Lelaki bertubuh kurus itu berbaring di atas tempat tidurnya. Ia sudah di izinkan pulang meski keadaannya belum terlalu baik. suhu badannya belum stabil sepenuhnya, masih sedikit tinggi dan Dokter hanya menyarankan Quenzi untuk beristirahat di rumah, dan kalau bisa ia harus terus di temani, karena kondisi kejiwannya sendiri tidak terlalu baik, di takutkan akan mengganggu kesehatannya.
Aura duduk di atas ranjang Quenzi, sementara adiknya itu berbaring dengan pangkuan Aura sebagai bantal. ia mengelus lembut rambut kecokelatan anak itu yang mulai panjang dan melewati telinganya, "Rambut lo udah panjang Q."
Tangan Quenzi langsung terangkat dan memegang kepalanya sendiri, "Emang ya?" Yang di tanya pun mengangguk mengiyakan.
"Nanti mau potong rambut ah." Jawab anak itu sebelum akhirnya menarik tangan Aura dan meletakannya di pipi, merubah posisi tidurnya jadi menghadap kekiri.
Di bandingkan dengan Bundanya, Quenzi memang lebih dekat dengan Aura. Tentu saja karena Bundanya sering pergi karena ada pekerjaan. Sedangkan Aura selalu berada di sampingnya hampir 24 jam.
"Besok aja, kan Q baru pulang. Istirahat dulu." Nasihat Aura.
"Besokan sekolah."
"Siapa yang ngizinin lo sekolah, hmm?" Suara yang bersumber dari depan pintu itu membuat penghuni kamar itu menoleh keasal suara. Namun Quenzi hanya meliriknya sebentar sebelum akhirnya memalingkan wajah begitu saja.
Itu Roka. Dan Quenzi masih perang dingin dengan laki-laki itu. Setidak sudah 2 hari Quenzi menolak untuk berbicara dengan Roka. Tak membalas sepatah katapun yang Roka ucapkan. Meski segala cara sudah Roka lakukan. Namun anak itu masih saja mengacuhkannya. Seolah kesalahan yang Roka buat benar-benar fatal.
Aura sendiri hanya dapat menghela napas, tak ada yang bisa ia lakukan. Karena tak ada yang bisa menebak apa yang ada di pikiran adiknya itu, termasuk apa yang sekarang ia pikirkan tentang Roka dan bagaimana caranya agar anak itu memaafkan Roka.
Hanya Quenzi yang tau jawabannya.
🦋🦋
Lelaki yang sedang mengenakan jaket hitam itu berjalan sambil memainkan ponselnya. Sejak tadi Aura sudah memperingatkan Quenzi agar anak itu tidak bermain ponsel sambil berjalan, takut-takut ia akan tersungkur ataupun menabrak tembok. Namun Quenzi tidak mendengarkan satupun nasihat kakaknya itu.
Ia memaksa untuk masuk sekolah. Sekali lagi. Jika Quenzi sudah berucap, maka tak ada lagi yang bisa menetang. Saat ini Audy tidak bisa pulang bersama karena ia masih ada ekstrakulikuler robotik yang masih harus ia ikuti. Sementara Roka sedang mengambil mobil di parkiran, jadi Quenzi dan Aura hanya perlu menunggu di lobby sekolah.
Tinn!
Quenzy mendongakan kepalanya dan melihat mobil Roka yang sudah berada di seberang lobby. Ia tidak bisa berhenti tepat di depan Lobby karena jalur itu di gunakan untuk kendaraan lain menurunkan penumpangnya, ataupun untuk sekedar lewat untuk menuju kearah parkiran yang terletak di arah barat gedung.
"Ayo Q." Aura berjalan lebih dahulu menyeberang dan Quenzi mengikutinya dari belakang. Karena kepalanya terus menunduk dan memperhatikan ponsel, Quenzi sampai tak menyadari kalau ada sepedah yang ingin melintas dan tak sempat menekan pedal remnya begitu Quenzi menyebrang tiba-tiba.
Tubuh Quenzi pun ambruk menghantam aspal, sama halnya dengan si pengendara sepedah. Aura langsung terpekik dan berjalan mendekati Quenzi, memastikan kalau adiknya itu baik-baik saja. "Q gak apa-apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Quenzino
Nouvelles"pagi... jangan pergi kutakut malam nanti kumasih sendiri dan pagimu tak lagi indah" •Dialog Dini Hari• #15 in short story [7/6/17]