Sebelas : mulai goyah

3.5K 372 72
                                    

"Kamu kuat banget ya ternyata."

Fida yang sedang mengganti perban di kepala Quenzi tersenyum teduh di sela-sela membalut kepala Quenzi. Yang di ajak bicarapun ikut tersenyum, meski sebenernya ia sedang menahan perih di kepalanya.

"Iya dong, Quenzi." Ujarnya sambil menepuk-nepuk dadanya pelan, membanggakan dirinya sendiri.

Kalau di pikir-pikir, dengan penyakit yang Quenzi miliki dan begitu banyaknya darah yang ia keluarkan, tanpa menerima transfusi darah, Quenzi memang tergolong anak yang kuat.

Untuk anak penderita Thalasemia mayor, telat untuk tranfusi saja sudah menyebabkan lemas sekujur tubuh, pusing, dan sesak napas karena kekurangan sel darah merah. Dan Quenzi sudah jelas-jelas kehilangan begitu banyak darah, namun anak itu masih terlihat ceria.

Lebih tepatnya lagi, di paksakan untuk ceria.

"Udah." Ujar Fida sambil membereskan peralatan yang ia gunakan dan memasukannya kembali kedalam kotak obat.

"Makasih Sus." Senyum tiga jari yang Quenzi ulas di bibirnya membuat Fida teringat akan anak lelakinya yang pasti sedang panik mencari keberadaan ibunya.

Fida pun menjulurkan tangannya dan mengelus puncak kepala Quenzi hati-hati, "Panggil tante aja. Kan saya lagi gak tugas."

"Siap deh tante Fida." Ujar Quenzi sambil meletakan jarinya di kening seolah sedang memberi hormat pada bendera merah putih.

"Kamu ngingetin tante, sama anak tante."

"Oh tante udah nikah? Q kira belom nikah malah. Masih muda banget sih keliatannya." Jeda, "Anak tante umur berapa?"

"Baru 5 tahun. Dia anaknya ceria banget kaya kamu. Dia selalu berusaha keliatan baik-baik aja, walaupun sebenernya enggak," Fida tersenyum melihat raut wajah Quenzi yang berubah, "Persis kamu kan?" Tambahnya.

Lagi-lagi lelaki itu mengulas senyuman yang ketara sekali di paksakan. Sebagai seorang ibu, meski Fida bukan ibu kandung Quenzi, entah bagaimana wanita itu bisa mengetahuinya.

"Apa sih tante, Q gak kenapa-kenapa kok."

"Tuh kan," Sekali lagi Fida tersenyum, "Persis."

Fida berdiri dan merubah posisi duduknya, dari yang tadinya berhadapan dengan Quenzi, kini wanita itu duduk berdampingan dengannya. Memandangi beberapa laki-laki yang sedang sibuk mencari kayu, untuk di bakar nanti malam, sebagai penghangat.

Juga beberapa korban lain yang terduduk lemas di tanah, tak bisa melakukan apa-apa karena cidera parah yang mereka alami. Mata Fida dan Quenzi terfokus pada sosok laki-laki yang berada di arah utara mereka. Sesekali pria itu menoleh kearah Quenzi, seolah memastikan kalau anak itu baik-baik saja.

"Roka emang selalu se-protective itu ya sama kamu?" Fida menoleh kearah Quenzi sekilas sebelum melemparkan pandangannya lagi kearah Roka.

"Se-keliatan itu ya tante? Haha."

"Kamu beruntung punya kakak kaya dia. Tante rasa, Roka rela ngelakuin apapun buat kamu."

"Tante nih suster apa psikolog sih? Kok tau semua gitu?"

Fida tertawa sambil memainkan ranting kecil di tangannya, "Semalem tante cuma gak sengaja ngeliat, kalo Roka gak tidur semaleman. Tiap dia ketiduran, dia langsung bangun kaya kaget gitu, terus ngeliatin kamu. Seolah mastiin kalo gak ada apapun yang bakalan nyakitin kamu."

QuenzinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang