Nisa merebahkan tubuhnya di kasur. Menghela napasnya panjang dan sesekali memejamkan matanya.Kamarnya indah, seperti kamar cewek kebanyakan tapi lebih ke warna putih dan hijau tosca. Di tengah kamar terdapat satu ranjang ukuran sedang dengan sprei dan bed cover berwarna putih dan hijau tosca dengan motif abstrak, tepat di bawah ranjang, lantainya dilapisi dengan karpet bulu warna putih. Di kerangka ranjang itu terdapat tiga laci yang diisi dengan novel-novel koleksi Nisa. Di samping ranjangnya ada rak kecil bewarna putih. Bagian atas rak itu diletakan lampu tidur dan kalender meja yang sudah dicorat-coret dengan spidol berwarna. Di dinding sebelah kanan terdapat lemari geser besar berwarna putih.
Di depan ranjang terdapat tv LED yang tertempel di dinding. Di sebelah kanannya terdapat meja belajar Nisa yang penuh dengan buku-buku. Sedangkan di sebelah kiri terdapat pintu yang memghubungkan kamarnya dengan kamar mandi. Lantainya tak beralas keramik melainkan lantai kayu berwarna cokelat tua. Kemudian, diding sebelah kiri adalah pintu kaca yang menghubungkan kamar Nisa dengan balkon depan yang langsung menghadap ke jalanan komplek yang ditutupi dengan gorden warna hijau tosca. Tepat di langit-langit kamarnya, ditempeli miniatur planet-planet keci yang membentuk tata surya dan berbagai gugusan bintang yang jika dalam keadaan gelap akan menyala.
Ingatannya kembali ke kejadian tadi, saat ia menendang Fluffy-nya Aji. Sesakit itu kah? Berlebihan kayaknya.
Nisa juga memandangi tangannya. Tangan yang tadi menepuk keras aset Aji. Tangan yang barusan ia cuci bersih menggunakan detergen. Tangan sucinya sudah tidak suci lagi. Gara-gara Aji.Tapi Nisa masih memikirkan Aji, "Bakal mati gak sih kalo anunya ditendang gitu?" ia bertanya dalam hati.
Aji yang dikenal sebagai Letnannya Kak Roni, masa keserempet gitu aja sampe kayak sekarat. Aneh banget. Nisa mencoba meniadakan pikirannya tentang Aji. Walaupun tentu saja, rasa bersalah terus menghantuinya. Selain rasa bersalah, tentu saja gadis manis itu merasa takut. Sekeras-kerasnya ia memproklamirkan bahwa ia tak takut dengan PKS, tetap saja rasa takut itu ada. Ia takut Aji akan mengusik hidupnya yang tenang.
"Kalo emang Fluffy-nya Aji ga bisa bangun lagi gimana? Mampus aja gua tanggung jawabnya!" ujarnya pelan sambil bangkit dari tidurnya dan berjalan ke luar kamar. Menuju ruang makan.
Di ruang makan, sudah ada ibunya yang sedang mempersiapkan hidangan makan malam. Mulai dari menata makanan, menata piring, dan hal lainnya yang masih berhubungan. Nisa mengambil alih perkerjaan ibunya.
"Ayah mana, Bu?" tanya Nisa sambil menata piring di meja makan. Bertanya kepada ibunya yang sedang memasak makan malam.
"Lagi mandi. Gimana sekolah tadi?" Ibu balik bertanya kepada Nisa. Menanyakan pertanyaan seperti biasa.
"Lancar Bu. Tapi tadi ada masalah sedikit." ujar Nisa sambil duduk di kursi makan. Menunggu ayahnya datang.
Ibu menghampiri Nisa sambil membawa lauk pauk yang tadi dimasaknya, "Tumben. Ada apa?" tanya ibu lembut.
Nisa menghela napas kasar dan menelungkupkan kepalanya di atas meja, "Bukan apa-apa kok, Bu. Enggak terlalu penting."
Di tengah denting penggorengan, suara televisi terdengar hingga ruang makan.
"....Seorang pejabat ditangkap KPK karena kasus korupsi pasir...."
Nisa buru-buru bangkit dan berjalan cepat menuju ruang keluarga. Dia menatap televisi yang menyala. Ditangkapnya gambar bergerak yang sedang menampilkan seorang pejabat ternama yang tengah digiring masuk ke gedung KPK dengan menggunakan baju tahanan. Sesekali tangannya melambai dan tersenyum kepada media.
Nisa meraih remote TV dan segera mematikannya dengan kesal.
"Dasar gila! Udah ketangkep, masih aja senyam-senyum di depan kamera!" Nisa mendumel sambil berjalan kembali ke ruang makan yang ternyata sudah ada ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nisa dan Jenderal
Teen FictionSemua orang juga tau jika Nisa merupakan siswa cerdas. Wajar sih, kerjaannya hanya belajar, belajar, dan belajar. Tapi itu sebelum dia kena masalah dengan Aji. Aji si biang onar, letnan dalam tawuran, anak paling bodoh dalam urusan hitung-hitungan...