pergi.

"Kalau lo nggak mau hadapin gue, akan gue pastiin Maira kena bencana besar!" seru Jihan keras-keras.

Mau tak mau Althaf tak jadi pergi. Lalu ia meletakkan buku dan tasnya di kursi.

"Kalau itu mau kamu, cari tempat yang sepi. Saya nggak mau menambah reputasi buruk kamu di kampus," kata Althaf.

Jihan sedikit tersentak mendengar perkataan itu. Sialan! makinya dalam hati.

🌹🌹🌹

    Althaf, Jihan, dan beberapa teman Jihan sekarang menuju persawahan yang tak jauh dari kampus. Ada satu petak lahan sawah yang kosong dan tanahnya tidak keras maupun becek.

"Satu lawan satu. Kalau saya menang, kamu jauhi Maira. Kalau kamu memang, saya jadi budak kamu selama sebulan," kata Althaf.

Jihan menyetujuinya. Deal.

Perkelahian akan segera mulai.
Jihan maju menendang Althaf. Tapi Althaf berhasil menghindar. Lalu Jihan memberi beberapa pukulan bertubi-tubi yang juga berhasil dihindari Althaf.

Selama beberapa menit, Althaf tidak melakukan penyerangan. Dia fokus menghindari serangan Jihan. Baru ketika tenaga Jihan mulai terkuras, ia akan menghujani Jihan dengan serangan-serangannya.

"Sialan!!" maki Jihan ketika pukulan dan tendangannya lebih banyak meleset.

Emosi Jihan memuncak. Ia lebih gencar menyerang Althaf dengan tendangannya. Fokus utamanya pada bagian ulu hati. Selain untuk balas dendam, ia sangat yakin Althaf tak akan bisa bangkit.

Gagal dan gagal terus. Ia merubah strateginya. Ia akan melakukan beberapa pukulan ringan pada Althaf. Yah! Satu pukulan keras menghantam wajah Althaf. Hampir membuat Althaf terjengkang ke belakang.

Yaa, ZaujatiyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang