Episode 5

122 10 0
                                    

Sore hari di hari minggu, Jihan dan Fabian terjebak berdua di ruang keluarga rumah Jihan karena rencana mereka untuk pergi ke Dufan tadi pagi gagal total karena Jakarta diguyur hujan deras dari tadi pagi dan menurut perkiraan baru akan berhenti nanti malam. Mereka sedang asyik dengan kegiatan masing-masing. Jihan yang sibuk mendengarkan musik sedangkan Fabian memilih membaca buku milik ayah Jihan tentang arsitektur yang sangat disukainya.

Mereka hanya berdua saja di rumah Jihan. Kedua orang tua Jihan memang pergi ke rumah Neneknya sejak sabtu pagi. Bi Yuni yang biasa bersih-bersih rumah juga sudah pulang sejak tadi siang. Mereka hanya berdua. Tapi, kekacauan yang mereka perbuat – lebih tepanya disebabkan oleh Jihan, mengalahkan kesebelasan sepak bola yang baru pesta kemenangan.

"Bi, Bi, kamu denger lagu ini, deh."

Tanpa meminta ijin dari Fabian, Jihan mengulurkan sebelah headseat yang dipakainya ke telinga Fabian. Fabian terdiam untuk mendengarkan lagu yang diperdengarkan Jihan padanya. Lagu tersebut untungnya bukan lagu Korea kesukaan Jihan, sehingga Fabian bisa menikmatinya dan mengerti isi lagu tersebut.

"Lagu siapa?"

"N SYNC. Judulnya This I Promise You. Bagus, kan?"

Fabian mengangguk. Meskipun Jihan terang-terangan mendeklarasikan dirinya sebagai penggemar fanatic K-Pop, Jihan tidak membatasi orientasi musiknya. Lebih tepatnya, Jihan mendengarkan banyak musik. Bahkan X-Japan saja Jihan juga tahu lagu-lagunya. Pengetahuan baru yang membuat Fabian semakin berdecak kagum pada Jihan.

"Bi, kenapa kamu suka banget sama arsitektur? Lama-lama, kamu jadi mirip Papa aku, deh." Jihan tiba-tiba merubah alur pembicaraan karena Fabian tidak mengatakan apa-apa lagi.

"Suka aja. Harus ada alasannya?"

Jihan mengangguk semangat. "Kamu itu aneh. Semua hal yang suka, setiap aku tanya alasannya, kamu pasti cuma jawab 'suka aja'. Semuanya itu harus ada alasannya, Bi. Sampai sekarang aja, aku nggak tahu alasan kamu suka sama aku."

Fabian baru membuka mulut untuk menjawab, sebelum Jihan menghentikannya. Jihan selalu menanyakan pertanyaan itu setiap mereka berdua seperti ini. Dan setiap kali Fabian akan menjawabnya, Jihan selalu mengelak. Jihan seperti menghindari jawaban Fabian yang mungkin tidak sesuai ekspektasinya.

"Berarti, kamu kuliah ambil arsitektur?" Fabian mengangguk. "Dimana? UI, kan?"

Untuk pertanyaan ini, Fabian seratus persen merasa yakin akan menghancurkan harapan gadis itu. Fabian menghembuskan nafas pelan sebelum menggelengkan kepala.

"Aku rencana ambil di ITB atau ITS."

Kening Jihan langsung berkerut. "Bandung atau Malang? Kenapa nggak di UI aja? Kenapa harus jauh kesana?"

"Aku cuma mau belajar dari kampus yang memang spesial di bidang teknik. Di Indonesia, yang aku tahu cuma dua kampus itu."

"Berarti, kita LDR?"

Fabian mengangguk, dengan sangat terpaksa. Jawaban pasif Fabian membuat ekspresi di wajah Jihan langsung berubah. Hubungan mereka belum lama, dan mereka dihadapkan pada masalah pertama. Dalam hubungan idaman Jihan, LDR termasuk yang paling dia hindari. Dia tidak suka berjauhan dengan orang yang dia sayang, karena dia paling tidak bisa mengontrol sikap khawatir dan curiga. Pilihan Fabian untuk mengambil kuliah di luar kota membuat Jihan ketakutan.

"Kenapa kamu nggak ambil di UNPAD atau Unibraw aja? Biar kita bisa tetap sekota."

"Gimana kalo kamu lulusnya di ITB, ternyata aku lulusnya di Unibraw, atau kamu lulusnya di ITB, aku lulusnya di UNPAD? Malah tambah parah, kan?"

Fabian bisa mengerti kekhawatiran Jihan. Laki-laki itu mengubah cara duduknya menjadi menghadap Jihan dan menarik kedua tangan Jihan untuk digenggamnga di pangkuannya.

"Kita pastiin di satu kota aja. Gimana kalo Bandung?"

Perlahan, ada binar harapan dari mata indah milik Jihan. Tidak perlu waktu lama untuk Jihan menganggukkan kepala dengan senyum terkembang. Membuat Fabian semakin tidak bisa menahan rasa gemasnya dan memilih menarik tangan Jihan yang masih ada di genggamannya dan memeluk gadis itu erat.

"Aku nggak mungkin bisa jauh dari kamu." Bisik Fabian ketika tubuh Jihan sudah sempurna berada dalam pelukannya.

"Apalagi aku." Fabian mendengar balasan dari Jihan yang membuat Fabian semakin mempererat pelukannya.


Kala HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang