IV

16.2K 1.5K 77
                                    

Apakah kalian mengingatku?
Apakah aku ada di pikiran kalian?
Ah~
Kurasa aku hanya berkhayal saja untuk itu semua.
Mana mungkin aku ada dalam ingatan kalian, siapa aku? Bukannya hanya sebuah sampah yang tak berguna?

Waktu berlalu begitu cepat, bahkan hari telah berganti Bulan, tak sedikit pun Yunho ataupun Woobin dan hyun Joong mendapat kabar tentang Jaejoong. Tiada hari yang mereka lalui tanpa mencari data Jaejoong. Dimana Jaejoong? Dengan siapa Jaejoong? Bagaimana jaejoong. Tak satupun dari mereka mengetahui itu.

Tujuh Bulan memang telah berlalu, tetapi rasa sesak bahkan penyesalan Yunho bahkan Hyun Joong tak kunjung hilang. Ini kah hukuman dan penyesalan mereka selama ini?

Yunho hanya duduk di bangku ruangan kerjanya. Ah ya, tiga bulan lalu Yunho lulus dan memulai bekerja di perusahaan orangtuanya, semenjak kepergian Jaejoong, Yunho menjadi tipekal penyendiri, bahkan ia sangat dingin dengan siapapun, tak peduli dengan siapa ia ajak bicara, baginya ia membutuhkan Jaejoong, ia tak ingin Jaejoong pergi, ia ingin Jaejoong tahu perasaannya yang sesungguhnya. Ia pun ingin hidup bersama Jaejoong dan anaknya, bolehkah itu? Bolehkah ia berharap seperti itu?

Yunho menatap saputangan yang terukir nama Jaejoong di sana, sesekali ia menghelakan nafasnya dan menahan air matanya agar tidak mencelos keluar. Gila. Ia telah gila karena cintanya, ia telah gila karena kecemburuannya. Ia... telah gila karena semuanya. Bodoh! Itulah yang selalu Yunho maki untuk dirinya sendiri kini, ia kehilangan Jaejoong, bahkan ia menyakiti secara fisik bahkan batin Jaejoong hanya karena sebuah kecemburuan yang tidak beralasan, bahkan ia membuat Jaejoong terlihat seperti sampah di muka umum. Lalu, puaskah kau Yun?

Pertahanan Yunho pun runtuh, ia menceploskan air matanya. Ia menangis, bukannya percuma saja? Apa yang kau tangisi? Apakah dengan tangisanmu Jaejoong akan kembali?

Tidak!

.
.

Di lain tempat, Junsu pun membantu Jaejoong untuk menghapus bekas darah pada hidungnya, kondisi Jaejoong semakin melemah, bahkan tubuhnya sangat kurus, hanya perutnya saja yang membuncit.

"Maaf merepotkanmu selalu su." Ujar Jaejoong sungkan. Junsu pun hanya berdecak dan duduk di samping Jaejoong.

"Jangan bicara itu terus, aku temanmu Jae, berhentilah mengatakan maaf." Jaejoong pun tersenyum walau terkadang ia masih meringis menahan sakit.

"Kau kuat Jae, aku tau kau orang yang kuat. Kau sudah memutuskan mempertahankan mereka, dan kau pun harus bertahan demi mereka, apa kau ingin anak-anakmu tumbuh tanpa orang tua?" Ujar Junsu, Jaejoong hanya tersenyum dan mengusap perut buncitnya.

"Kalau aku tidak ada nanti, apa kau tak ingin menggantikan peranku Su? Jika kau menolak, tak apa titipkan mereka ke panti saja, asalkan mereka mendapat Kasih sayang." Junsu pun menghelakan nafasnya.

"Bukan seperti itu Jae, dengarkan baik-baik aku, kau pasti akan terus hidup, aku yakin itu, asalkan kau sendiri mau melawan penyakitmu ini. Dan lagi, lupakan semuanya, lupakan pria brengsek itu dan lupakan keluargamu, jangan menambah bebanmu, yang ada kau menyiksa bayi-bayimu, kau tidak ingat ucapan dokter hn? Bayi-bayimu tak berkembang baik karena kau terlalu stres, kau ingin anakmu mati hn?" Jaejoong pun menggeleng dan mengusap perut buncitnya.

"Jangan doakan yang tidak-tidak pada mereka Su." Ujar Jaejoong dan mengercutkan bibirnya, Junsu hanya tertawa melihatnya.

"Salah kau sendiri yang memulai obrolan horor seperti tadi." Jaejoong terkekeh mendengarnya.

"Seunghyun kemari hari ini?" Tanya Jaejoong.

"Entah, dia bilang ada interview, dia sedang melamar pekerjaan, doakan saja ia berhasil." Jaejoong pun mengangguk paham.

Please!✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang