Mengungkap Rahasia

51 23 10
                                    

Walau bekas luka masih terlihat di wajah, kaki, dan tangan Rian, namun satu minggu setelah Rian dirawat di Rumah Sakit akhirnya dokter memperbolehkan Rian untuk pulang tapi dengan persyaratan Rian harus tetap menjaga kondisinya dan selalu cek-up, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan nantinya.

Waktu itu, tiga hari setelah Rian keluar dari Rumah Sakit dan kondisi yang semakin pulih, Rian, kak Rama dan mama mereka mengantarku pulang ke Bandung. Sebenarnya mereka tidak hanya bertujuan mengantarku pulang tapi mereka juga ingin membantuku untuk menjelaskan seluruh masalah almarhum Papa pada Mama, agar tak ada lagi kebohongan diantara kami.

"Tante, boleh engga Riwa sandar di bahu tante ?" tanyaku pada mama Rian ketika kami berada di perjalanan menuju Bandung.

"Jika itu yang membuatmu merasa nyaman silahkan sandar sayang !"

"Riwa, kamu kenapa ?" tanya Rian yang duduk di samping kak Rama yang sedang menyetir.

Aku hanya menggelengkan kepala waktu itu.

"Riwa sakit yah ?" tanya kak Rama.

Dengan lemah, aku hanya berkata "Riwa takut !"

"Sayang, kita akan tunggu waktu yang pas untuk bicara. Jadi, Riwa harus bersikap biasa-biasa saja saat bertemu Mama Riwa sebentar" nasehat tante yang begitu perhatian padaku.

Lalu aku mengangguk mendengar perkataan tante.

"Kak Rama, kalau ada minimarket tolong mampir dulu yah ! Rian mau beli air mineral nih." Sahut Rian.

"Ok, siip"

Tak lama kemudian kami sampai di Villa Mama, kulihat Mama berjalan mendekati kami dan sepertinya dia tau bahwa aku akan pulang hari itu. Rian keluar lebih dulu dari mobil dan lansung berbincang-bincang dengan Mama. Waktu itu saat melihat Mama terasa membuatku sakit, rasanya lebih indah jika aku menutup mata dan hidup hanya dalam angan.

"Tante apa kabar ?" tanya Rian yang menggambarkan raut wajah bahagia.

"Alhamdulillah baik, harusnya tante yang bertanya begitu pada Rian !" jawab Mama sambil mengelus pundak Rian dengan lembut.

"Seperti yang tante lihat, Rian udah sehat sekarang"

"lalu Rian ke sini sama siapa ?"

"Ada Mama dan kak Rama, tapi kayaknya masih membereskan barang bawaan di mobil"

"Oh, ya udah Rian masuk aja ke dalam, tante akan panggil Rama dan Mamamu dulu"

"Jangan, eh.. engga usah tante katanya selesai bereskan barang, Mama, kak Rama dan Riwa akan nyusul. Sebaiknya tante bikinin Rian minum aja deh, Riankan haus." Kata Rian yang menghalangi Mama untuk menemuiku, karena Rian pasti tau bahwa saat itu aku sangat takut bertemu Mama.

"Ya udah, ayo masuk nanti tante buatin minuman kesukaan Rian deh..."

Ketika mereka sedang asyik berbincang-bincang, kak Rama dan Mama Rian memaksaku keluar menemui Mama.

"Riwa, ayo temui Mamamu !" pinta tante.

"Riwa, engga bisa berpura-pura tante ! Riwa masih butuh waktu!"

Lalu kak Rama juga membantu tante untuk membujukakaku "siapa yang menyuruh Riwa untuk berpura-pura? Riwa hanya perlu bertingkah seperti biasa, menunjukakakan rasa sayang dan perhatian Riwa pada Mama Riwa"

"Iya sayang, semakin lama Riwa mengulur-ngulur waktu maka semakin berat penderitaan yang akan Riwa pikul" jelas tante yang berusa meyakinkanku untuk menemui Mama.

Dengan menghela napas panjang lalu aku segera keluar dari mobil, aku berlari menuju Mama yang sedang berjalan menuju ruang tamu bersama Rian. Setiap langkah saat aku menghampiri Mama waktu itu seolah membawa tubuhku kembali kemasa-masa indah yang pernah kami lalui dan tak terpungkiri bahwa sepintas luka yang terukir atas kematian Papa juga kembali membayangiku. Dari belakang aku memeluk Mama secara tiba-tiba, lalu tetesan air matapun membasahi hijab yang Mama kenakan waktu itu.

Sepenggal Kisah Riwa di Langit 2016Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang