Rael hanya melahap beberapa suap lalu kembali ke kamarnya, rasanya benar-benar muak jika terus seperti ini, benar-benar ingin meluapkan semuanya, marah, kecewa, sedih, rindu, dan mengapa dirinya yang harus merasakan hal seperti ini? Kesepian. Diluar sana, anak remaja sepertinya merasa puas dengan harta bertabur dari orangtuanya, mereka hanya hidup setiap hari dengan menghambur-hamburkan uang untuk ini dan itu, keinginan selalu terpenuhi dengan harta,harta, dan harta, seperti telah temukan apa itu tujuan hidup. Lain dengan Rael, yang dia inginkan hanya masih di angan-angan, tujuan hidupnya masih tidak terpikir diotaknya, mungkin saja tujuan hidupnya yaitu bahagia dengan sederhana dan kebersamaan, karena harta, kuasa, ataupun pangkat tidak penting baginya.
Rael berjalan menuju rak buku, dia melirik tumpukkan buku milik Arrend, seakan buku-buku itu mengusik pandangannya, bayangkan saja, semua buku diraknya adalah buku pengetahuan lalu ada beberapa buku yang hanya cerita bodoh dan tidak masuk akal.
"Akan ku kembalikan buku-buku itu pada Arrend."
...
Pagi esok..
Buk!!"Terima kasih buku-bukunya." Rael meletakkan buku-buku di meja Arrend lalu berbalik
Arrend bangkit dari kursinya, "Hei? Apa kau telah membaca buku-buku ini dalam satu malam?"
Rael berbalik, "Membuka halaman pertamanya saja tidak, hanya melihat judulnya, ini sangatlah tidak menarik."
"Kau tahu, buku-buku ini yang baru saja ku beli."
"Baru kau beli? Apa kau telah membacanya?"
"Belum, tapi buku-buku ini sangatlah keren, kau harus percaya itu."
"Aku sama sekali tidak tertarik, bacalah sendiri, aku tak menyukai buku-buku itu." Rael kembali berbalik dan berjalan beberapa langkah dikursinya.
"Akh dasar." keluh Arrend, Rael hanya menghiraukan dan memilih untuk diam, kalau dia menyahutnya, pasti Arrend akan mulai mengoceh panjang lebar seperti membaca naskah drama.
...
Disisi lain.
Di koridor sekolah."Lihatlah Seira." Seraya menatap siswa yang berlalu lalang di koridor, "Mereka datang ke sekolah pagi-pagi sekali seakan itu adalah hal penting."
"Saking banyaknya mereka, sampai-sampai aku bingung siapa yang akan menjadi mangsa pertamaku."
"Bagaimana kalau kita menampakkan diri, kita lihat, apa reaksi mereka."
"Belum dicoba saja, rasanya aku sudah tahu, pastinya mereka akan lari ketakutan."
"Kita akan tahu saat kita mencobanya, aku bosan menjadi penunggu koridor dan hanya bercakap-cakap denganmu."
"Bukan ide yang buruk."
...
"Hei, Rael!" Arend mengusik lagi. Kali ini Rael benar-benar terusik dengan kehadiran Arrend, ditambah lagi Rael lupa membawa earphonenya.
"Kau selalu mengusik pagiku saat aku sedang membaca, ditambah lagi, aku tidak membawa earphoneku, suaramu itu benar-benar membludak." dengus Rael.
"Kau pantas menerimanya, siapa salah? Kenapa kau tidak membaca buku-bukunya?"
"Arrend, sudah ku katakan tadi, aku tidak tertarik."
"Maka dari itu baca dahulu!"
"Sudahlah, husss!" Rael mendorong-dorong Arrend agar pergi darinya.
"Huwwaaa..!!" seorang gadis berlari memasuki kelas, wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran diwajahnya. Rael dan Arrend terdiam ditempat dan menatap ke arah gadis itu dari kejauhan.
"Ada apa?" tanya seorang siswa perempuan, kerisuhan tadi membuat semua orang berkumpul untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Ada.. Hosh.. Hosh.. Dua hantu.. Hosh.. Hosh.. Gadis.. Yang.. Menampakkan.. Hosh.. Hosh.. Dirinya di koridor.. Hosh.. Hosh.." jawabnya dengan susah payah.
"Benarkah??"
"Di saat pagi seperti ini?"
"Koridor?" riuh semua orang.
"Benar.. Hosh.. banyak siswa yang melihatnya, Hosh.. Hosh.. bahkan kedua hantu itu.. tak hanya menampakkan dirinya.. Hosh.. tapi juga bersuara seram.."
"Apa?"
"Benarkah?'' semua orang bergidik ngeri.
Rael dan Arrend mendengar semua pembicaraan mereka lalu saling menatap.
"Kau dengar itu, Rael. Teror hantu itu nyata." ucap Arrend dengan wajah ketakutan.
Rael hanya memejamkan mata, memikirkan apa yang didengarnya. Seakan membuatnya kebingungan dan tak mampu menyimpulkan apapun.
Rael semakin bingung, semua orang membicarakan satu topik, baik siswa ataupun guru. Hal ini membuat Rael tak bisa fokus dengan pelajaran, pikirannya seakan seperti benang kusut yang saling melilit.
Haruskah aku percaya dengan semua ini?
...
Saat waktunya untuk pulang, semua siswa langsung berhamburan dan pulang kerumah masing-masing, hanya Rael yang bersikap biasa meskipun pikirannya sedikit terpengaruh, Rael berjalan pelan melewati koridor yang didengarnya adalah tempat dimana penampakkan hantu tadi pagi, kejadian itu membuat suasana berubah, awalnya tenang kini berubah menjadi mencekam.
Rael berhenti diambang gerbang, penjaga sekolah sudah bersiap pulang dan akan menutup gerbang, tak seperti biasanya, "Kenapa gerbang ditutup begitu awal, Pak?"
"Karena teror belakangan ini, membuat tak ada seorang pun yang mau berada di sekolah setelah suasana menjadi sepi."
"Bapak percaya dengan rumor itu?"
"Percaya atau tidak, tapi semenjak teror tadi pagi, saya percaya kalau memang ada sesuatu di sekolah ini."
"Baiklah, saya pulang dulu." dengan seulas senyum.
Rael berjalan dengan pikirannya yang melayang-layang, kejadian di sekolah sempat membuatnya bingung.
Aku, orang yang memiliki pemikiran kalau hantu itu tidak ada, lalu ada kejadian tadi pagi membuat pemikiranku goyah, apakah benar hantu itu ada? Makhluk seperti itu, apakah benar-benar ada? Hal ini membuatku bingung. Sepertinya aku salah sangka, tapi sulit dipercaya juga jika hantu itu ada, benar-benar sulit ternalar oleh pikiran, tentang kejadian tadi pagi.. Aku belum bisa menyimpulkan apapun.
Benarkah hantu itu ada??!
Gomawo 😊

KAMU SEDANG MEMBACA
The Ghost of Wind
Fantasía"Sepertinya aku mencintainya." Gumam pria berambut hitam dengan mata manik hitam kecoklatan di sebuah balkon seraya merasakan setiap tiupan nada alunan angin yang mengalunkan rambutnya. #Disisi lain.. Aku ingin bersamamu sekarang.. Orang yang...