Aku baru sampai di rumah pukul tujuh malam. Dad ada di ruang tv saat aku pulang. Mata Dad yang tadinya fokus ke arah tv, sekarang fokus ke arahku. Matanya setajam pisau. Ha, paling-paling masalah 'kenapa-kamu-gak-ikut-jemput-Emil?'. Asal tahu saja, aku sudah muak mendengarnya. Sampai-sampai aku ingin muntah dibuatnya.
"Kenapa baru pulang, Elektra? Xavier sudah pulang dari pukul dua."
"Aku di B's Caffee," jawabku, jujur.
Tapi, itu malah membuat emosi Dad tersulut. Masa bodoh. "Ngapain kamu di sana? Nongkrong-nongkrong gak jelas, right?"
Aku sebisa mungkin tetap tenang. "Then, kalau di rumah emang aku ngapain?"
"Kamu bisa jemput Emily, Elektra! Kenapa kamu gak bisa sedikitpun menerima Emil dan Lisa dalam keluarga kita?"
Karena Tante Lis pembunuh Mom. Karena Emily ngerebut seluruh perhatian Dad. "Aku capek," pada akhirnya dua kata itu yang terucap dari bibirku. Lalu, aku melangkah dengan cepat ke lantai atas. Menghiraukan teriakkan Dad yang terus memanggil namaku.
Sampai di kamar, aku menutup pintu dan menguncinya. Aku melepaskan pakaianku, lalu beranjak ke kamar mandi.
Shower memancurkan airnya yang hangat. Aku menikmatinya. Berharap-harap setiap air yang mengalir juga membawa rasa sesak mengalir pergi dari tubuhku.
Tapi nyatanya, gagal. Nyatanya, air mata juga mengalir dari kelopak mataku. Air mata yang tersamarkan.
***
Aku sudah terjaga saat jam menunjukkan pukul empat. Aku mendesah kesal. Kemarin, aku kesiangan. Dan sekarang, aku malah kepagian. Dua-duanya tidak menguntungkan, asal tahu saja. Aku masih mengantuk, tapi aku tidak akan bisa tidur lagi kalau sudah begini caranya.
Akhirnya, aku memilih untuk membuka twitterku.
@elektrakingl_ : kebangun. Asik banget, asik.
Setelahnya, aku mengecek notif yang ada di handphoneku. Semuanya tidak ada yang penting. Dan, aku tidak berniat membalasnya. Tidak dalam mood yang bagus untuk membalanya.
Baru aku menyalakan lagu dari playlist, handphoneku menerima panggilan masuk. Aku terbengong saat melihat caller ID.
Xavier.
Aku menjawabnya. Tentu saja. "Halo?"
"Cie kebangun,"
Aku memutar kedua bola mataku. Kalau dia menelfon hanya karena ingin meledekku begitu, bisa di pastikan dia manusia paling tidak punya kerjaan dari seluruh dunia. "Kalau lo cuma mau bilang gitu, mending gak usah nelfon."
"Galak," ucap Xavier di sebrang sana. "Gini-gini, gue lebih tua dari pada lo, loh, Tra."
"Ya terus?"
"Cuma bilang. Kenapa kebangun? Pasti gak bisa tidur lagi, deh."
Bingo. Xavier tahu apapun tentangku. Apapun. Terang saja, aku menghabiskan hampir seluruh hidupku bersamanya. "Itu tau. Lo kenapa jam segini udah bangun?"
"Bangun dari mana," Xav menggerutu. "Tidur aja belom."
Oh, pasti insomnia-nya kumat, deh. "Terus, sekolah, gak ntar?" Biasanya, lalau insomnya sudah kumat sampai separah ini, dia bakalan bolos sekolah.
Apalagi, sekarang ini masih belum belajar. Pulang juga masih cepet.
"Enggak. Bolos, yuk!"
"Mau, sih," jawabku. "Tapi.. anterin gue ke.. makam Mom dulu, boleh?"
"Boleh, lah. Cabutnya sekarang aja. Gue mau ngajak lo ke bogor. Gue nyampe rumah lo sepuluh menit lagi. Cepet, ya!"
Tut.
Sambungan terputus. Aku memandang layar handphoneku. Xavier memang benar-benar, deh.
