VLOG #1.22 - Titik Nol

199 20 11
                                    

Februari 2017.

"Tumben banget lo pulang jam segini, Yan." Ella berkata sambil melepas sepatu kedsnya di lorong apartment.

Yanti mengalihkan tatapan dari layar televisi yang menayangkan drama Korea kesayangannya. "Hari ini cuma tiga pemotretan dan selesainya cepet. Tebak fotografernya siapa?"

Ella berjalan menuju kulkas dapur untuk mengambil air mineral dan meneguknya langsung. "Siapa? Ibrahim Prasetja?" ada unsur ledekan dalam pertanyaannya barusan.

Yanti menggeleng tersenyum, pipinya memanas kala nama kekasihnya disebut. "Cieee, pipinya jadi kayak kepiting rebus." Ella makin menggodanya, membuat Yanti pura-pura melanjutkan tontonan drama koreanya. Ella duduk di sofa tunggal.

"Nggak usah sok-sok malu gitu, Yan. Lo kalau nyebut-nyebut Bagas ya gue juga gitu," tukas Ella. Gadis itu membuka ikatan rambutnya dan mengambil majalah Chic untuk mengipaskan lehernya yang penuh bulir-bulir keringat.

Pemandangan Ella sehabis ngajar dance seperti itu sudah biasa di mata Yanti. "Kerja di ibukota memang penuh tantangan sekali." Ella berkata di sela-sela angin yang menerpa lehernya. "Bayangin aja kalau lo nggak gabung tinggal sini, Yan. Gaji gue cuma bayar sewa apartment ini doang kayaknya." Ella mendengkus.

Apartment tiga kamar yang terletak di area Barat Jakarta menjadi tempat tinggal dua gadis perantau ini selama satu tahun belakangan. Apartmen nomor 223 yang terletak di lantai sepuluh ini milik sepupu Ella yang disewakan. Ella yang merantau ke Jakarta karena ingin suasana baru plus mengikuti Bagas yang sedang merintis restorannya. Tidak terlalu mewah, tetapi desain interiornya benar-benar menyejukkan, apalagi sudah dalam kondisi furnished plus diskon. Yanti bergabung tiga bulan kemudian.

"Eh, tadi sepupu lo nelpon gue. Katanya bakal ada yang gabung lagi." Yanti mengingatkan hal yang tadi hampir saja lupa.

"He?" Ella menghentikan kipas-kipasnya lantaran terkejut. "Kok dia nggak bilang gue sih?" protesnya.

"Dia tadi udah nelpon lo, tapi lo-nya yang nggak angkat-angkat."

Ella merogoh gawai dari sakunya. Benar kata Yanti, puluhan miscall dari sepupu dan rentetan pesannya memenuhi notifikasi, mengalahkan notifikasi Bagas. "Anak itu bakal datang hari ini katanya, beberapa menit lagi nyampek kalau nggak macet." Yanti melanjutkan ucapannya sambil mematikan televisi karena drama Koreanya barusan selesai.

"Eh kira-kira dia bakalan nyusahin nggak, ya? Serius gue males duluan kalau dia nunggak bayar," tanya Ella.

"Oh," Yanti paham dengan maksud sahabatnya ini. Dia memang disiplin sekali kalau urusan bayar membayar terkait apartment dan tetek bengeknya. "Katanya penghuni baru kita kali ini sih nggak ribet ya. Bawaannya dia juga keperluan buat kamarnya doang." Terdengar bel berbunyi di pintu. "Nah itu datang orangnya." Yanti bangkit dan berjalan menuju pintu diiringi senyum manis.

"Halo Se—" ucapan Yanti menggantung ketika melihat calon penghuni baru.

Gadis di hadapannya ini ..., rasanya Yanti ingin menepuk pipinya berkali-kali untuk membuktikan bahwa ini masih mimpi. Sudah satu tahun lamanya mereka tidak bertemu, dan sekarang senyum tipisnya makin menegaskan ketangguhannya.

"Eh siapa sih tamu—" Ella yang berada di belakang Yanti juga ikut menggantungkan kalimat. Ella lebih dulu memekik, "Nira, lo apa kabar elah? Lo kayak ilang ditelan bumi tau nggak?" Ella memeluknya dengan heboh, sampai-sampai Nira meringis.

Nira lebih dulu melepas pelukannya. "Kabar gue baik kok, La, Yan. Gue juga nggak nyangka juga bisa ketemu kalian lagi." Gadis berwajah datar itu mengangkut kardus dan tas jinjingnya masuk ke dalam. Ella dan Yanti membantu mengangkut dua koper besar Nira ke kamar barunya.

Concrete Jungle | ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang