7 - Untuk Pertama Kali

6.8K 1.4K 103
                                    

 "Gas, latihan jalan yuk sama aku, sambil cari udara segar di luar, kasian taman rumah kita dianggurin," ajakan Vina terdengar begitu menggugah, suaranya mampu menembus hingga relung hati Bagas, pria itu nyaris menganggukkan kepala untuk menyetujui ajakan Vina, tapi ia menahannya, Bagas diam di tempat dan tak menjawab apa-apa.

"Gas, ayo dong ... latihan jalan ya, sama aku. Biar kamunya cepet sembuh, nggak bosen gitu di kursi roda terus?"

Kalau berbicara soal kebosanan, rasanya bukan bosan lagi. Bagas sudah ingin melemparkan kursi roda ini sejak lama karena memakainya terlihat begitu menyedihkan, tetapi ia sendiri masih belum bisa berjalan dengan benar sehingga keinginannya belum bisa ia wujudkan untuk sementara.

"Bagaaas, yah ... Kamu kan udah terapi sekali, jangan sampai terapinya ngulang lagi karena kamu nggak latihan."

Sekarang Bagas berbalik, tatapannya begitu dingin, sudut bibirnya tertarik hingga menampilkan sebuah senyuman sinis untuk Vina, "Kamu udah nggak tahan liat aku di kursi roda?"

Ada sebuah keterkejutan dari sorot mata Vina, wanita itu menggeleng dengan cepat, "Aku cuman mau bantu kamu supaya kamu cepet sembuh Gas."

"Dan memangnya kamu mau apa kalau aku sembuh Vina? kamu udah nggak tahan punya suami cacat kayak aku?"

"Ya ampun Gas, nggak pernah sekalipun aku mikirin hal itu. mau kamu cacat, mau kamu gimana pun, kamu tetep suami aku, kamu yang paling penting buat aku Gas, aku peduli sama kamu."

"Peduli? Atau malah kasihan?"

Vina tersenyum, "Aku nggak pernah merasa kasihan sama kamu, justru sebaliknya kan? kamu yang merasa kasihan sama aku."

"Aku tahu kok Gas, aku terlihat begitu menyedihkan. Aku seorang istri yang nggak pernah berbakti, nggak bisa berguna sama sekali, aku tahu itu, dan aku juga sadar atas setiap kesalahan aku. Makanya, aku coba perbaiki semuanya, tapi kalau kamu gini terus, apa yang bisa aku perbaiki? Di sini hanya aku yang berusaha untuk memperbaiki, kamu nggak Gas. Aku nggak tahu apa yang terjadi sama kamu sampai kamu bisa—"

"Aku mau tidur, kamu bisa keluar dari kamar ini."

Belum menyelesaikan apa yang hendak dikatakannya, Bagas malah lebih dulu mengusirnya. Baiklah, tidak apa-apa ... sudah cukup untuk hari ini. Vina tersenyum, wanita itu berbalik dan keluar dari kamarnya sementara Bagas, ia mengendurkan kepalan tangannya. Tidak tahu juga sejak kapan ia mengepalkan tangannya dengan erat,

Pria itu menatap pintu dengan senyuman miris, ia yakin Vina tidak akan kembali lagi, wanita itu akan memasak di jam seperti ini dan masuk ke dalam kamarnya satu jam kemudian untuk memberitahu dirinya bahwa makanan sudah siap.

Tatapan Bagas turun pada kakinya, dengan perlahan ia mencoba untuk bangkit dari kursi roda. Dengan perlahan ia gerakkan satu kakinya untuk berjalan, sulit sekali, bahkan kakinya sampai gemetaran. Bagas menelan ludah, ia menggerakkan lagi satu kaki kirinya untuk melangkah, kali ini rasanya lebih sulit, ia bahkan merasakan peluh dahsyat di dahinya.

Pria itu mengingat-ingat proses terapinya, tentang apa yang dokter katakan padanya bahwa apa yang akan terjadi dengan dirinya adalah sesuai dengan apa yang muncul di pikirannya, sugestinya. Bagas bisa! Ia yakin ia bisa berjalan menuju kamar mandi.

Satu langkah, dua langkah, ia berhasil, Bagas memejamkan mata, baiklah ... perlahan-lahan, tidak usah memaksakan dirinya. kunci dari setiap kesembuhan adalah keyakinan dari diri kita sendiri. Bagas yakin ia bisa, maka ia menggerakkan satu kakinya lagi, walau rasanya malah semakin sakit, tapi ia menahannya hingga satu kakinya melangkah lagi.

Pria itu berbalik, menatap kursi roda yang masih bisa ia raih. Sial, sudah susah payah tetapi ia hanya maju berapa langkah saja.

Memejamkan matanya lagi, Bagas mulai tidak sabar, ia mempercepat gerakan kakinya, hingga sakit itu mulai menyiksa dan berakhir dengan membuatnya ambruk di atas lantai.

Till I Reach You - Vina & Bagas story [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang