•TIGA•

54 12 0
                                    

Brukkkkk.

Dengan lemah gadis itu menghempaskan tubuh nya di atas kasur yang berukuran besar. Lelah setelah pulang menghadiri acara Pentas seni sekolahan. Menatap langit-langit kamar. Terdengar rintik hujan mulai turun. Sungguh cuaca malam ini seakan mengejek gundahan hatinya. Rintik pun menjadi-jadi, hujan malam turun tanpa aba-aba.

Hilang semua janji dan semua mimpi-mimpi indah yang pernah terbangun kokoh lalu kini hancur berkeping-keping. Hanya tersisa beberapa kepingan yang tertingal, yang belum bisa hilang. Seperti kenangan, ada yang telah hilang dan masih ada yang tersimpan. Sama seperti saat ini gadis yang selalu di hantui kenangan. Terlalu sulit melupakan seseorang hingga pada akhirnya kita yang sengsara.

Gadis itu sangat-sangat sulit untuk melupakan mantan kekasih nya tak lain Hafiz Algifari. Banyak kenangan yang terlukis dihati dan sulit untuk di hapus.

Kembali ia bergerak ke arah meja belajar, mengambil satu pena yang berada di tempatnya. Tapi, sejenak terhenti karna ada bunyi yang berasal dari handpohne gadis itu.

 Tapi, sejenak terhenti karna ada bunyi yang berasal dari handpohne gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tadi siang pesannya. Baru terkirim sekarang," batin gadis itu.

Pesan itu hanya diabaikannya lalu di endchat. Halnya karna gadis itu sungguh tidak menyukai seorang Demas. Mulai dari tingkah laku laki-laki itu hingga ia memperlakukan wanita dengan kasar.

"Line!"

Kembali terdengar bunyi dari handphone gadis itu.

Kembali terdengar bunyi dari handphone gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aaaaargghhh!" kesal gadis itu.

Pesan itu hanya dibaca kembali di hapusnya. Ia kembali untuk menulis.

Malam ini, kembali aku tuliskan tentang isi hati ku. Bersama hujan yang seakan meledekku. Air hujan yang jatuh bagaikan air mata yang aku wakilkan untuk hari ini. Untuk pertama kalinya aku ingin menulis tentang seorang yang aku benci. Sangat aku benci. Ingin ku abaikan, tapi dia seakan terus-menerus menghantui ku seperti masalalu. Dia bernama Demas Bayunugraha. Aku benci dia. Aku gak suka cara dia memperlakukan perempuan yang selama ini aku lihat. Mengapa harus ada dia. Intinya aku benci. Benci. Beci Demas.

"Lah gue ngapain nulis Demas ya? Arghhh kusut bener ni pikiran gara-gara cowok itu," kesal Agatha pada dirinya sendiri.

•••

Pagi-pagi sekali Agatha telah sampai di sekolah. Ia sengaja untuk datang lebih pagi karna ia merasa jenuh untuk berada di rumah yang karam.

"Woy taa! Tumben cepet, biasa nya aja lama banget kaya siput," seru Kanaya.

"Eh lo juga tumben cepet biasa telat juga, malahan lebih lama dari gue. Malah sering bolos lu," balas gadis itu.

"Ya gue pengen aja datang cepet, dan pas gue mau ke kelas gue lirik kelas ini eh taunya ada lo, yaudah gue samperin," jelas kanaya.

"Gak nanya Nay," balas Agatha sambil menggelengkan kecil kepalanya seakan mengejek sahabatnya itu.

"Alah bangsat lo Ta!" balas Kanaya dengan kesal.

"Udah ah gue mau ke kelas aja, lo sibuk nulis gak jelas," ucap Kanaya dengan geram.

"Yaudah sana. Ntar istirahat ngumpul di kantin oke," ucap gadis itu tanpa melihat wajah sahabatnya.

Tok tok tok tok.

"Apalagi si Kanaya?!" bentak gadis itu lalu melihat ke arah pintu.

"Loh kok Kanaya?" jawab laki-laki itu binggung.

"Lah kok lo sih?" balas gadis itu.

"Gue Demas yang ganteng Ta hehe," ucapnya sambil cengar-cengir.

"Kirain Kanaya, soalnya tadi dia kesini dan bacotan," balas gadis itu malas.

"Ohh iyaiya ta. Pinjem buku Fiskia Mandiri nya," mohon Demas memasang muka melas.

Segera dengan cepat gadis itu mengambil buku dengan cepat.

"Nih, yaudah sana pergi. Ntar balikin," ucap gadis itu cetus seraya memberikan bukunya pada Demas.

"Tapi gue masi mau disini, gimana dong?" cengir laki-laki itu.

"Pergi atau gue ambil lagi bukunya!" bentak gadis itu.

"Galak," seru Demas sambil berlari ke luar ruangan kelas Agatha.

•••

Percuma untuk dikenang, percuma untuk disesali dan percuma menjatuhkan air mata untuk hal yang tak berguna. Inilah kenyataannya sekarang, jika di tangisi, semua akan sia-sia. Dasarnya waktu tidak bisa di ulang kembali. Hanya bisa di kenang.

"Di kenang mulu Ta," spontan kata itu diucapkan Naura yang tiba-tiba udah datang ke dalam kelas Agatha.

"Loh? Kok lo?-"

"Udah gue tau kok. Yaudah lupain, kita ke kantin," ajak Naura seraya menarik tangan gadis itu.

Agatha bangkit dari duduk nya dan merapikan buku yang ada di atas meja. Tak lama kemudian Kanaya dan Artha datang menghampiri Agatha dan Naura. Mereka berjalan ke kantin sekolah, menempati makras permanen mereka.

"Tata laper ya? Mau gue suapin gak makannya ta?" ucap Demas yang tiba-tiba datang dari belakang Agatha dan mengambil posisi duduk di sebelah Agatha dan di sebelahnya Kanaya.

"Nggak, makasi," cetus gadis itu.

"Tapi-" suara Demas terpotong saat telinga kirinya di jewer oleh seseorang.

"Tapi apa? Pinter kamu ya. Sudah saya suruh selesaikan remedial kamu, tapi malah ke kantin. Cepat selesaikan!" bentak Ely Susanti guru Fisika.

"Noh mampus lu. Dasar buaya," cetus Naura.

"Nah ibu tau kalo saya pinter, tapi kok nilai saya ibu kasih merah," protes Demas.

"Demaaaaaas!" teriak guru itu sambil menarik telinga laki-laki itu lebih kuat lagi.

"Aaaaaa! sakit bu, sakit, ampun," ringisnya.

"Hahahaha ngakak so hard woy," teriak Artha dengan suara yang sangat lantang tanpa malu-malu.

Berjalan keluar dari hingga punggung Demas dan Ely tak terlihat setitik pun.

"Huh capek! capek! capek!" keluh Agatha.

"Udahlah diemin aja ta," ucap Naura.

"Iya diemin aja, buaya gitu," sambung Kanaya.

"Hati-hati aja ta, ntar cinta," ledek Artha.

"Lo apa-apaan sih," kesal gadis itu.

"Makanan datang," seru bude Tini.

•••

TBC


Selamat sore
22 Maret 2017

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang