"Saya terima nikah dan kawinnya Helena Ardyanti binti Andra Bagaskara dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Sah?"
"Sah.."
"Sah.."
"Alhamdulillah.."
Seharusnya Helena bersyukur, seharusnya gadis itu menangis haru. Seharusnya ia bahagia.
Tetapi hal itu tak berlaku bagi Helena. Dia tak bahagia, tapi tak bisa juga dikatakan bersedih. Perasaannya datar, biasa saja. Tidak ada yang terasa istimewa. Semuanya... biasa saja.
Helena gadis biasa yang tentu pernah membayangkan ada seorang pria yang menjabat tangan papanya untuk melanjutkan tanggung jawab atas dirinya. Tetapi lelaki yang ia bayangkan saat itu bukanlah lelaki yang duduk di sampingnya ini. Bukan lelaki yang baru saja merubah statusnya di mata hukum dan agama.
Tidak.
Bukan Bayu Ataric Darmawan yang ia maksud, melainkan lelaki yang duduk di seberang sana. Yang tengah menggenggam tangan wanitanya dengan penuh cinta kasih.
"Ditandatangani dulu berkasnya, Mbak."
Mengambil pena serta berkas yang diserahkan petugas KUA, Helena melihat sebentar pada goresan tinta yang merupakan tanda tangan milik suaminya. Ia lalu melakukan hal sama, membubuhkan tanda tangan dan setelahnya menyerahkan kembali berkas tersebut pada petugas tadi.
Lalu Helena mendengar Bu Wina -atau mulai sekarang Helena harus memanggilnya Ibu- memberi aba-aba pada mereka berdua untuk saling memasangkan cincin. Sebagai lambang jika mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Semua berjalan normal dan tanpa ada halangan. Resepsi akan digelar nanti malam di kediaman keluarga Helena. Hanya resepsi sederhana sesuai permintaan Helena. Untungnya kediaman orang tua Helena cukup besar dan luas untuk menampung sekitar tiga ratus tamu yang mereka undang.
"Selamat ya, Helena.."
Helena menyambut pelukan dari wanita itu. Wanita yang sudah sah menjadi istri bosnya di kantor. Istri dari lelaki yang ia cintai, Arvinza Rahardian.
"Makasih ya, Mbak," ujarnya tulus.
Wanita itu tak sendiri, karena akan selalu ada Arvinza yang mendampinginya. Sumber sakit hatinya.
"Selamat menempuh hidup baru Helena."
"Makasih Kak Arvin."
"Kamu masih tetap kerja di kantor aku kan?"
Ah.. itu.
Helena sudah memikirkannya sejak Arvin menggelar resepsi pernikahannya tiga bulan yang lalu. Mana mungkin dia sanggup menahan sakit hati saat harus melihat lelaki yang ia cintai itu setiap harinya. Pekerjaan yang dilakoninya selama ini adalah sebagai sekretaris Arvin. Dan sejak mereka menikah, istrinya sering kali mengunjungi kantor mereka yang malah terlihat seperti tengah memamerkan kemesraan di mata Helena.
"Belum tau, Kak. Helen belum diskusi mengenai masalah pekerjaan sama Mas Bayu."
"Ok, nggak masalah. Tapi kalaupun akhirnya kamu memilih resign, aku minta kamu tetap jadi sekretaris aku setidaknya sampai aku mendapatkan sekretaris pengganti kamu."
Menyebalkan memang lelaki bernama Arvinza Rahardian ini. Tidak tahukah dia jika selama ini Helena harus menahan sesak di dadanya saat melihat kebersamaannya dengan istrinya itu?
Helena hanya bisa mengangguk lalu membiarkan pasangan suami istri itu meninggalkannya lalu menghampiri pria yang kini telah resmi menjadi suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
General FictionSUDAH DIHAPUS SEBAGIAN Highest rank : 4 in General Fiction (6/4/18). Helena Ardyanti terpaksa menerima pernikahan yang dirancang ibunya. Bukan karena hutang yang melilit keluarganya, bukan juga karena orang tuanya sudah merancang perjodohan dengan...