"Aku ..."
Danang menunggu jawaban Nira dengan resah. Perempuan itu melirik ke segala arah dengan sangat acak, ini sungguh pemandangan yang tidak biasa karena Nira tidak terlalu banyak menunjukkan ekspresi.
"Aku ..." Nira berucap lagi. Gugup dan bingung menguasai dirinya.
"Hei hei, Ra ..." Danang menenangkan Nira sembari memainkan tangannya yang digenggam. "Kamu tenang dulu ... jangan terburu-buru, tarik napas. Kalau kamu siap jawab, bilang aja. Aku tunggu kok."
Nira mengikuti instruksi Danang, rasa lega memasuki tubuhnya perlahan-lahan. Ia berpikir, mengingat semua momen yang dilalui bersama Danang. Mulai dari pertemuan pertama mereka hingga saat ini.
Jadi, ini adalah alasan Danang bertingkah aneh selama ini. Nira membagi pertimbangan pada dua sisi. Sisi pertama, ia tahu alasan Danang memacari banyak perempuan yaitu pelarian dari sakit hatinya pada Anna. Tapi sejak bersamanya, Danang jarang sekali jalan-jalan sama perempuan lain menurut pengamatannya. Sisi kedua, Nira merasa bahwa Danang adalah teman diskusi yang asyik.
Mungkin juga, ini saat yang tepat untuk membuka hati lagi. Semoga aku tidak salah memilih, Nira membatin diiringi hembusan napas yang sangat dalam, lalu melepasnya. Mata gadis itu berhadapan langsung dengan mata Danang. Perlahan, Ia menganggukkan kepala.
"Apa?" Danang memastikan bahwa dia tidak salah. Matanya sudah berbinar-binar.
Nira menganggukkan kepala seraya tersenyum lebar. "Iya, Nang. Kita jadian."
Danang langsung memeluk erat gadis di hadapannya, mengucapkan terima kasih berkali-kali. Nira harus mengatur napasnya terlebih dahulu untuk membalas pelukannya. Rasa hangat itu telah didapatkan Nira, rupanya ini jawabannya.
"Tapi ada satu syarat ..." Nira berkata lagi ketika pelukannya lepas.
"Apa pun, Nira. Apa pun untuk kamu." Danang tidak sabar untuk mendengarkan persyaratan Nira. Dua telapak tangan Danang menangkup pipi chubby Nira, ibu jarinya mengelus pelan.
"Kamu jangan pernah sakiti aku."
"Iya sayang, tenang saja." Tangan Danang berpindah cepat pada pinggang Nira, mengeratkan pelukan, lalu mendaratkan kecupannya di bibir gadis itu. Suara kikikan burung camar dan debur ombak terasa seperti pengiring awal kisah cinta mereka berdua.
***
Surabaya, Agustus 2014.
Menurut buku psikologi percintaan yang Nira baca untuk isi liburan, awal pacaran adalah fase bulan madu. Itu yang ia rasakan bersama Danang, walau gejala jatuh cinta pada umumnya tidak banyak dialami Nira. Perbedaannya selain komunikasi dua kali sehari seperti minum obat, Danang kerap memposting foto tempat-tempat yang mereka kunjungi tanpa ada Nira. Iya, Nira sengaja minta Danang untuk tidak mempublikasikan hubungan di media social lebih dulu, terlalu dini.
"Beginilah pemandangan kamarku." Nira merentangkan tangan pada Danang di layar laptop panggilan Skype.
"Kamar kamu bagus, nuansanya biru banget. Pantes aja pernak-pernikmu serba biru." Mata Danang menangkap poster band favorit Nira di sisi tempat tidur dan stiker-stiker glow in the dark motif bulan dan bintang. Ada juga warna putih berbentuk persegi dan persegi panjang yang ia yakin itu foto polaroid.
Nira mengecilkan layar panggilan skype sambil ngobrol topik lain. Jemarinya sibuk menggerak kursor untuk buka surel. "Ah, kan aku mau cek e-mail soal artikelku yang dikirim ke Majalah Chic. Duh semoga diterima deh."
"Kirim artikel lagi?" tanya Danang yang dijawab anggukan
"Lumayan, Nang. Buat nambah portofolio, ditambah dengan pengalaman organisasiku di klub fotografi dan teater - walau bukan anggota inti - dan berbagai lomba esai serta hibah penelitian dosen serta part timeku di Robusta, lebih mudah dapat pekerjaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Concrete Jungle | ✓ [REVISI]
Action[SERI PANDORA #1] [TAMAT & LAGI REVISI] Cover by: Shadriella (17+) Dewi Rembulan Aldenira (25) tidak menyangka bahwa dia bisa berada di New York yang hanya bisa dilihat di film maupun tv series. Semua berkat kerja keras dan dukungan dari orang yang...