Chapter IV

16.9K 1.4K 102
                                    

Helena dan Bayu memang belum merencanakan untuk pergi berbulan madu ke mana. Mereka tidak tahu di mana destinasi wisata yang benar-benar pas untuk mereka kunjungi. Padahal sudah banyak yang menyarankan beberapa tempat yang sekiranya dianggap pas dan romantis. Rafka bahkan ikut andil memberi saran yaitu sebuah pulau asing yang hampir berbatasan dengan Australia, tempat ia juga pernah menghabiskan liburannya yang merupakan bulan madu tertunda berdua dengan sang istri.

Bukan karena mereka tidak bisa mengambil cuti dari pekerjaan masing-masing. Tetapi memang karena Bayu yang tidak menginginkan hal tersebut terjadi.

Sebut saja belum menginginkan adanya bulan madu. Karena pasangan manapun di dunia pasti ingin berbulan madu setelah menikah. Tetapi hal seperti itu hanya berlaku pada pasangan yang saling mencintai. Dan menurut Bayu, itu tidak terjadi padanya dan Helena.

Bayu tidak mencintai Helena. Sampai detik ini masih ada nama Celine dalam hatinya. Bayu sangat mencintai Celine. Dan sejujurnya ada rasa sesal di hati Bayu karena prinsip yang sempat ia pegang dulu. Apalagi setelah melihat kondisi Celine sekarang.

"Ayo makan, Mas.."

Helena tidak pandai memasak. Tetapi jika hanya sambal ayam dan tumis taoge, Helena masih bisa menghidangkannya untuk Bayu.

"Gimana? Enak nggak, Mas?"

"Lumayan lah. Cuma agak keasinan sedikit."

"Oh ya? Masa?"

Helena mencicipi masakannya dan mengernyit saat rasa dari kuah tumisnya tercecap di lidah.

"Keasinan ini, Mas. Nggak usah dimakan."

"Jangan."

Bayu menahan tangan Helena yang sudah siap mengangkat mangkuk berisi tumis taoge tersebut.

"Masih bisa dimakan kok, Len."

"Tapi ini asin banget, Mas. Buang aja lah, Mas. Kita delivery aja."

"Sayang, Len. Mubazir itu namanya. Dikasi gula dikit aja biar nggak terasa asinnya."

"Tap-"

"Apa susahnya nurut sih, Len?"

Helena menggedikkan bahunya tak acuh lalu menuju dapur dan memberikan setoples gula pada Bayu.

"Mas aja yang nakar gulanya. Mumpung masih hangat masakannya."

Bayu menurut lalu menaburkan sedikit gula pada masakan Helena.

"Gini lebih enak, Len."

Helena menopang kedua lengannya di atas meja.

"Helen memang nggak bakat masak kayaknya deh, Mas."

"Jangan pesimis gitu."

Bayu menaruh sepotong ayam sambal ke atas piringnya. Jika tumis taogenya keasinan, maka sambal ayam buatan Helena justru tidak berasa apapun. Hambar.

"Kamu lupa ngasi garam ya?"

"Tuh kan.."

"Tinggal dikas-"

"Mana bisa sambal yang udah jadi gini mau ditambahin garam, Mas. Garamnya nggak akan bisa merata."

"Ya dinikmati aja lah, Len."

Helena mencebikkan bibirnya. Baru tiga hari menjadi istri Bayu, Helena sudah tahu kalau Bayu termasuk tipe pria yang suka sekali berdebat. Tidak mau mengalah. Memang apa yang dilakukan Bayu terkesan manis. Bayu menghargai masakannya. Tetapi yang tidak disukai Helena adalah sifat Bayu yang menganggap enteng semua masalah. Masakan Helena tadi bisa dijadikan contoh. Tinggal ditambah gula.. tinggal ditambah garam.. Gampang sekali lelaki itu mengatakannya.

UnforgettableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang