VLOG #1.29 - Kekosongan

80 8 12
                                    

Asap berembus dari bibir Danang, bersatu dengan langit gelap penuh lampu untuk berteman dengan polusi ibu kota. Setidaknya perasaannya lebih baik dari sebelumnya, senyum pria itu mengembang saat mematikan punting rokok di birai beton balkon atap.

"Sudah kuduga kamu di sini, Sayang."

Danang menoleh sebentar lalu memfokuskan kembali ke tempat semula. "Putri konglomerat mainnya di genteng. Bosan sama teman-teman sosialitamu?"

Terdengar ketukan sepatu hak tinggi. Perempuan itu tidak peduli dengan sindiran Danang. "Aku tidak peduli, selama masih bersama kamu. Kebiasaan di Malang, makanya biasa mainannya sama angin."

Danang menjauh dari birai lalu mendekati si Cantik setelah menginjak puntung rokok. "Apa hubungannya Malang sama atap ini, Alline?"

Alline yang selalu dipanggil si Cantik oleh teman-teman gengnya Danang bersedekap, tidak takut dengan wajah mantan kekasihnya yang terlihat mengancam. "Banyak banget, salah satunya adalah kenanganmu bersama si –"

"Hentikan," ujar Danang sedingin mungkin. Jarak mereka berdua terkikis, dan kini dimanfaatkan Alline untuk melingkarkan tangannya di leher Danang. Kepalanya ia daratkan ke ceruk leher mantan kekasihnya.

"Sampai sekarang aku masih benci dengan gadis itu, beraninya kamu sampai melangkah terlalu jauh dengannya," bisik Alline tidak kalah dingin. "Seharusnya kubunuh Nira pakai tanganku sendiri waktu itu."

Danang mendorongnya sedikit keras, tapi kedua bahu Allie dicengkram erat-erat. "Inginku menyesal telah membunuh putraku sendiri, tapi sayangnya enggak. Kehadiran dia nanti bisa merusak jalinan cinta kami berdua. Jadi, kamu tidak ada dalam rencanaku, Alline." Pria itu sengaja menubruk bahu kanan Alline lalu bergegas ke elevator untuk kembali ke area pesta.

Tentu saja Alline berusaha menyamai langkahnya. "Aku tidak akan menyerah padamu, Sayang. Nira bukan tandinganku, lihat saja nanti." Suaranya ia kencangkan agar Danang tahu betapa besar cintanya.

Alline tahu, sejak perselingkuhannya beberapa tahun lalu, hati Danang benar-benar hancur tak terkira. Ia memang tidak banyak berkontak dengan pria itu selama masih masa kuliah agar tetap fokus. Sesekali, Danang memanggilnya – atau bergantian – untuk melepas gairah. Entah di rumah mewah Alline di Batu atau tempat lain. Rasanya nikmat, dan perempuan itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan hati Danang kembali. Sayangnya, ia masih belum menemukan cara untuk bikin Nira tersingkir, ternyata manipulasi pikiran Danang masih belum cukup.

Pesta yang mereka hadiri adalah peluncuran koleksi kalung dan cincin emas putih premium buatan PT Fregold, salah satu anak perusahaan milik Freddi Martadinaja. Pestanya diadakan di ballroom hotel Sultan di daerah Senayan. Tentu saja Danang dan Alline datang sesuai pakaian yang ditentukan, Danang dengan setelan abu-abu hitam dan dasi kupu-kupu sementara Alline mengenakan midi dress dengan sanggul rendah serta menampakkan kaki jenjang dengan sepatu hak tinggi bersol merah. Keduanya mampu membaur dengan para tamu yang rata-rata pebisnis, sosialita teman-teman Alline, ada juga politisi dan hakim di situ. Tidak lupa mereka berdua bersapa dengan Gunawan Rahadi – Ayah Alline – yang baru saja selesai bicara dengan salah satu rekan bisnis.

"Ah, lama tidak bertemu Danang." Gestur peluk tepuk pundak adalah sapaan akrab khas organisasi. Danang menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

Sambil menunggu pelayan menghidangkan makanan, mereka bertiga berbincang banyak hal. Termasuk beberapa pekerjaan serta kabar dari teman-teman seperjuangan Danang di organisasi. Alline sesekali menimpa pembicaraan sambil menegak anggur putihnya.

"Bagaimana kabar Rico dan Yudhis?" tanya Gunawan Rahadi.

Pelayan menghidangkan makanan pembuka pada masing-masing posisi meja kursi. "Mereka baik-baik saja, dan sejauh ini pekerjaan teratasi dengan baik karena bantuan mereka."

Concrete Jungle | ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang