Malam, bagi orang lain hanyalah sebuah keadaan ketika matahari telah tenggelam di ufuk barat. Ketika langit telah gelap dengan bulan dan bintang bersinar terang. Tapi, malam bagiku bukanlah sekedar kegelapan yang ditunjukkan oleh langit luas di atas sana.
Malam bagiku adalah, saat yang tepat bagi hati sempit di bawah sini untuk menunjukkan apa yang selama ini disembunyikannya. Malam bagiku adalah, ketika aku bisa mengatakan semua yang kurasakan dengan jujur. Malam bagiku adalah,
Ketika aku, berbicara tentangmu lagi.
*
"Kau belum tidur, Jinseob-ah?"
Suara Doha Hyung yang mengalihkan perhatianku dari laptop yang terbuka di atas meja makan. Dia baru saja selesai mandi rupanya.
"Seperti yang kau lihat, Hyung." Kusempatkan untuk menunjukkan sebuah senyum kepadanya seraya melirik 'amunisi perang'-ku. Satu cup mie instan, segelas minuman hangat, dan sebuah kotak cokelat di samping laptop. "Pejuang hubungan jarak jauh."
Senyumnya turut mengembang di ujung kalimatku. Sebuah senyum lembut dengan kilat khawatir yang dapat kulihat di matanya yang menyipit. Aku tahu, dia tahu aku akan baik-baik saja.
"Jangan tidur terlalu pagi, okay?"
"Call."
Dengan sebuah acungan jempol, Hyung tertua di rumah ini itu beringsut ke luar dari ruang makan, kembali ke kamarnya. Pukul dua pagi, semua orang di rumah ini sudah tidur. Sekarang adalah waktu yang sempurna untukku, dan kekasihku.
"Halo, Jinseob-ah." Suara renyah dan senyum gadis itu terpampang di layar laptop setelah kutekan beberapa tombol. Jelas terlihat sinar matahari yang menyusup di balik tirai kamarnya yang hanya terbuka sebagian. "Di sana pasti sudah lewat tengah malam, benar? Di sini masih pukul sepuluh pagi."
"Ya, di sini pukul dua pagi. Bagaimana pagimu?"
"Ah, maaf. Kau seharusnya beristirahat sekarang. Latihan hari ini pasti sangat berat untukmu."
"Tidak, tidak." Reflek kugelengkan kepala karena kalimatnya. "Aku sama sekali tidak lelah. Melihatmu membuatku merasa bersemangat daripada lelah."
"Aih... Dari mana kau belajar mengatakannya?" kemudian tawa kecilnya yang pecah terdengar. Menyenangkan. "Bagaimana hari ini, Jinseob-ah? Apakah sesuatu yang bagus terjadi?"
"Tak ada yang spesial. Semuanya berjalan biasa saja hari ini. Bagaimana denganmu?"
"Hariku, entahlah?" tawa kecilnya kembali terdengar meskipun tak serenyah yang sebelumnya. Tak semenyenangkan sebelumnya. "Apa kau makan mie instan lagi?"
Dibawa tubuhnya untuk lebih condong ke kamera, mencoba melihat apa yang kugenggam dengan lebih baik. Itu adalah ketika kusadari bagaimana hitam dan besar lingkaran di bawah matanya. Rasa bersalah terasa merambat di dadaku sebelum bisa kucegah.
"Apakah harimu berat?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Kim Jinseob. Kau makan mie instan lagi. Bukankah kau sudah berjanji padaku untuk tidak akan memakannya lagi?" Tubuh kurus itu duduk dengan tegak di kursinya dengan tangan menyilang di depan dada dan bibir mengerucut. Menggemaskan. "Kau mengingkari janjimu."
"Baiklah, baiklah. Aku akan berhenti memakannya." Kuletakkan mie instan yang belum sempat berkurang itu di samping laptop. Menyerah. Mana mungkin aku bisa menang jika dia terlihat begitu menggemaskan? "Jadi, bagaimana harimu? Kau masih tak ingin menceritakannya?"
"Baiklah, karena Jinseob-ku sudah menjadi mie baik." Senyum itu kembali. Membuat dadaku terasa hangat setiap kali melihatnya. "Aku akan menceritakannya dengan senang hati."
YOU ARE READING
Listen to The Night
FanfictionFanfiction compilation of Boys24. Stories by: Nana Cho and Hanee (itshanee314) Poster by: Flo Shim