2 - Sabar itu, Aku

6.1K 1.1K 91
                                    

Hingga adzan subuh berkumandang di luar sana, Vina masih belum bisa memejamkan matanya. Wanita itu terduduk di sofa seraya mencuri-curi pandang pada pintu kamar yang ditempati oleh Bagas dan perawat barunya. Ia sedang waspada, takut jika Nia bertindak macam-macam pada suaminya ketika ia tertidur.

Kenyataannya, pintu kamar keduanya tertutup dengan rapat dan tidak ada suara apapun yang terdengar dari sana. Nia tidur, begitu pula Bagas—sepertinya—karena Vina sempat mendengar Bagas meminta Nia untuk membantunya berbaring.

Ironis, betapa Vina ingin sekali mendapatkan perintah itu dari Bagas.

Vina menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Biasanya ia dan Bagas menonton TV bersama di sini. Bagas selalu ingin tertidur di atas pahanya tetapi Vina tak pernah mau, yang dilakukan Vina adalah menceritakan kesehariannya bersama Fail sementara Bagas hanya akan tersenyum seraya mendengarkannya. Sekarang ... jangankan tersenyum, melihatnya saja Bagas tidak sudi.



***


"Ibu, bangun ... sudah waktunya sarapan."

Vina terperanjat, ia bangun dari tidurnya dan memegangi kepalanya yang terasa sakit. Ia menatap Nia yang tersenyum seraya memakai celemek kemudian mengerutkan kening, "Jam berapa sekarang?"

"Jam tujuh bu, saya baru selesai masak sarapan untuk pak Bagas, saya juga membuatkannya untuk ibu. Ibu mau makan sekarang?"

Vina masih memegangi kepalanya. Tidak tidur semalaman lalu terbangun dengan sangat cepat ketika ia tertidur benar-benar menyiksa. Ia tidak menjawab pertanyaan Nia. Bangkit dari sofa, Vina berjalan ke arah kamarnya, ada Bagas berpapasan dengannya di dekat dapur.

"Aku kira kamu memang berubah Vin, ternyata satu hari aja ya? ke sananya tetap saja. Kamu bangun kesiangan, dan mungkin kamu lupa kalau kamu harus siapin sarapan buat aku."

Rasa sakit di kepalanya hilang karena ia merasakan rasa sakit yang lebih dahsyat lagi atas ucapan Bagas kepadanya. Manusia yang penuh dosa sepertinya memang selalu diragukan ketika hendak memperbaiki hidupnya. Bagas tidak tahu saja, betapa ketakutannya ia sepanjang malam hingga menutup mata saja terasa sulit sekali baginya.

"Aku nggak tidur Gas, aku nungguin kamu di sini."

"Aku nggak minta kamu tungguin."

"Memang kamu nggak minta, aku yang mau."

"Kenapa? kenapa kamu harus nungguin aku di saat aku nggak minta kamu untuk melakukan hal itu, Vina?"

Vina tidak menjawabnya, ia hanya tersenyum tipis kepada suaminya.

"Karena aku sadar aku mencintai kamu Gas, dan aku takut ... melewatkan waktu sedikit aja, sementara kamu semakin jauh dari aku. aku takut ... Nia bisa melakukan sesuatu, kalian semakin dekat dan aku—"

"Kalau soal makanan, Lagian kalau aku bikin makanan buat kamu, apa kamu mau makan itu? semalam pun kamu makan masakan Nia, sementara masakan aku nggak kamu pedulikan."

Ingatan akan semalam kembali menghunus dadanya. Mata Vina berkaca-kaca, keegoisan mendorongnya untuk pergi ke dalam kamar sementara hatinya menahannya untuk tetap di sini bersama Bagas.

"Tapi setidaknya kamu bisa berusaha, dan menunjukkan kalau kamu memang benar-benar berubah."

Harus bagaimana mengatakannya? Vina tidak tidur, dan ia tiba-tiba saja tertidur, ia sendiri juga tidak ingin melakukannya. Kalau Vina tahu ia akan tertidur, ia lebih memilih untuk berlari-lari saja di dalam rumah.

Till I Reach You - Vina & Bagas story [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang