Cuaca di hari ini begitu indah, aku mengakui akan hal itu. Ayah dan Bunda sudah pergi semenjak dari pagi tadi, di waktu ketika aku masih tidur dan juga pulang di waktu ketika aku sudah tidur. Hal yang harus aku syukuri adalah bersyukur kepada Allah karena aku masih mengingat dengan sangat betul wajah kedua orangtuaku, walau kami jarang berjumpa. Aku tinggal serumah dengan Ayah dan Bunda tapi kenyataan yang terjadi adalah seperti tidak tinggal dalam satu atap. Yah seharusnya ini tidak untuk ku ceritakan, karena aku mengijinkan kalian untuk membayangkannya sendiri. Silahkan bebas ingin membayangkan seperti apa, itu terserahmu.
Ah, belum tahu namaku ya? Namaku, Ardanarfita Reihandi Cipta. Keluarga memanggilku Narfi, tapi teman-temanku memanggilku Arda. Aku menjamin jika tidak akan ada keluarga atau teman yang akan mengenali ketika namaku dipanggil dengan nama yang biasa mereka panggil. Namaku itu nama teraneh, yang mana itu asalnya dari nama gabungan antara Ayah dan Bunda. Ayahku bernama, Aryadana Reihandi, bekerja sebagai seorang pengacara yang cukup terkenal di kalangan pejabat negeri dan Bunda, bundaku bernama Rafita Cipta, bekerja sebagai seorang psikolog yang begitu sangat sibuk. Aku juga merupakan anak satu-satunya yang lahir dari rahim Bunda dan satu-satunya yang menjadi putri dari Ayahku. Aku masih kuliah di perguruan tinggi negeri di Bandung, tepatnya di semester 5 saat ini aku duduk dengan mengambil jurusan Sastra Indonesia. Dan ku pikir apa yang menjadi jurusan kuliahku saat ini merupakan suatu hal yang amat sangat bertolak belakang dengan apa yang orangtuaku kerjakan. Sebagian orang akan bertanya-tanya akan hal itu, karena kebanyakan anak selalu memilih apa yang diinginkannya itu sama dengan orang tua. Kalau istilahnya meneruskan karier atau profesi orangtuanya. Namun hal itu tidak berlaku dalam kehidupanku, apa yang orangtua ku kerjakan biarlah itu menjadi pekerjaan mereka. Aku punya cita-cita dan kesukaanku sendiri, jadi biarlah aku menjalani hidup dengan apa yang ku suka tanpa harus mengikuti arah langkah hidup orangtua. Karena sastra bagiku, adalah sebuah ungkapan yang mewakili sang jiwa dalam berbicara. Datang tanpa perlu kita paksa untuk datang, ia datang sendiri. Mengalir setulus air yang memberi kehidupan. Dan inilah duniaku, kehidupanku.
Saat ini, aku baru selesai tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 06:00 wib, pagi yang indah bagi pemilik hati yang indah. Karena seburuk apapun pagi kalau hati sedang indah semuanya akan indah. Dan seindah apapun kehidupan yang dijalani dipagi ini, itu tergantung hati. Hati yang paling berhak menentukan inginnya, yaitu ingin indah atau buruk. Kali ini, aku sudah bersiap akan berangkat ke kampus, namun sebelum itu aku diwajibkan untuk sarapan terlebih dahulu. Peraturan yang dibuat Ayah dan Bunda, kalau tidak diturut ini akan membuatku tidak bisa keluar rumah. Dan siapa lagi orang yang diberi perintah untuk mengawasiku, inilah dia namanya Bi Susi. Temanku ketika dirumah, yang selalu memasak makanan enak, yang selalu membersihkan rumah, yang selalu mengadu hal-hal buruk yang kulakukan pada Ayah dan Bunda, dan juga yang selalu membuatku ingin tertawa terus-menerus akibat dari ulahnya ketika menceritakan Mang Jana, tukang sayur keliling di kompleks rumah.
“Mang Jana itu ya non, laganya ih kayak pangeran. So ganteng, so dikerumuni banyak perempun. Hih seolah-olah hanya dia laki-laki di muka bumi yang di idam-idamkan perempuan.”
“Tapi Bi Susi suka kan? Hayooo.. ngakuuu,”
“Eummmm… gimana ya non, enggak deh kayaknya. Ih amit-amit!”
“Dari cara bibi menceritakan Mang Jana padaku, ekspresi bibi itu seperti orang jealous. Untuk apa bibi kesel gara-gara hal begitu?”
“Uh non Narfi ini so tahu!”
“Bukan so tahu, tapi itu faktanya bi. Bibi lupa ya kalau aku ini kan anak seorang psikolog, jadi sedikit-sedikit bisa terbacalah hehe.”
“Duh non ini, eh ngomong-ngomong jealous itu apaan ya non?”
“Aduh bibi, kok gak gahul amat sih masa gak tahu jealous,”
“Hehe emang apa ya non?”
“Cari aja di kamuuuuuus!”
Di rumahku juga ada Mang Lili, supir pribadi yang diberikan Ayah dan Bunda untuk selalu siap mengantarku kemanapun ku mau. Kadang aku kemana-mana termasuk ke kampus diantar Mang Lili dengan mobil, tapi kadang bawa motor sendiri. Ya tergantung inginku dan juga tergantung izinnya. Mang Lili ini kerjaannya tidur, dan doyan minum kopi. Stock kopi di rumahku lebih banyak habis oleh Mang Lili ketimbang Ayah. Dan giliran ayah ingin minum kopi selalu saja tak ada sisa, kenapa juga Bi Susi tidak membeli kopi? Karena ia sudah tahu betul kalau kopi akan dihabiskan lagi oleh Mang Lili.
Aku tinggal di Bandung, tepatnya di daerah yang bernama ciwastra. Selalu terjadi kemacetan, apalagi ketika di malam minggu. Padahal dulu sejuknya tiada tanding, saat mobil dan motor belum memenuhi area jalan. Yang terjadi saat ini memang selalu berbeda dengan dulu, aku belum bisa berbuat apa-apa selain menyaksikan. Padahal dalam hati, selalu berteriak, “Stop macet! Gak boleh ada yang lewat ciwastra menggunakan mobil atau motor! Di mohon untuk gunakan sepedahnya!” Dan ini sangat menyiksa, karena aku harus menahan dengan sangat keras agar suara teriakan itu tidak keluar dari mulut. Aku tidak bisa membayangkan jika suara itu keluar, mungkin yang terjadi adalah amukan masa dan teriakan, “Heh siapa loe?” Oh sungguh, jangan sampai. Semoga itu tidak akan pernah terjadi.
***
Setiap orang punya cerita, entah itu indah atau buruk. Ini cerita hidupku, ku harap akan indah. Namun itu tergantung penilaianmu. Disini aku lahir sebagai seorang perempuan bernama Ardanarfita. Sosokku tidak penting dianggap ada atau nyata dalam kehidupan nyata. Yang terpenting dari segalanya adalah aku lahir dan ada dalam cerita ini.
Pasang mata dengan tajam, simak segala kata demi kata, biarkan pikiran pergi dan hanyut dalam cerita, izinkan aku masuk dalam pikiranmu dan ku bebaskan kau masuk dalam kehidupan cerita ini, lalu pilihlah dirimu ingin memerankan tokoh siapa disini.
![](https://img.wattpad.com/cover/102276537-288-k169043.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDANARFITA
RomanceAku lahir dengan nama Ardanarfita Reihandi Cipta. Jenis kelamin perempuan. Aktivitas sebagai mahasiswi jurusan sastra di Perguruan Tinggi Negeri. Lahir dalam cerita ini dengan segenap perjuangan dari penulis. Aku bersyukur telah terlahir. Ada atau t...