Kilau Permata

611 39 14
                                        

Aku Calvin. Aku bukan seorang DJ karena nama panjangku bukan Calvin Harris. Aku juga bukan sejenis kolor mahal karena nama lengkapku bukan Calvin Klein. Aku adalah penulis muda terkenal yang baru menerbitkan satu buku. Buku pertamaku laku keras bak kacang goreng. Sampai-sampai editor yang menangani bukuku diangkat menjadi pimred. Bukuku sudah tiga tahun menempati top seller di bukabuku.com. Semua novel yang ditulis Tere Liye belum ada yang bisa menggeser posisi pertama bukuku di seluruh toko buku Gramedia. Rating bukuku di Goodreads hampir mencapai 5 bintang (jika tidak ada satu kritikus buku pendengki yang memberikan rating 1 dan review menghujat).

Aku bingung untuk menggambarkan besarnya royalti yang kuterima. Pokoknya, hasil kerja Young Lex jualan daster selama 100 hari sama dengan hasil penjualan bukuku sehari. Gaji Laurentius Rando dari Youtube tidak ada 10% dari royaltiku satu semester. Singkat kata, masalah finansial bukanlah konflik ceritaku. Bahkan aku sudah punya rumah sendiri sebelum usia 20 tahun.

Kisah kelamku dimulai ketika ayah yang paling kusayang meninggalkanku untuk selama-lamanya. Ayah yang membuatku suka menulis karena aku selalu dibelikan buku-buku Lupus dan serial Lima Sekawan. Pernah sekali Ayah salah membelikanku buku Djenar Maesa Ayu. Tapi itu bukan bagian pentingnya. Walaupun setelah membaca buku Djenar Maesa Ayu, aku sering melamun sendirian. Tapi itu tidak penting.

Ayahku meninggal kena serangan jantung ketika melihat saldo rekeningku di mesin ATM.

Seminggu setelah ayahku dikebumikan, Laila, kekasihku, memutuskanku di inbox Facebook. Laila seperti tidak ingin aku bangkit dari keterpurukan. Aku tidak mengerti dengannya. Padahal aku menuliskan namanya di halaman persembahan di bukuku. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia sangat berarti bagiku. Jika begini jadinya, aku ingin menghapus namanya di edisi revisi pada cetakan selanjutnya. Aku akan mengganti namanya dengan Si Buluk, nama kucing peliharaanku.

"Kupersembahkan novel sederhana ini untuk Si Buluk. Berhenti menjilati belakang telingaku, kucing kampung penyakitan!"

Masalahku sekarang adalah writer's block. Mood menulisku tidak pernah sebaik ketika Laila masih bersamaku. Kehilangan sosok ayah jelas membuatku tak sempurna lagi. Di saat bersamaan, editorku menagih sinopsis untuk novel terbaruku. Problema ini menggiringku kepada guru spiritualku, Aa Dimas Gatot Pribadi. Beliau memberikanku wejangan.

"Tulislah apa yang kamu ingin tulis," cetus Aa Dimas ketika aku berkunjung ke padepokannya.

"Maksudnya, A?" Aku duduk bersila di hadapannya.

"Apa yang kamu rasakan sekarang, tulislah," saran Aa Dimas sembari menyerahkan buku tulis SIDU.

"Saya merasakan pantat saya sakit seperti ada yang mengganjal," keluh saya. "Itu perlu ditulis?"

"Pantas saja, pantat kamu sakit. Kamu menduduki uang saya!" hardik Aa Dimas sambil menarik segepok uang pecahan seratus ribu yang tak sengaja aku duduki.

"Ya maaf!" sesalku. Maklum, uang Aa Dimas berceceran dimana-mana.

"Pulang dari sini, saya mau kamu menulis cerita yang benar-benar kamu ingin tulis. Jangan pedulikan jelek atau nggak. Pokoknya saya mau baca tulisan kamu," pungkas Aa Dimas.

Sepulang dari padepokan Aa Dimas, aku memilih tidur. Di alam mimpi, aku bertemu dengan seorang gadis. Gadis yang benar-benar aku idamkan selama ini. Gadis ini memiliki rambut sebahu berwarna cokelat dengan poni lucu. Kulit wajahnya kuning langsat dengan pipi kemerahan karena jerawat. Senyumnya membuatku damai. Suara tawanya renyah seperti kerupuk jengkol dikunyah cepat-cepat. Fix, aku jatuh cinta dengan gadis ini.

Ketika terbangun, aku langsung menghadap mesin tik tua kesayanganku. Dengan mesin tik inilah aku menyelesaikan novel pertamaku. Dan mulai hari ini aku akan menulis novel keduaku. Novel kedua ini akan menceritakan tentang gadis idaman yang kutemui di mimpi.

Parodi FilmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang