11 - Coklat Dari Jananta.

47 7 3
                                    

JANANTA’S POV

Gue gak pernah tau kalo ternyata Keana selalu melalui masalah ini sendirian. Dia selalu nyembunyiin semuanya dan bersikap baik-baik aja didepan gue. Dia selalu sayang sama Shanin dan selalu nanyain kabar Shanin, walaupun gue tau dari dulu Shanin gak pernah mau baik sama dia.

Wajah dia kelihatan capek. Sepulangnya dari pantai, gue mutusin buat nganterin Keana pulang dan mampir di rumahnya dan wajahnyamakin lesu ketika dia tau mamanya belum pulang ke rumah dan di rumahnya cuma ada pembantu.

“Masuk aja Ta, ke kamar. Gue lagi males di luar.” Keana berjalan ke atas tanpa melepas sepatunya dan memasuki ruangan perpintu coklat yang dihiasi rangkaian huruf ‘KEANA’ didepannya. Sementara gue ngikutin dia di belakang. Ini bukan kali pertama gue masuk kamar Keana, dulu gue sering main ke kamar Keana buat bantuin dia bikin tugas dan bantuin dia belajar waktu dia mau ujian nasional.

Keana membaringkan tubuhnya di ranjangnya, masih lengkap dengan sepatu yang tadi dia pake, wajahnya ia tutupi dengan tangannya agar cahaya lampu tidak masuk ke dalam matanya. “Ke, lepas dulu sepatunya.”

“Mager.” jawabnya singkat. Gue langsung berdiri dari tempat duduk dan berjalan mendekati dia, melepaskan sepatu yang masih menempel di kakinya. Keana yang merasa kaget karena gue tiba-tiba nyopot sepatunyapun bangun dari tidurnya dan duduk di ranjangnya.

“Biar gue lepas sendiri, Ta.” Ujarnya sambil menepis pelan tangan gue. “Lo mau minum apa?” tanyanya setelah melepas sepatu.

“Apa aja deh terserah.” Dia kemudian keluar dari kamarnya, gak lama, dia kembali dengan dua karton susu pisang kesukaannya.

“Di kulkas cuma ada ini. Lo doyan kan?”

“Lo tau kan gue penyuka segala?” Dia tertawa kecil dan kembali duduk di ranjangnya. Wajahnya terlihat lebih baik daripada tadi. Yah, paling nggak dia udah senyum, walaupun cuma sedikit.

“Ke?”

“Hm?” dia humming untuk menjawab panggilan gue.

“Shanin… tadi ngomong apa?” tanya gue ragu.

Keana menghentikan kegiatanmeminum susunya dan menatap gue. “Adalah, Ta, lo, nggak perlu tau.”

“Maafin gue ya, Ke.”

“Lo emang dari kecil doyan minta maaf, atau gimana, Ta?” Sindirnya sambil tertawa kecil.“Kayaknya mau lo yang salah atau bukan tetep aja deh lo yang minta maaf.”

Gue tertawa kecil mendengar ucapan spontan Keana, namun sedetik kemudian, wajah gue kembali serius.

“Ke, gue sayang sama lo, lo mau gak jadi cewek gue?

Jananta menaruh karton berwarna kuning dengan gambar pisang tersebut di meja belajar Keana. Ia kemudian berdiri dari kursi belajarnya dan berjalan menuju tempat Keana duduk. Wajahnya tampak serius, tidak ada ekspresi bercanda yang terlihat.

“Ke, lo mau kan jadi cewek gue?” tanyanya lagi. Namun yang ditanya hanya diam sambil meremas karton susu yang sudah habis isinya. Wajah Keana tiba-tiba saja menjadi sendu seperti saat ia pertama datang ke rumahnya tadi.

“Ke?” Panggil Jananta.

“Ta,” Jananta terdiam menunggu lanjutan kalimat Keana. “Gue, gue nggak mau jadi egois, Ta.” Ujarnya dengan suara bergetar, dan saat itu Jananta tau, bahwa Keana akan menangis.

“Egois?” Jananta menatap perempuan didepannya itu, berusaha bertanya dengan nada sehalus mungkin. “Maksudnya?”

“Gue tau lo paham maksud gue.” Ujar Keana. “Ta, please tinggalin gue sendiri, gue butuh waktu.”

LatibuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang