BAB 5 - Marah

13.4K 1K 101
                                    

“Di mana Gilang?”

Saat siswa 11 IPS 5 menghambur keluar, Galang langsung menghadang langkah Ryan, Radit, dan Zio lalu menodong mereka dengan pertanyaan tersebut. Radit melempar pandang kepada Zio yang tengah menyampirkan tali tasnya di kedua bahu. Mereka tampak heran karena ini kali pertama Galang menanyakan posisi Gilang secara langsung.

“Ngapain dicari?” Suara dingin itu meluncur dari bibir Ryan, netra hitam legam itu bahkan menyorot Galang tak ramah.

“Gue saudaranya—”

“Justru karena lo saudaranya harusnya lo lebih tahu,” sela Ryan cepat.

Galang menatap Ryan lama, bahkan langkah-langkah menggema di sekitar mereka sudah mulai hilang. Galang pernah bersyukur karena Gilang mempunyai teman-teman yang selalu berada di sampingnya, tapi melihat betapa angkuhnya Ryan sekarang membuat respect lelaki itu menghilang.

“Gue nggak mau berdebat. Sekarang kasih tahu gue di mana Gilang sama Dara?”

Ryan terkekeh meremehkan. “Lo nggak malu nanya keberadaan adik lo sendiri ke orang lain?”

Galang masih mencoba untuk menahan diri. Ia berusaha keras menahan bara api yang mulai disulut Ryan di sana. Lelaki itu mengepalkan tangan sebelum menghela napas pelan. “Jangan buat semua makin runyam, dengan lo menyembunyikan Gilang kayak gini cuma akan buat dia berada dalam masalah. Sekarang kasih tahu gue di mana Gilang, gue akan jemput dia.”

Ryan maju hendak menarik kerah seragam Galang. Tanpa perlu Gilang bercerita, ia tahu bagaimana lelaki itu diperlakukan di rumahnya. Dan satu-satunya sumber masalah Gilang adalah lelaki yang berada di hadapannya ini, jika Galang sudah berada di dekat Gilang, maka bukan tak mungkin ia akan mendapat masalah. Contoh kecilnya seperti saat Galang tertangkap Satpol PP, maka dari itu Ryan tidak ingin melihat sahabatnya terus disudutkan oleh orang-orang yang selama ini ia sebut keluarga.

Namun, niat Ryan saat itu untuk memberi pelajaran kepada Galang dihentikan oleh Radit. Dadanya ditahan dan kini lelaki itu yang maju dan berdiri tepat di depan Galang dengan tarikan senyum yang dipaksakan. “Lo nggak usah khawatir, selama Gilang sama kita, dia akan baik-baik saja. Sekarang lo lebih baik pulang.”

Galang mengepalkan tangannya semakin kuat, rahang lelaki itu bahkan mengeras. Kalimat Radit seolah menegaskan bahwa keberadaannya hanya akan membuat Gilang terluka. “Terserah kalian mau beranggapan kayak apa, tapi gue kakaknya, gue berhak tahu di mana adik gue sekarang.”

Zio yang dari tadi hanya diam dan menyaksikan perdebatan itu kini mulai maju dan menengahi. “Udah, deh, jangan debat di sini. Apa salahnya kita kasih tahu Galang?”

“Enggak.” Ryan paling lantang membantah. “Saat Gilang udah lari ke kita, itu artinya orang-orang yang disebutnya keluarga telah melukainya. Dan gu—” Kalimat lelaki itu terpotong oleh umpatan yang tiba-tiba meluncur dari bibir Radit.

“Kenapa?” Zio melirik ponsel yang dipegang lelaki itu.

“Gilang hilang.” Radit baru saja mendapat pesan dari Dara. Gilang memang sering datang dan pergi sesukanya, itu sudah hal biasa, tapi sekarang lelaki itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin Radit tidak kesal.

Tadi pagi ia kembali dikejutkan oleh kemunculan Gilang yang tiba-tiba di depan pintu apartemennya, lelaki itu datang dengan seragam sekolah lengkap dan wajah pucat pasi. Ia tampak berantakan, netra cokelatnya terlihat lebih sayu dari biasanya.

Gilang tak banyak bicara dan masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan keran lalu tidak pernah keluar lagi.
Ryan, Zio, Radit dan Dara yang sudah berkumpul pagi itu terpaksa mendobrak pintu kamar mandi saat Gilang tak menyahut lagi ketika dipanggil. Dan di luar dugaan, lelaki itu tergeletak nyaris tak sadarkan diri.

MISTAKE [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang