Menjelang tengah malam, Bayu baru tiba di apartemennya. Pekerjaannya memang cukup menumpuk setelah tiga hari ia tinggalkan karena cuti menikah. Belum lagi pekerjaan dari Rafka yang mengaku sebagai sahabatnya itu.
Namun sepertinya, hubungan persahabatan Rafka dengan Bayu perlu diselidik lagi seperti apa. Pasalnya Rafka selalu menimpakan pekerjaannya pada Bayu, lelaki yang ia akui sebagai sahabat saat dibutuhkan. Oke, Rafka memang atasannya di kantor yang tentunya berhak menunjuk satu dari sekian bawahannya. Tetapi setidaknya Rafka bisalah sedikit merasa iba pada Bayu.
Begitulah Rafka. Terlalu mencintai bahkan tergila-gila pada istrinya yang merupakan seorang model itu. Ada masalah sedikit saja, Rafka pasti meninggalkan pekerjaannya di kantor begitu saja. Tidak perduli ada meeting penting sekalipun, Rafka selalu menomorsatukan sang istri dibanding segalanya.
Dan sejujurnya Bayu tidak suka dan tidak ingin menjadi sosok seperti Rafka. Bayu tau sudah menjadi kewajiban seorang suami untuk memenuhi kebutuhan istrinya. Tetapi bagi Bayu, sebagai seorang pria yang sesungguhnya, ia harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Jadi Bayu tidak suka jika waktunya bekerja diusik oleh masalah pribadi. Dan pekerjaan selalu menjadi prioritas utama bagi Bayu.
Bayu mengernyit heran melihat layar televisi masih menyala dan Helena yang tertidur dengan posisi meringkuk tak nyaman di atas sofa.
"Aduh.."
Bukannya merasa iba, Bayu justru menahan tawa melihat Helena yang terjatuh dari sofa. Untung sofanya tidak terlalu tinggi, serta ada karpet bulu cukup tebal yang terbentang di bawah sofa yang berhadapan dengan televisi layar datar.
"Eh, udah pulang, Mas Bay?"
Helena mengucek matanya lalu melihat jam yang menempel pada dinding. Pukul duabelas kurang lima menit.
"Malam banget Mas pulangnya?"
"Kamu kenapa tidur di situ?" tanya Bayu tanpa menjawab pertanyaan Helena.
"Ketiduran, Mas. Mas kok malam banget sih pulangnya?"
"Lain kali jangan tidur di sofa. Sakit kan jatuhnya?"
"Mas baru nyampe atau udah dari tadi?"
"Kotak P3K aku masih kosong, belum sempat diisi."
"Alihkan saja terus pertanyaan Helen, Mas.."
Bayu semakin tertawa melihat wajah cemberut Helena. Helena adalah wanita yang cukup cerewet menurut Bayu. Paling suka berdebat dengan Bayu. Namun bukannya kesal, Bayu justru merasa suka meladeni kicauan Helena. Emm.. seperti menemukan mainan baru dalam apartemennya.
"Ya udah.., kamu lanjut tidur di kamar aja. Aku mau mandi dulu."
"Mau Helen buatin teh?"
"Nggak usah, kamu tidur aja."
"Udah terlanjur bangun, Mas. Ngantuknya udah minggat."
"Terserah kamu," jawab Bayu sambil menggedikkan bahunya.
Setelah memastikan Bayu masuk ke kamarnya, Helena menghembuskan napasnya cukup panjang. "Kayaknya bakal susah ya Mas, buat naklukin hati kamu."
Lima belas menit kemudian, Bayu keluar dari kamar mandi yang letaknya berada di dalam kamar mereka. Helena membawakan secangkir teh hangat untuk Bayu. Tidak merasa canggung sedikitpun melihat Bayu yang hanya berbalut handuk di pinggangnya. Lagian kenapa harus malu? Mereka suami istri? Sudah pernah melakukan hubungan badan malah.
"Diminum Mas tehnya?"
Bayu tertawa sekilas. "Gaya bicara kamu persis kayak ibu-ibu yang jualan di warung tau nggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
General FictionSUDAH DIHAPUS SEBAGIAN Highest rank : 4 in General Fiction (6/4/18). Helena Ardyanti terpaksa menerima pernikahan yang dirancang ibunya. Bukan karena hutang yang melilit keluarganya, bukan juga karena orang tuanya sudah merancang perjodohan dengan...