Secepat kilat, aku mencuci muka, menggosok gigi, dan mengganti baju piyamaku dengan kemeja tanpa lengan berwarna putih polos yang dipadu dengan shortpants hitam.
Tak lupa, aku memasukkan dompet, earphone, novel, charger, dan terakhir, handphoneku ke dalam tas.
Merasa sudah siap, aku keluar kamar, menutup pintu sepelan mungkin. Pun turun ke lantai bawah sepelan mungkin. Di bawah, ada Mbok Min yang sedang menyiapkan meja makan.
"Mbok, bilang aja ke Dad aku udah berangkat, ya," ucapku padanya sambil mencomot satu tangkap roti.
Mbok Min mengangguk mengerti, "hati-hati ya, Non."
Aku mengangguk sambil tersenyum kecil, lalu berjalan ke luar rumah. Di luar gerbang, mobil A6 putih Xavier sudah menunggu. Aku membuka pintu, lalu masuk.
"Halo, Queen Elektra," sapanya.
Aku mendengus. "Cepet jalan. Setengah lima nih."
Xavier tersenyum. Aku langsung merasakan desiran menyenangkan. Err.
"Siap, Queen Elektra."
Kemudian, Xavier menancap gas, dan mobil melaju.
Kami sampai di pemakaman Mom sekitar lima belas menit perjalanan. Jalanan masih sepi, jadi kami bisa sampai dengan cepat.
Aku turun, yang di ikuti oleh Xav. Toko yang biasanya menjual bunga, belum buka. Aku mendesah. Ini kan, masih terlalu pagi. Jam lima saja belum.
"Asik ya, udaranya dingin-dingin seger," ucap Xavier. Aku baru menyadari, dalam balutan kaos putih polos dan celana panjang, ia terlihat.. tampan. Oh, abaikan itu, abaikan.
Merasa malu akibat pemikiran itu, aku memilih untuk tidak menjawab dan bergegas menuju makam Mom. Makam Mom terletak tidak begitu jauh dari gerbang pemakaman.
Sesampainya di sana, aku memanjatkan doa untuk Mom. Xavier melakukan hal yang sama. Aku membuka mataku perlahan setelah selesai. Mengusap pusara Mom, aku bergumam lirih, "aku kangen Mom.." Aku bersumpah, aku menahan setengah mati air mataku.
"Tante, Xavier yang ganteng di sini juga, loh," Xavier, sepertinya mencoba menghibur.
Dan.. berhasil. Aku terkekeh geli dibuatnya. "Pede banget, sih, Xav!"
"Eh, seriusan, yang ngantri aja banyak loh, Tan," kata Xav. Aku melemparnya dengan daun yang kering.
"Mom, jangan denger Xav, ya. Dia tuh suka pede maximal gitu, malesin banget, kan, ya?"
Sekarang, gantian yang melemparku dengan daun kering. "Boong, Tante, saya bener. Elektra aja tuh Tante yang gak mau ngaku kalau saya ganteng!"
Jelas aja gue gak mau ngakuin kalo lo ganteng, idiot, gumamku dalam hati. "Ish, pede looo!"
"Oiya, Tan, masa, Elektra tuh galak banget, loh."
Aku melotot ke arah Xav. "Xav, jangan macem-macem, deh!"
Ia mengerling jahil, "tuh kan, galak banget sih tan, anaknya!"
"Ih, udah ah balik aja, ayo!" Aku bangkit. Xavier terkekeh, lalu ikut bangkit.
"Elektra pergi dulu ya, Mom. See you," ucapku, menatap pusara Mom lekat-lekat.
Tahu-tahu Xavier sudah menggandengku. Sengatan listrik langsung tercipta. Tapi, aku enggan melepaskan tanganku dari tangan Xav.
"Pamit ya, Tante. Dan jangan takut, saya pasti jagain Elektra. See you, Tante Isabelle." Ia menarikku ke luar pemakaman setelahnya.
Dadaku berdesir mendengar penuturan Xavier. Xavier akan menjagaku. Tanpa sadar, aku tersenyum.
===============================
A/N: ini cerita udah selesai kok, hehe. tinggal di post aja. dan-aku lupa mau ngomong apa /grins.
vomments?

KAMU SEDANG MEMBACA
It Hurts
أدب المراهقينPada akhirnya, aku memang selalu menjadi pihak yang tersakiti.