CHAPTER 2

36 4 0
                                    

"Minggir lo," Kata cowok itu ketus. Rynsa tidak menyangka bahwa imajinasinya terlalu tinggi saat itu. Bahkan Rynsa sudah ge-er dulu.

"Shit! Gue kira mau nyamperin gue." Umpat Rynsa kesal dalam hati.

Rynsa sangat kaget dan sekaligus malu. Malu pada dirinya sendiri dan juga pada semua cewek yang ada di sini. Persetan memang dengan situasi seperti ini.

Felixa sedari tadi tidak tau apa yang terjadi. Mata dan pikirannya tidak pernah lepas dari buku filsafatnya itu. Ia memang lebih memilih membaca buku ketimbang melakukan sesuatu yang menurutnya tidak penting. Dan situasi sekarang inilah yang menurut Felix membuang-buang waktu.

Cowok itu melewati posisi Rynsa. Tentu semua cewek yang berkerumun kaget. Cowok itu perlahan mendekati seseorang. Seseorang yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Felix.

"Hey," Kata cowok itu santai. Tidak ada respon dari Felix. Ia masih saja terfokus dengan bacaannya. "Hey," Katanya sekali lagi. Felix hanya meliriknya dari balik kacamata yang bisa ia gunakan untuk membaca. Ok, Felix hanya sekedar melirik dan kepalanya masih menunduk kebacaannya. "HEY, LO BUDEG!" Kata cowok itu dengan nada yang cukup tinggi. Dan yeah, Felix hanya sedikit meliriknya dan kembali fokus pada bacaannya.

Merasa diacuhkan, tanpa permisi cowok itu mengambil paksa buku dari tangan Felix. Felix mulai ambil alih. Ia lepas kacamatanya dan menatap tajam mata cowok itu bak ibis.

"APA?!" Ketus Felix dengan nada yang tinggi. Felix memang begini, ia acuh dengan orang yang tidak ia kenal. Makanya itu ia tidak terlalu banyak mengenal seseorang di Ganesha ini. Justru sebaliknya, Felix sangat terkenal di Ganesha ini. Bagaimana tidak, wajahnya cantik, tubuhnya bak model, ditambah lagi otak Albert Eintsein yang ia miliki. Semua orang memandangnya sempurna. Ia merupakan cewek the most wanted di Ganesha. Tapi banyak juga yang benci padanya. Mereka memandang Felix angkuh dan sombong. Ia memang tidak melakukan pembullyan, tapi ia cuek jika ada yang menyapanya.

"Punya kuping nggak lo?! Bisu? Gue sapa nggak nyaut?!" Bentak cowok itu.

"Sok kenal!" Jawabnya santai.

"Sok iya banget lo, niat gue baik. Nggak usah jutek-jutek bisa?!"

"Lantas apa masalah lo. Ini idup gue, gue yang nentuin. Terserah gue mau apa. Itu bukan urusan lo!" Tantangnya begitu berani.

"Gue juga punya otak. Gue tau itu idup lo. Tapi gue nyapa lo bener, lonya malah gini. Dasar nggak tau diri lo!"

"Atas dasar apa lo ngatain gue nggak tau diri, hah?!"

SKAKMAT!!

Benar memang, tak ada dasar apapun. Mereka berdua saja tidak saling mengenal walaupun hanya tau sekedar nama.

Cowok itu hanya diam tak merespon. Tatapannya menajam.

"Nggak bisa jawab kan lo. Makanya nggak usah sok. Lo pikir lo siapa mau ngatur idup gue? Siapa?!" Amarahnya dengan dagu ke wajah cowok itu. Terlihat jelas wajah angkuhnya.

Mereka berdua saling memberikan tatapan yang sama-sama tajamnya.

"Dan sekarang lo nanya gue siapa? Hah?! Persetan memang dengan ini." Jawab cowok itu remeh. "Gue ini cucu pemilik sekolah ini. SEKOLAH ini! Denger kan?" Katanya menekankan kata 'sekolah'.

Felix membalasnya dengan tatapan remeh. Ia meludah sembarang tanda keangkuhannya. "Cuma itu? Hah, gitu aja gaya lo udah selangit. Ati-ati aja, di atas langit masih ada langit." Katanya meledek.

"Oh, jadi lo mau macem-macem sama gue. Ok, lo mau gue bikin lo dikeluarain dari sekolah ini?!" Katanya sambil mengangkat dagu Felix kasar ke arahnya.

AFRAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang