Avatar

20 2 0
                                    

Asa menjantuhkan tubuhnya di atas kasur begitu saja. Ia merasakan bahwa hempasannya kali ini sedikit berbeban. Berita yang didapatkan dari sahabatnya mengenai Bakhtiar, jelas membuat Asa semakin tidak karuan. Kenyataan ini benar-benar mengejutkan; lelaki yang pernah singgah di hatinya (bahkan belum terusir sampai detik ini) kini mencarinya. Asa tidak bisa menemuinya. Asa tidak bisa mengulang untuk kedua kali bersama Bakhtiar. Karena, saat ini Ia milik Rega. Bagaimanapun juga Ia tidak mungkin menyakiti hati laki-laki yang selama ini menyayanginya, melindunginya, dan mengistimewakannya. Dosa besar jika Asa tidak memedulikan perasaan Rega dan kembali lagi bersama Bakhtiar.
"Semuanya terlambat Bakh, aku sudah memilih jalanku sendiri. Meskipun namamu masih melekat di hati dan ingatanku, tapi anggap saja aku telah melupakanmu atau bahkan kita tidak pernah mengenal sama sekali. Aku milik Rega sekarang, ya aku milik Rega", gumam Asa lirih sembari memejamkan matanya dan membiarkan terhanyut dalam kekacauan hatinya.
Asa menyadari bahwa suatu saat nanti semua ini akan terjadi. Dan terbukti saat ini.
Ia meraih handphone-nya yang diletakkan di dalam tas ranselnya. Ia mencari nama Rega di daftar kontak teleponnya. Ia berniat untuk menelepon Rega. Seperti biasa, Rega memiliki zat yang luar biasa dalam suaranya. Asa selalu merasa tenang jika Ia mendengarnya.
Setelah 2 kali menelepon tetapi tidak diangkat, Asa mencoba untuk ketiga kalinya dan berharap Rega mengangkat teleponnya.
"Hai Sa, ada apa? Sorry baru aku angkat, tadi masih ada kumpul musik nih jadi nggak denger ada telepon dari princess. He he he jangan ngambek ya", seru Rega ketika mengangkat telepon.

Dan benar saja, zat yang dihasilkan dari suara Rega mampu meluruhkan segala kegalauan hatinya. Asa terdiam sesaat.

"Halo, Sa, jawab dong. Kok, diem, sih? Ngambek?"

"Eh, Ga, ya ampun sorry sorry. Nggak ngambek, kok. Aku telepon cuma mau bilang aja, kalo aku kangen. Iya, Ga, aku kangen banget 1 jam nggak ketemu rasanya kayak sebulan. He he he"

"Kamu kenapa sih? Tumben banget bilang kangen. Lagian kan tadi aku habis jemput kamu, masa udah kangen?"

Jawaban Rega membuat Asa sedikit dongkol. Setiap Asa mengatakan kata kangen, Rega selalu menyurigai Asa.

"Kamu tuh kenapa sih, Ga, ceweknya sendiri bilang kangen aja kamu curiga. Emang nggak boleh kangen sama cowok sendiri?"

Terdengar jelas di seberang telepon Rega menghembuskan nafasnya lumayan panjang.

"Bukan gitu, Sa. Kamu tumben aja manja-manjaan gini ke aku. Biasanya juga ditinggal seminggu keluar kota kamu nggak kangen, kan? Kamu ada apa, sih? Ada masalah? Jangan marah, ya, besok acara musiknya udah kelar kok. Kita bisa jalan-jalan lama, ok?"

"Ya, ya, ya, intinya aku cuma mau bilang aku kangen, Ga. Udah, ya, aku mau mandi. Fighting, Ga! Semoga sukses. I love you"

"Thank you, darling. I love you too"

Asa menutup teleponnya. Ia segera beranjak dari tempat tidur dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia langsung mengambil handuk dan segera membersihkan diri.

***
Adenia memeluk kakaknya yang terlihat jelas sedang merasakan kecewa dan penyesalan yang teramat dalam. Ia ikut merasakan apa yang kakaknya rasakan. Tetapi apa daya, Ia hanya mampu memeluknya, berharap suasana hati Bakhtiar bisa sedikit memulih karena adiknya senantiasa berada di sampingnya.
"Aku bilang ke Kak Dehit, kalau Kak Bakhtiar mencari Kak Asa", Adenia mencoba mengatakan kejadian tadi ketika Ia bertemu dengan Dehit. Bakhtiar semakin menundukan kepalanya. Kini separuh dari dirinya telah pergi.
"Awalnya memang aku ingin bertemu dengannya, dik. Tapi kali ini setelah aku mendengar bahwa Asa adalah milik orang lain, aku sudah tidak memiliki harapan lagi. Aku yakin Asa pasti membenciku, dik. Aku yakin", tak kuasa membendung air matanya, Bakhtiar menangis di pelukan adiknya.
"Aku ingat, kakak pernah bilang kalau hakikat cinta adalah sederhana. Kita akan ikut bahagia kalau seseorang yang kita cinta merasa bahagia. Kak, aku yakin, kakak bisa melakukannya saat ini. Dan aku juga yakin, walaupun Kak Asa sudah milik orang lain, nama kakak masih tetap tinggal di hatinya. Percaya sama aku, kak", Adenia berusaha membangkitkan semangat kakaknya kembali meskipun tidak seratus persen.

Hakikatnya adalah sederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang