CHAPTER 1

61 7 4
                                    

Senin pagi yang cerah sekarang ini entah mengapa begitu berbeda. Anginnya sepoi-sepoi, buruh berkicau menyanyikan setiap iramanya, bahkan sampai cekcokan anak sekolah yang kini sudah mulai datangpun terdengar.

Senin pagi ini tak ada upacara bendera seperti biasanya. Katanya sih ada tamu agung yang mau mengunjungi SMA GANESHA ini.

Seorang cewek terlihat sedang berdiri di depan teras kelas 11 IPA 1 itu dengan masih mengfokuskan pikiran serta pandangannya pada buku filsafat kuno miliknya itu. Entahlah apa yang dipikiran cewek itu, seharusnya seorang remaja lebih suka bermain daripada membaca, terlebih membaca buku filsafat yang sudah usang sekaligus membosankan. Tapi itu orang lain, tidak bagi cewek cantik yang satu ini.

Cewek ini unik. Cantik, cuek, tertutup, dingin, dan lebih suka bermain dengan buku-buku usang. Aneh memang, itu benar karena dia berbeda.

"Heh, lo ngapain masih mangkal di sini. Masuk yuk." Ajak temannya yang tiba-tiba saja muncul di depannya. Tentu saja dia tidak menyadari kapan awal kemunculan sahabatnya itu. Ia terlalu fokus terhadap bacaannya itu.

Felixa Adeanora, itu lah namanya. Biasa dipanggil Felixa. Cewek 16 tahun dengan rambut lurus panjang, badan bak model, dan tingginya yang normal saja. Dan satu lagi, kacamata, kacamata yang tak pernah lepas saat ia sedang membaca.

Felixa menatap sipit ke arah sahabatnya, Rynsa. Rynsa Aprilia. "Kapan lo dateng, Ryn? Tiba-tiba nongol di sini ntah kapan dateng, kayak dedemit lo,"

"Bangke, gue bukan dedemit. Sorry ya, nggak ada dedemit seabstrak gue," Katanya.

"Ngakakin jangan, Ryn?"

"Udah ah, masuk aja yuk. Capek ni berdiri mulu."

Felixa akhirnya menutup buku filsafatnya dan melepas kacamatanya. Ia dan Rynsa masuk ke kelasnya. Sudah ramai memang suasananya, inikan hari senin dan seharusnya ada upacara. Tapi karena sekolah sedang kedatangan yang katanya tamu agung itu, jadi sepertinya hari ini bakalan free class.

Beginilah anak SMA jaman sekarang, bahkan free class sudah dijadikan momen seperti surga disekolah, bahkan jika dibandingkan dengan libur panjang sekalipun.

"Alrin kemana ya? Belom keliatan tuh bocah?" Tanya Felixa binggung.

"Gini ya Fel, gue mau nanya sama lo," Rynsa meletakkan tas channel keluaran terbarunya ke bangku tempat ia duduk. Ia tatap mata Felixa. Felixa meresponnya hanya dengan tatapan binggung mengistaratkan kata 'apa'.

"Lo itu polos, bego, ato apa sih. Jangan harap deh si Alrin bakalan dateng jam segini. Apalagi dia udah tau sebelum kita kalo hari ini nggak ada upacara. Belom peka juga deh lo." Lanjut Rynsa.

"Em, ya sorry. Gue kan lupa, makanya nanya lo. Amnesia musiman, hehehe."

"Makanya jangan terlalu sering baca buku aneh kayak gitu. Ntar lo ikut jadi aneh," Ucapnya sambil menunjuk buku itu.

"Kok malahan jadi buku yang disalahin. Nggak ada hubungannya juga kali. Gue suka baca bukukan biar gue pinter, biar lo bisa nyontek gue. Hahaha." Mereka berduapun malah tertawa bareng. Tidak bisa dipungkiri memang bahwa sebenarnya Rynsa dan Alrin bergantung pada Felixa jika ditanya soal otak. Tapi bukan karena itu mereka bertiga bersahabat. Menurut mereka membantu sesama sahabat itu lumrah. Dan Felixa tidak pernah mengganggap sahabatnya sebagai parasit atau sejenisnya. Karena apa, karena kedua sahabatnya itu bakal terus mendukung Felixa dalam keadaan apapun, bahkan keadaan paling sulit sekalipun. Dan itu sudah terbukti dengan kejadian kelam di masa lalu Felixa .

"Hahaha, bener juga Fel. Gue mah kalo nggak ada lo nggak bisa apa-apa," Mungkin bagi orang lain kalimat yang dikatakan Felixa menyakitkan, tapi tidak dengan Rynsa, baginya semua ini cuma bagian dari candaan yang sering mereka bertiga lakukan.

AFRAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang