Part 7

22 10 1
                                    

Justin Mendekati Scooter dan Jonathan yang menunggunya di depan mobil. Kepala Justin menoleh kesamping, menatap dua orang itu tengah melambaikan tangannya. Justin membalasnya.

Justin memasuki mobil mewah itu diikuti dengan Scooter dan Jonathan.
Mulai berjalan membelah jalan kecil dipedesaan Los Angeles menuju kota besar yang sesungguhnya.

***

Justin turun dari mobil mewah milik Scooter. Mata hazelnya terpana pada sebuah rumah milik Scooter. Begitu megah dan mewah. Perkarangan rumahnya saja muat untuk satu rumah sederhana milik Justin yang berada di Canada. "Ini benar benar istana" batin justin.

"Jadi Justin, welcome to you're second home." Ujar Scooter dengan senyum bangganya menatap rumah megahnya.

Justin menatap Scooter tidak percaya. Rumah keduanya? Hell ini terlalu besar, untuk dijadikan rumah keduanya? Bunuh Justin sekarang. Justin benar-benar tidak percaya. Bahkan sepanjang perjalanan dia terus terusan mencubit pipi tirusnya, untuk mengetahui bahwa ini nyata dan bukan mimpi.

Jonathan tertawa renyah dan merangkul bahu Justin. "Untuk sekarang, kau akan tinggal disini. Dan mari ku tunjukan teman-teman baru mu." Jonathan menarik Justin agar lebih cepat berjalan kearah rumah Scooter.

Namun Justin menghentikan langkahnya dan menoleh kearah mobil Scooter. "Bagaimana dengan koperku?".

"Itu bukan sesuatu yg penting, Justin." Timpal Scooter santai. "Cepat bawa barang-barang dimobil kedalam rumah!" Ucap Scooter pada HT yang entah dari mana berada di genggamnya.

Justin masih menatap bingung Scooter. "kau membawa itu kemana-mana?," tatapan Scooter seperti berkata Ya. "Hebat, apa aku boleh memakainya?."

"Tentu saja"

***

Scooter membuka pintu ruangan musiknya lebar lebar. Disana Justin menatap Tiga orang dewasa tengah bermain musik. Dengan seketika mereka menghentikannya dan lebih memilih mendekati Justin. Scooter berjalan ketiga orang itu yang sekarang menjadi berbaris rapih. Bak anak mahasiswa baru yang siap memperkenalkan dirinya dihadapan kelas. "Justin. Perkenalkan Band Kami, The Purple." Ujar Scooter

Seorang berambut hitam legam mendekati Justin menjulurkan tangannya. "Aku, John connor. Aku disini berperan sebagai Keyboarding."

Justin menyambut uluran tangan itu dengan ceria. "Justin"

Setelah John. Satu orang lagi bertubuh tegap tinggi menghampiri Justin. Dengan rambut cat pirang menghiasi rambut jambulnya ia tersenyum ramah pada Justin. "Aku Jack frost, panggil saja Jack. Aku pemegang Drummer namun Band kami tak membutuhkan itu. Karna sejak Dave keluar dari Band kami, akulah yang menggantikannya. Jadi Kita bisa menjadi Duo vocal disini, bagaimana pendapatmu?."

Justin tampak berpikir, Duo Vocal?. Ini akan menyenangkan, bukan?. Bernyanyi berdua disatu panggung tanpa ada Drummer? Ini suatu yang langka. Benar-benar langka!.

Dengan sekali anggukan Justin tersenyum kesemuanya. "Setuju" Justin berpindah menjulurkan tangannya pada Jack. "Ini akan menjadi langka, orang-orang akan mengingat kita bukan?." Sambung Justin lagi.

"Tentu Justin". Jawab Ryan. Pemegang gitar didalam Band nya itu akhirnya membuka suaranya. Rambut sedikit panjangnya membuat ia terlihat seperti teman sebaya Justin. Walaupun umurnya sudah menginjak 25 Tahun. "Aku Ryan Bulter, panggil aku Ryan." ucapnya memperkenalkan diri tanpa mengulurkan tangannya pada Justin. "Aku sudah tahu banyak tentangmu dari Jonathan." Justin menoleh kearah Jonathan, ia hanya tersenyum.
"Aku rasa kita bisa menjadi teman." Ujar Ryan santai. Justin membalasnya dengan senyum simpulnya.

***

Sekitar lima meter Scooter menatap Justin dari kejauhan bersama Jonathan di sebelahnya. Diruang musik itu Justin yang lebih muda dan mudah untuk beradaptasi dengan Band barunya. Justin seorang yang aktif. Terlihat beberapa kali ia menulis disebuah kertas sembari bernyanyi dengan gitarnya. Dan Ryan yang memegang gitarnya ikut mengikuti lirik Justin. Pun dengan John ikut memainkan Keyboardnya. Rambut cat pirang berjambul itupun juga bernyanyi dan sesekali menatap Justin takjub. Baru bertemu beberapa jam yang lalu, anak ini dengan cerianya sudah membuat lirik baru untuk bandnya. Tentu ini sesuatu yang langka.

"Bagaimana menurutmu?" Tanya Jonathan.

Scooter yang masih menatap Justin yang kini tengah tertawa renyah bersama Jack hanya diam. Sesekali menggaruk hidungnya yang tak gatal. "Dia terlihat muda," Scooter akhirnya melempar pandangannya kearah sahabat satu-satunya itu. "Dan berbakat."

Bibir tebal milik Jonathan tertarik keatas. Kali ini ia setuju dengan Scooter.

"Hei, Scooter? Boleh aku meminjam Handphonemu?" Tanya Justin sedikit teriak.

Mendengar dipanggil namanya, Scooter menoleh. Merasa bingung permintaan lelaki tampan itu. Ia menatap Justin seolah bertanya Kenapa?.

"Aku harus memberitahukan kekasihku.. kumohon, dia harus tau aku akan sukses sebentar lagi. Dia harus tahu. Aku tak akan membiarkan dia menungguku lebih lama lagi-"

"Oke Justin ini," ujar Scooter sembari memberikan ponselnya pada Justin. "Kau bisa pakai itu."

Justin mengambilnya dan tersenyum penuh arti. "Terimakasih."

"Halo?"

"..."

"Hai sweety. Ini aku, Justin."

"..."

"Ya ini benar-benar aku sayang. Hei berhenti menangis disana kumohon.."

"..."

"Hei, calm baby. Aku disini selalu merindukanmu Eve."

"..."

"Hear Me sweety, kau tahu?. Aku diterima oleh produser ternama di Los Angeles, dia Scooter. Aku sungguh berterima Kasih padanya, karnanya dia mau menerimaku dalam Bandnya. Iya Sweety, Bandnya. Apa?"

"..."

"Listen!. Kau harus menungguku . Y-ya 2 minggu ini aku akan latihan bersama mereka, jack, john dan ryan. Tolong untuk menungguku Eve. Aku mencintaimu!."

***

Christmas EveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang