Satu.
Dua.
Tiga.
Whoop!
Pijakan kakiku pada tanah mengirim tubuhku untuk melambung tinggi bersama ayunan kayu yang menjadi tempatku duduk. Rantai besinya yang kugenggam terasa dingin karena angin malam musim dingin, yang juga bertiup menerbangkan beberapa helai rambut yang berhasil menyelinap keluar dari tudung merah yang menutup kepalaku. Menggelitik pipiku yang terasa hampir membeku karena suhu -5⁰C di luar sini. Tapi, entah mengapa daripada masuk ke dalam apartemen hangat di belakang sana, ayunan dingin ini lebih menggoda untukku.
Dulu, satu lambungan yang tinggi dapat menerbangkan semua beban pikiranku dan membuatku tertawa riang. Dulu. Sekarang, meskipun ini masih membuatku merasa ringan, kurasa ini tak lagi seringan dulu.
"Apa ini? Red riding hood?"
Suara seorang lelaki yang familiar mengundang kakiku untuk berpijak pada tanah, menghentikan lambungan ayunan dengan instan. Menolehkan kepala ke belakang, kudapati seorang lelaki dengan senyumnya di belakang sana. Di depan mesin penjual minuman kaleng.
"Kau serigalanya?"
Hanya tawanya yang terdengar menjawabku, mendahului suara kaleng minuman yang keluar dari mesinnya kemudian. Yang selanjutnya kudengar adalah langkah dari sepasang kaki mendekatiku yang mulai mengayun perlahan lagi. Walaupun tak setinggi sebelumnya, tapi bukankah ayunan harus selalu mengayun?
"Milk tea?"
Aku tak tahu apakah pertanyaan itu ditujukan sebagai penawaran atau apa, yang kutahu hanya ada sekaleng teh susu hangat yang telah terbuka terulur di hadapanku. Apakah aku bisa menolaknya? Tentu saja tidak.
"Terimakasih, Louoon Oppa." Kukembangkan senyum dengan pandangan mengikutinya yang mengambil ayunan di sampingku dengan sebuah kaleng berwarna hitam di tangan kanannya. "Americano?"
"Selalu bagus setelah satu hari yang melelahkan, benar?"
Arloji yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul sembilan malam, dan lelaki itu baru saja membuka satu kaleng Americano-nya. "Bagaimana bisa sesuatu yang menjagamu untuk tetap terjaga menjadi bagus untuk satu hari yang melelahkan? Bukankah itu hanya akan membuatmu semakin lelah?"
"Um..." telunjuk tangan kirinya bergerak-gerak seperti wiper kaca mobil di depan wajahku sementara disesap kopi hitam di tangan kanannya. "Apa kau benar-benar kekasih dari seorang calon Idol? Kami terbiasa melakukan sesuatu sampai kami benar-benar sangat lelah. Bagaimana bisa kau belum memahaminya, Na Yeonju?"
"Ah, jadi itu sebabnya Youngdoo Oppa selalu berlatih seakan dia akan mati besok."
Kusesap teh susu di tanganku seraya memijakkan kaki, memberi ayunan ringan pada tubuhku. Mengingat Youngdoo Oppa berlatih, entah mengapa aku menjadi sebal sendiri. Kadang aku benar-benar ingin mengikatnya agar dia tak bisa berlatih. Melihatnya berlatih sebanyak itu saja sudah membuatku merasa lelah. Bagaimana mungkin dia tidak?
Setidaknya, ada hikmah dibalik cideranya kemarin. Dia bisa beristirahat dengan lebih baik.
"Apa sekarang kau merasakan apa yang dulu kurasakan?"
Kalimat Louoon Oppa menarik kepalaku untuk menoleh ke arahnya dengan kepala dimiringkan dan alis berkerut, "Apa yang dulu Oppa rasakan?"
"Cham! Kau terus belajar seakan kau akan mati besok, Na Yeonju."
Dapat kurasakan tangan hangatnya yang mengacak ujung kepalaku dengan gemas. "Yaa yaa yaa Oppa!" Mengacak rambutku yang sudah cukup acak-acakan karena angin malam. Aku merasa sangat sebal seperti ini, bagaimana dia bisa tertawa lepas seperti itu? "Apa Oppa ingin mati besok?"
YOU ARE READING
Listen to The Night
FanficFanfiction compilation of Boys24. Stories by: Nana Cho and Hanee (itshanee314) Poster by: Flo Shim