5

32 6 0
                                    


Mungkin ini awal yang baik,

Mungkin juga awal yang buruk,

Jika salah melangkah.


"rumah lo, gak berubah kan?"

"hm, berubah sih, warna catnya." Aku menjawabnya asal, biar nggak terlalu canggung

Hanya kekehan kecil yang kudengar, mungkin Windu mengerti maksudku menjawab itu, ah. Dia memang selalu mengerti.

Sisah perjalanan hanya di isi dengan kebisuan, seakan tidak ada yang ingin mulai berbicara, tidak ada suara lagi selain suara kendaraan yang berlalu-lalang. Walaupun banyak sekali pertanyaan yang ingin aku tanyakan.

***

"sekali lagi, makasih ya."

"hm, lo gak basa – basi dulu gitu?" Windu tersenyum simpul. Menatap tepat manik mataku. Lidahku kelu, dengan tatapan saja aku tidak bisa bicara.

"Anyaa? Ya gue emang ganteng, jangan sampe ileran gitu."senyum itu berubah jadi senyum miring menantang.

"paansih, sud maksud" aku memutar bola mataku, Windu hanya terkekeh.

"Gue masuk ke dalam ya, TTDJ." Aku meninggalkannya

"gue harap ini awal yang baik untuk memperbaiki semuanya Nya." Windu mengucapkannya dengan sedikit teriak. Aku hanya menghela napas lelah, dan langsung masuk kedalam rumah.

***

aku langsung menghempaskan tubuh ke kasur, ini hari terpanjang yang aku alami, memang jamnya gak lebih dari 24jam. Waktunya sama, tapi berjalan seakan melambat menurutku.

Tok...tok..

"Masuk aja bun, gak di kunci" aku yakin itu pasti bunda, karna di rumah memang hanya ada bunda.

"gak makan dulu Nya?"bunda berjalan kearahku, aku yakin itu pertanyaan basa-basi sebelum menuju pertanyaan selanjutnya.

Aku duduk ditepian kasur sementara bunda duduk di sofa dekat balkon kamarku. "nanti aja bun Anya belum laper."

"jangan suka nahan laper, nanti maagnya kambuh lagi"

"Anya emang belum laper bun" tuh kan. Bunda selalu seperti itu.

"okee.. hm, tadi kamu pulang sama Windu?"bunda bertanya pelan kearahku.

Aku hanya mengangguk, menjawab pertanyaannya.

"jadi?" bunda menatapku

"yah, gak jadi apa – apa bun" aku menaikan bahuku. Menjawab pertanyaan bunda dengan asal.

"yaudah, kamu makan dulu. Bunda balik ke kamar ya," bunda berjalan mendekatiku, mengusap lembut rambutku.

"Kanya, apapun yang terjadi antara kamu dengan Windu selama ini, tapi melihat kamu diantar olehnya tadi, bunda yakin ini kesempatan untuk memperbaik semuanya. Atau mungkin memulainya dari awal."

Bunda meninggalkanku sendiri di kamar, aku masih termenung. Hal ini membuat aku bimbang setengah hidup. Atau bimbang setengat mati? Ah, jalanin apapun yang sudah tuhan takdirkan.

****

"jadi, gimana sekolah kamu hari ini?" itu suara papa, saat sedang di meja makan ini, papa selalu membangun suasana yang damai. Memulai percakapan yang ringan-ringan saja.

Meja makan ini hanya terisi oleh aku, bunda, papa dan kakaku. Kaka aku sih, sedang asik makan sembari menatap ponselnya. Entah apa yang dilakukannya.

" B aja pah, sama seperti sebelumnya" papa menautkan kedua alisnya "apaan tuh artinya? Bahasa kamu makin alay yah."

"biasa aja, itu sih, papa aja yang kurang gaul" aku meledeknya.

"papa sih, gunain bahasa indonesia yang baik dan benar saja."

"Nya, lo balik sama windu ya tadi?"

"iya, kenapa?"

"menurut curhatan temen-temen gue, kalo udah lama putus hubungan, terus bareng lagi. bisa jadi bertanda baik"

dih apaan sih

"apaan sih, ka." aku hanya memutar bola mata

kegiatan makan malamku menjadi hambar, untunglah bunda mengerti. jadi bunda langsung mengalihkan pembicaraan menjadi lebih ringan untuk semuanya.

malamnya aku terus memikirkan ucapan kakaku. semuanya terasa rumit, dari pertemuantu dengan Agam, dan bertemu lagi dengan Windu.


bersambung~

dont forget to vote and coment

maaf semakin hari semakin gak jelas di usahain biar jelas hihi :)

RASA DAN MASA (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang