Bab 2

11 1 0
                                    

Aray merasa bosan di rumah baru itu. Sehari sejak kepindahannya di rumah barunya, Aray masih belum mengenal tentang lingkungan barunya itu. Saat ini ia sedang sendirian sementara ayahnya sedang ada urusan di luar. Aray memutuskan untuk mencari udara segar sekaligus melihat-lihat lingkungan barunya itu, meskipun waktu sudah petang.

Udara di sini sangatlah dingin. Berbeda dengan udara di lingkungannya yang lama. Yah, maklumlah di sini desa. Tentu berbeda dengan kota besar.

Saat ini Aray menggunakan celana panjang jeans gelap, T-shirt kasual yang terlihat sedikit gombrong di badannya, serta hoodie berwarna hitam dengan tudung yang sudah dikenakan di kepalanya, sehingga menutupi rambut hitam indah sebahunya yang sudah dikucir kuda. Ditambah dengan sepatu converse, lengkap sudah penampilan sporty-casualnya.

Sepanjang perjalanan, Aray tampak memikirkan sesuatu. Oh tidak... mengingat-ingat sesuatu lebih tepatnya. Aray merasa seperti ada sesuatu yang harus dia ingat tapi entah apalah itu. Ia tampak sudah berpikir keras namun masih juga belum tahu apa yang harus ia ingat.

"Aaarggh.... my goodness!" Aray mendesis. Ia tampak frustasi dengan sesuatu yang mengganggunya itu. "What's wrong with me?! I'm not have any idea about it. I think I'll gonna crazy because of this fucking pirilieus." Aray merogoh saku hoodie-nya dan di dalam dompetnya, ia hanya menemukan beberapa keping receh. Oh, shit! Di saat seperti ini, nasib seolah mempermainkannya. Saat ia sedang bad mood seperti ini, ingin rasanya ia membeli es krim cokelat favoritnya. Yeah, walaupun es krim di sini dan di kota jelas beda kualitas dan tampilannya tapi ya mau di kata apa lagi. Jangankan berpikir tentang es krim, uang tunai saja lupa dibawa. Kartu ATM? Oh, common! Ini bukanlah di kota... Jangankan untuk membayar dengan menggesek, untuk mengambil uang di mesin ATM saja mungkin harus menempuh perjalanan ke kota dulu. Kepingan uang receh mungkin hanya cukup untuk membeli sebungkus es teh di warung. Namun apa boleh buat untuk saat seperti ini? Sebungkus es teh pun sudah sangat berarti.

Digenggamnya kepingan uang receh itu. Aray berjalan mencari warung terdekat. Namun belum sampai ia menemukan warung, seseorang tak sengaja menabraknya dari arah belakang dan sekeping uang receh itu jatuh dan tepat masuk ke dalam sepatu seseorang yang menabraknya dari arah belakang itu. Langkahnya sangat cepat. Dilihat dari posturnya, jelas dia adalah seorang pria. Jangankan dari postur, dilihat dari fisiknya saja sudah jelas dia adalah pria tulen. Pria itu menyenggol lengan kanan Aray dan masih berjalan pergi begitu saja, tanpa menoleh dan mengatakan maaf.

Aray yang baru tersadar dari rasa shock-nya itu segera mengejar langkah pria itu sebelum orang itu pergi menjauh. Sungguh malangnya Aray. Untuk saat ini, bahkan sekeping uang 500an perak saja itu sudah sangat berarti baginya. Jika tidak, ia mungkin sudah bakal pingsan ketika harus berjalan lagi sampai ke rumah.

"Heii, youuu!!" Ahh, ini di desa... hampir saja Aray lupa. Ehm, tidak mungkinkan orang itu mengerti bahasa Inggris macam itu?! Bahkan untuk sekadar kata 'you' mungkin akan terdengar asing jika disebut di tempat macam ini.

"Heiii, kamuuu.... heeii!" Dengan bahasa ibu saja orang itu masih tidak mau menoleh. Padahal Aray sudah merasa mau mati kehabisan tenaga hanya untuk meneriakkan tiga kata itu. Langkah pria itu terlalu panjang lagi cepat. Aray merasa sudah lelah hanya untuk mengejarnya. Alhasil ketika jarak sudah hampir dekat, Aray langsung melemparkan kerikil yang baru dipungutnya ke arah pria itu. Yakk... tepat mengenai kepala pria itu. Sejenak pria itu berhenti di tempat.

"Yaakk, berhasil... akhirnya...." desis Aray lega sambil berlari mendekat ke arah pria tadi. Tepat ketika Aray sampai dan ingin menghadap ke pria itu, pria itu menoleh. Kini mereka tengah berhadap-hadapan. Saat itu juga Aray melihat sesuatu yang lain dari pria itu. Pria itu ternyata lebih muda dari yang dia kira. Mungkin seumuran dengannya. Manik matanya cokelat gelap, parasnya terlihat mempesona dan... ehm... tampan. Ohh tidak... setelah diamati, tampaknya dia tidak semuda itu. Tapi entahlah. Dia terlihat seumuran dengan Aray namun dia tampak berkarisma. Mungkin menyebutnya 'lelaki itu' akan lebih cocok ketimbang 'pria itu' yang terkesan sudah berumur. Auranya... ya auranya. Entah apakah itu? Aray tidak tahu.

"Gandes?!"

Panggilan itu membangunkan Aray ke alam sadarnya. "Apa yang kau katakan?"

Awalnya wajah lelaki itu tampak memikirkan sesuatu namun sejenak mimik mukanya kembali berubah. Dia kembali memasang wajah yang... sombong dan menyebalkan..., setidaknya menurut Aray.

"Aku mau mengambil koin yang ada di sepatu kirimu... ehm, maksudku tadi koinku terjatuh di sepatumu." Aray tampak berusaha menjelaskan meski terlihat ogah.

Lelaki itu menaikkan kaki kiri yang dimaksud dan tampak terlihat merasakan sesuatu di sepatu kirinya itu. Setelah dirasakan ada yang mengganjal di sepatu kirinya itu, dia melepas sepatu itu dan benar ada koin di dalamnya. Lelaki itu tampak tersenyum mengejek. Wajahnya seperti mengatakan seakan kau mengejar sesuatu yang dianggap remeh. Ya, mungkin aku terlihat pantas diremehkan namun pembelaanku untuk saat ini, bukankah sekoin uang receh tetaplah uang? Jadi, menurutku sah-sah saja jika aku mengejar mati-matian hanya untuk uang receh itu. Begitulah, pikir Aray.

Aray mengambil koin itu dan memasukkannya ke dompet. Ia segera pergi dari situ begitu menerima uang koin itu kembali. Entah mengapa Aray merasa tidak ingin berurusan terlalu banyak dengan sosok lelaki di depannya tadi. Akan tetapi...tampaknya nasib akan kembali mempertemukan mereka. Aray tak sadar bahwa ia telah menjatuhkan kartu identitasnya ketika ia menaruh kembali uangnya ke dalam dompet tadi. Lelaki itu tersenyum memandangi punggung yang menjauh itu.Ternyata namanya Giaraynesia Karsonagara.   

Hantu Labirin 6 KM (Labyrinth 6 KM's Spirits)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang