Part 2

69 17 7
                                    

Justin turun dari kereta cepat itu, tangan kirinya memegang koper besarnya tempat baju-bajunya berada dan sebelah kanannya memegang kertas bertuliskan sebuah alamat rumah. Bibir nya yang sedikit tebal itu mengulas senyum, "aku akan cepat Eve, setelah ini kita akan menikah. Tunggu aku!" .

Namun senyum itu hilang begitu Tiga pria tak dikenalinya menyeretnya ke gang rumah yang sedikit gelap.

"Serahkan dompetmu! Atau kau akan mati!" Ucap salah satu Pria itu mengancam Justin.
Pria berkepala botak itu mengarahkan pisau kecilnya keperut Justin. lalu menatapnya tajam. Justin diam tak berkutik. Menatap pisau itu tepat di perutnya. Tak berapa lama 2 orang pria berotot itu menahan lengan Justin agar tak bergerak. Dengan leluasa Pria berkepala botak itu-pun mengambil alih koper Justin sembari mengarahkan pisaunya kearah Justin kemudian mengobrak-abrik isi koper justin.

"Hei jangan ambil dompetku! Kau tak tahu aku susah payah mendapatkan uang itu?" Teriak Justin ketika melihat Pria botak itu mengambil dompetnya. Justin mencoba melepaskan diri dari kedua Pria berotot disamping kanan dan kirinya namun tenaganya hanya terbuang sia-sia. Begitu kuat, pikir Justin.

Pria Botak itu mengambil semua milik Justin, "Aku tak butuh ocehanmu anak muda!," Pria itu menyunggingkan senyum sinisnya. "Lepaskan dia!"lanjutnya lagi sembari tersenyum senang melihat lembar dollar Justin yang tak sedikit itu.

Kemudian kedua Pria berotot itu melepas Justin begitu saja. Membuat pria tampan itu meringis Kesakitan. Lalu ketiga pria itupun meninggalkan justin.

"Brengsek" umpat Justin.

Justin berjalan tertatih-tatih dilorong rumah rumah sembari bawa koper besarnya. Hujan salju yang sedikit tebal itu membuatnya menggigil kedinginan. Padahal ini masih pagi.
Sampai dipenghujung gang ia menatap jalan Raya.

Los Angeles..

kota itu adalah Los Angeles. Kota dimana ia akan mengadu nasib sekaligus mendapatkan uang demi kekasihnya untuk bekal mereka berdua. Justin hanya bisa menatap kota besar yang telah ia datangi sekarang dengan termenung lalu ia berfikir bertanya tanya dalam hati, "Apa yang harus ku perbuat? bagaimana aku akan hidup disini? Siapa yang akan membantuku disini?". Kemudian otaknya teringat pada kertas yang dipegangnya tadi saat turun dari kereta cepat itu. Dan Ya karna kejadian perampokan tadi Justin baru sadar ia tak sengaja membuangnya. Dan mungkin sekarang kertas itu sudah lenyap diantara salju.

"Sekarang bagaimana?" Tanyanya frustasi.

Justin terus melanjutkan jalannya. Sampai di sebuah kedai makanan ia menghentikan langkahnya. Perutnya sudah keroncongan namun ia juga tak punya uang.
"Apa yang harus aku lakukan?"

Tanpa sengaja mata hazel Justin menatap seorang anak laki-laki tengah bernyanyi dengan gitar kecilnya yang tak jauh dari Restoran. Dengan Payung besar menutupi tubuh kecilnya dari salju, ia tetap bernyanyi dengan senyum merekahnya tanpa merasakan kedinginan. Orang yang keluar masuk kedai itu memberikan uang padanya.

"Apa aku harus mengamen?"

Justin berdiri tepat dihadapan bocah laki-laki itu. Bocah itu tersenyum pada Justin dan menghentikan nyanyiannya.

"Boleh aku ikut bernyanyi?" Tanya Justin ragu.

Anak kecil itu menganggukan kepalanya dan tersenyum senang. "Tentu saja kak, erm.. namaku Jaxon." Ucap bocah kecil bernama Jaxon itu mengenalkan dirinya.

"Aku Justin.. boleh aku meminjam gitarmu?"

"Sure" ucapnya dan memberikan gitar kecilnya pada Justin.
Justin menerimanya dengan senyum manisnya.

Christmas EveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang