Bagian 1

7.8K 175 8
                                    

"Pemuda Masjid"

Terkadang, akan ada saat dimana seseorang merubah jalan pikir kita menjadi jauh lebih baik. Untuk itu, bersahabatlah dengan orang tersebut. Agar diri ini menjadi jauh lebih baik kedepannya, sama-sama saling menegur apabila suatu saat diantara kita belok arah.

 Agar diri ini menjadi jauh lebih baik kedepannya, sama-sama saling menegur apabila suatu saat diantara kita belok arah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandung, 2010

Ketiga gadis itu dimarahi Pak Wijaya karena tidak ikut upacara bendera hari senin, ini bukan pertama kalinya mereka seperti itu. Dan alasannya sama sekali tak masuk akal, panas dan pegal. Jikalau mereka merasakan bagaimana para pahlawan dahulu berjuang mempertahankan negeri ini, pasti mereka yang sekarang akan marah seperti pak Wijaya.

"Kalian tahu, kan, kewajiban siswa setiap hari senin?" Tanya Pak Wijaya dengan nada dingin. Namun keras kepala ketiga gadis itu tidak membuat mereka jera, terlebih gadis yang sekarang tengah menggaruk kepalanya yang tak gatal sama sekali. Araselly Salsabela Mashel namanya.

"Ikut upacara bendera, Pak!" Jawab Selly tanpa rasa takut.

"Kalau sudah tahu, kenapa tidak ikut upacara bendera?" tanya Pak Wijaya jengkel, pria berumur 40 tahunan itu harus banyak beristigfar. "Kalian itu perempuan, apa tidak malu sama kelakuan kalian!"

"Panas, Pak!" Jawab Selly tanpa rasa sesal.

"Tidak kamu juga yang merasa panas, yang lain juga sama halnya. Jika kewajiban upacara saja kalian langgar, mau jadi apa nanti ketika kalian sudah lulus?"

"Maaf pak," lirih Almira dengan wajah menunduk takut.

"Bapak kecewa sama kalian, ini udah keberapa kalinya. Jika terus seperti ini bapak akan memanggil orangtua kalian!" jelas Pak Wijaya.

"Ja-jangan Pak, kami gak akan ngulang lagi kesalahan kami, Pak." Ucap gadis dengan bibir kecil disamping Selly, Gege Eleanor Kate namanya.

"Dan kamu Selly! Bapak tahu kalau teman-teman kamu bersikap seperti ini juga ngikutin kamu, kan!"

Beginilah, ujung-ujungnya pasti Selly yang selalu disalahkan.

"Iya, Pak."

Almira dan Gege menyenggol lengan Selly, " enggak, pak, bukan karena Selly!" Jawab mereka bersamaan.

Bel tanda pelajaran pertama berbunyi, pak Wijaya mengakhiri sesi ceramah dengan menyuruh ketiga gadis itu membersihkan masjid sekolah. Ia sudah geram dengan kelakuan anak didiknya itu, siapa tahu dengan memberi mereka hukuman bisa jera kedepannya.

***

Dua jam pelajaran lebih mereka membersihkan masjid sekolah, menyapu karpet, menggulung karpet, menyapu lantai, mengepel lantai hingga membersihkan kaca.

Bel istirahat berbunyi nyaring, para pedagang di kantin sudah bersiap-siap menyambut kedatangan para siswa yang kelaparan. Sementara Selly dan kedua sahabatnya masih setia dengan lap ditangan dan semprotan pembersih kaca.

"Sel, udah lah capek nih!" Kata Gege lemas.

"Belum selesai, Ge, yaudah kalian duluan aja. Gue beresin ini dulu," ujar Selly yang masih setia berkutat membersihkan kaca masjid.

"Ya masa kita tega, Sel!" Giliran Almira bersuara.

"Beli minum aja dulu, nanti kesini lagi." Saran Selly.

"Oke." Jawab keduanya serempak.

Almira dan Gege pergi ke kantin membeli minum, tinggalah Selly sendiri di masjid. Gadis itu masuk ke dalam masjid, berniat menghamparkan karpet karena lantai sudah mongering setelah di pel tadi. Tubuhnya yang kecil, sempoyongan membawa karpet masjid yang cukup berat.

"Bisa saya bantu, Mbak!" Tawar seorang siswa laki-laki padanya.

"Gak usah!" Jawab Selly sinis.

"Keras kepala!"

"Ngatain saya?" Tanya Selly yang memang tersindir akan ucapan siswa laki-laki itu.

"Saya berniat membantu orang yang membutuhkan bantuan kok, Mbak."

"Saya gak butuh bantuan, bisa sendiri." Gadis itu keras kepala, terlalu menganggap dirinya bisa melakukan sendiri. Sampai akhirnya meringgis kesakitan, karpet yang ia bawa jatuh tepat mengenai kakinya.

Tanpa basa-basi apapun, siswa laki-laki itu mengangkat karpet yang jatuh tepat mengenai kaki Selly. Selly diam mematung, diantara menahan sakit dan malu akan dirinya sendiri.

Siapa dia?

"Makasih!" Ujar Selly malas.

Siswa laki-laki itu mengangguk, "saya hanya menolong, Mbak. Terimakasih pada Allah yang sudah mempertemukan mbak dengan saya, sehingga saya bisa membantu mbak."

Satu kata untuk pemuda di depan Selly saat ini!

Masyaa Allah.

Tapi lain hal dengan Selly, "Tadi saya juga bisa sendiri, cuma ya..."

"Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri mbak, bukannya kita itu makhluk sosial yang saling membutuhkan."

"Emm, terserah lo, deh!" Selly melenggang pergi setelah mengatakan itu. Tak disadar olehnya, sosok pemuda itu selalu melintas di pikirannya. Pemuda yang Allah pertemukan di masjid SMA 1, yang ke depannya  selalu mengganggu pikiran gadis itu.

 Pemuda yang Allah pertemukan di masjid SMA 1, yang ke depannya  selalu mengganggu pikiran gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku Dan Sebuah Do'a (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang