The Moment

34 6 3
                                    

***
"lo gila apa..kak Caca.. Revan kak..!"

"goallll.. Makanye tuh gawang dijaga.. Semutt"

"kak Caca.. Revan kakk... Huaa.."

"Revannn!!! Kamu jahatt bangett yaa.."

"apaan sii kak, kakak mau juga? Nihh"

Lemparan kedua masuk kedalam mulut Caca, bukannya Caca yang menjadi jadi, tapi Elina yang mengejar Revan sampai halaman belakang rumah Letta.

"Revannnnnn... berhenti loo" Teriak Elina yang berlari mengejar Revan.

"kejarr gue kalo bisaa.. Lari lo lamban sih El"

"Revann.. berhenti nanti gue jatohh"

"bomattt.. bodo amatt"

**Brakkkkkk...**

   Terdengar suara benturan yang cukup keras ternyata benturan kepala dan badan Elina dengan meja halaman belakang rumah Letta. Kaki Elina pun mengeluarkan darah akibat gesekan batu, dan kepala Elina mengerluarkan darah pula.

"Revann.." suara bisik Elina yang tak kuasa untuk berteriak karena kesakitan.

"Elinaaaaa.. " Revan berteriak dan menghampiri Elina yang sudah tergeletak tak sadarkan diri.

"kak Caca, Angga, Andra, Vano, Farrel, Raina, Letta Kenya, Syifa, Zefa!!!" teriakan lantang Revan memanggil kakak dan teman-temannya tersebut.

   Keadaan Elina yang tergeletak membuat mereka semua panik. Revan tanpa mempedulikan bajunya terkena darah dari kepala Elina membopong Elina masuk ke kamar. Untung saja Kenya dan Vano mantan anggota PMR di SMP masih mengingat cara untuk mengobati luka Elina.
  
   "tolong ambil kain kasa sama gunting" perintah Vano.

"Vano, tolong ambil betadine di sebelah meja!" Tangan Kenya menyenggol bahu Vano untuk menyuruhnya mengambil betadine.

   Selesai sudah proses mengobati luka Elina, dan mereka meninggalkan kamar Letta kecuali Revan. Dia menunggui Elina panik dan terus memandanginya.

"El.. Bangun El" Revan terus saja mencoba membangunkan Elina.

Perlahan lahan kelopak mata Elina terbuka dan tangannya menyentuh kepala. "pusing, gue dimana?"

"Elina.. Tenang lo ada di kamar Letta tadi lo jatuh dan pingsan." penjelasan Revan kepada Elina yang baru beberapa detik tersadar.

"Van penglihatan gue kabur.. Kaburr.." Elina beberapa kali mencoba mengusap matanya.

"El lo bisa lihat gue? Bisa kan?"

"bisa Van tapi kaburr.. Pleaseee tolong gue.. Kaburr.."

   Benar benar kabur! Penglihatan Elina tidak jernih seperti biasanya. Elina terus saja menangis menambah kepanikan Revan. Revan memanggil teman-teman dan kakaknya dan menjelaskan apa yang dirasakan Elina.

"Elina buta.. Yaampunn Ell.." Zefa langsung memecahkan suasana.

"Zefaaaaa!!!" bentak Revan pada Zefa yang memperburuk keadaan.
  
"Elina lo sekarang dengerin gue, lo tutup mata lo terus lo buka mata lo pelan pelan" intruksi Revan.

Elina yang mulai ketakutan mencoba untuk membuka matanya perlahan. 1..2..3..4..5..6..7..8..9..10. "buka mata lo El, gue yakin lo gapapa!" ujar Revan. Elina membuka matanya dan mulai melihat seberkas cahaya lampu, orang-orang yang melingkarinya, dab Revan. Revan lah yang pertama kali ia lihat setelah membuka mata.

"Revan.. Itu lo kan? Vann mata gue gapapa gue gk buta Van." Elina reflek memeluk Revan dengan erat.

"iya El lo gapapa,mungkin efeknya sedikit kali" tutur Revan mengacak halus rambut Elina.

"maafin gue El lo gini karna gue" seketika Revan melontarkan kalimat lembut, Elina menangis dan memeluk Revan semakin erat.

***

CHSAG (catatan hati seorang author gaje)
Sorry banget lama aku gk update WFST karna kendala kuota. Aku akan berjuang update 2 part hari ini. Byeeee... Like and comment okay..?

Wounded For The Second TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang