CHAPTER 4

35 4 0
                                    

Di mulmed itu visual Daffa yaa,

****

"Lo beneran nyamperin gue dan nungguin gue disini?" Tiba-tiba datang suara cowok yang sudah tidak asing di telinganya terdengar.

DAFFA.

Mereka berdua sontak kaget dengan kehadiran Daffa.

Mereka berdua berdiri di depan Daffa. Terlihat Daffa sudah memakai pakaian santai. Sepertinya ia memang sudah pulang duluan tadi.

Felix melirik sadis meneliti setiap inchi Daffa. Dari kaki sampai rambut tidak ada yang terlewatkan.

"Ngapain lo ngeliatin gue gitu? Gue ganteng? Udah tau, jadi liatnya biasa aja."

"Mana janji lo? Katanya gue disuruh ke kelas lo. Gila aja si lo, gue sama Rynsa udah sejam nunggu." Ucap Felix sarkas.

"Gue lupa tadi, dan gue ngira lo nggak bakal ke kelas gue cuma buat ngambil sampah lo.'

"Itu buku bukan sampah!" Bentaknya,"Terus ngapain lo ke sini lagi? Baru inget sama janji busuk lo itu?"

Rynsa yang sedari tadi hanya menjadi penonton hanya bisa melongo binggung tidak tau harus apa. "Udah Fel, nggak usah pake emosi deh," Katanya menenangkan Felix.

Tatapan tajam kini Felix tujukan ke Daffa. Daffa yang melihatnya malah tertawa tipis. "Gue kesini cuma mau ngambil ipot gue yang ketinggalan di laci meja. Lagian gue heran, buku kuno kayak gitu aja lo pertahanin,"

"Nggak usah banyak bacot, mana buku gue?!"

Daffa yang daritadi dihujani kemarahan Felix malah cuma santai. Dan sekarang dia berjalan ke dalam kelas untuk mengambil ipotnya. "Ada, ketinggalan di rumah gue," Jawabnya santai

"Mau lo apa si? Sejam gue nunggu, dan sekarang seenak jidat lo, lo bilang bukunya ketinggalan? Punya otak nggak lo?" Gertaknya nyaris di depan muka Daffa, lebih tepatnya leher Daffa. bahkan Felix sampai harus jinjit hanya untuk menyetarakan tinggi mereka yang selisihnya memang terlihat signifikan.

Daffa mendorong tubuh Felix. "Santai aja kali, besok gue bawa buku lo. Gue yang nyamperin lo ke kelas lo. Sekarang gue mau pulang."

Daffa pergi begitu saja sambil memakai earphone kesayangannya.

Tapi tiba-tiba ia berhenti dan berbalik. "Oh ya, karena lo udah nggak sopan sama gue. Gue mau temen lo itu pulang bareng gue."

Rynsa tertegun, kaget, sekaligus senang. Secara dia mau di ajak pulang bareng sama Daffa.

"Kuping gue nggak salahkan? Ini bukan mimpikan?" Batin Rynsa yang masih tidak percaya. Ia mencubit pipinya sendiri mamastikan bahwa itu bukan mimpi.

"Awhh," Rynsa mengaduh kesakitan. Setelah itu ia malah senyum-senyum nggak jelas.

"Jadi lo minta sahabat gue jadi tumbal buat lo? Lo kira sahabat gue apaan hah?"

"Oh, yaudah serah lo. Buku lo nggak bakal balik," Daffa pergi lagi.

"Sialan, kesempatan emas gue kelewatan." Batin Rynsa mengerutu.

AFRAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang