Bagian 7

1.8K 81 0
                                    

"Bola Bundar Orange"
--------------------------------

Ya Allah... biarkan rasa cinta hamba berlabuh sepenuhnya kepada-Mu, hamba takut jika harus merasakan kekecewaan atas rasa yang tak seharusnya. Dan hamba tahu, Engkau-lah yang maha akhir dari segalanya.

****

Jakarta, 2015

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, 2015

Pagi ini, air di langit mendadak turun ke bumi setelah suara geledek terdengar memekakan telinga. Orang-orang mulai berlarian mencari tempat untuk berteduh, halte tunggu bus juga sudah penuh dengan orang. Ada yang berpakaian jas rapi, seragam putih abu dan biru, juga pakaian-pakaian formal pergi bekerja.

Seorang gadis berjilbab lebar merasakan sesuatu yang dingin melintasi pergelangan tangannya, ternyata air hujan terbawa angin itu penyebabnya. Sayangnya, untuk bergeser sedikit ke kanan sudah tidak bisa. Gadis itu memutuskan untuk diam saja, biarlah toh hujan itu berkah. Namun, air hujan terdorong angin itu berhasil membuat bagian samping kiri tubuhnya basah kuyup. Padahal hari ini dia harus mengajar. Baju gamis ping fastel yang ia kenakan, sudah hampir setengahnya terbasahi sampai sebuah suara menyuruhnya untuk berpindah.

Selly melihat siapa orang itu, seorang pelajar dengan pakaian putih abu tersenyum hangat padanya.

"Ibu pindah ke sebelah sini, biar saya disitu!" ulangnya dua kali.

"Tidak papa, kamu saja yang disana. Lagian baju ibu sudah basah sebagian," tolak Selly.

"Biar Leon saja yang disana, Bu. Gimana kalau Ibu sakit, kalau Leon gak bakalan sakit. Tadi pagi udah dikasih suplemen sama bunda," ucapnya dengan senyuman seperti tadi.

"Gak usah Leon, bi-" ucapan Selly tergantung. Leon menarik pergelangan Selly, menggantikan posisinya dengan posisi guru praktek yang baru beberapa bulan itu mengajar di sekolahnya.

Dia Leon, si pemilik suara adzan merdu.

Sangat medu.

"Tuhkan Bu, kalau Leon disini air hujannya takut sama Leon."

Selly melirik samping tubuh anak itu, benar saja. Ia tidak basah sama sekali, angin juga mendadak hilang dan hujan sudah berdiri 90 derajat. Alhamdulilah.

Bus berwarna biru pun berhenti di depan halte, sayangnya keadaan di dalam benda kotak beroda itu sudah hampir penuh. Selly memutuskan menunggu bus putaran kedua, padahal jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjuk angka 07.10. Dia dan juga beberapa pelajar telat masuk sekolah.

Tin-tin

Mobil sedan berwarna hitam terparkir di depan halte, saat bus melaju 5 meteran dari halte. Kaca hitam terbuka lebar, Selly tahu siapa pemilik mobil itu.

Fauzan Erlangga.

Ya, Fauzan Erlangga si pemilik sorum mobil, kenapa si pemilik sorum mobil? Karena, mobil yang dikemudikannya selalu berganti-ganti. Padahal, Selly sudah memperingati pemuda itu untuk berhenti berganti-ganti mobil. Tapi tetap saja, Fauzan berkali-kali melakukannya. Katanya, 'kasihan kalau diam di garasi terus, manusia aja kalau diam di rumah terus sering bosan. Hati aja kalau gak ada yang ngisi sering bosan, tapi kalau nunggu yang gak pernah peka gak bosan-bosan' selalu saja seperti itu. Tapi, gadis bergamis ping pastel itu diam tak menanggapi dan malah cemberut. Memajukan beberapa senti bibirnya, membuat si pemuda pemilik sorum jual beli mobil itu gemas dan semakin jatuh cinta padanya.

"Ayo bareng!" Katanya sedikit berteriak.

"Sekalian ajak Leon," ucap Fauzan lagi.

Selly juga Leon masuk ke dalam mobil Fauzan, Selly duduk di belakang Leon di depan.

"Kebiasaan kamu telat mulu ke sekolah ya, Zan?" Tanya Selly kepada calon guru olahraga itu begitu masuk.

"Alhamdulilah udah jadi hobi dari zaman sekolah menengah bu haji," katanya sambil nyengir kuda. Kedua matanya menyipit seperti orang Korea, padahal ia bukan keturunan negeri ginseng itu.

"Yang jelek-jelek jangan dijadikan hobi!"

"Iya bu haji iya! BTW kamu juga telat kan sekarang? Kalau gak ada aku gimana coba?" Ucapnya bangga.

"Iya untungnya kamu sering telat maksudku sudah jadi momok bagi kamu, terimaksih bapak guru olahraga."

"Terimaksih untuk?"

"Karena sudah telat dan kebetulan ak-"

"Sama-sama, berarti traktir makan siang ya nanti!" Potongnya.

"Iya-iya."

"Yes, uang jajan ku bisa ditabung buat make over mobil."

"Tuhkan! Masih aja, mau di make over kayak apalagi coba?"

Baru saja Fauzan akan menjawab, suara batuk terdengar.

"Ehh maaf lupa kalau ada Leon disini," Fauzan mengacak rambut Leon yang sudah luwes memakai pomade. Sang ketua osis itu sedikit mengerang, kemudian mengembalikan bentuk jambulnya kembali seperti semula.

"Pulang sekolah basket lagi, Pak!"

"Serius nih, gak bakalan nyesel kalah terus?"

"Siapa yang kalah? Lagi gak beruntung aja itu, Pak."

"Hahaha... bisa aja kamu, Yon!"

Sampai mereka tak mau mengalah satu sama lain, mendebatkan perihal bola bundar berwarna orange itu.

Bola bundar yang pernah mengenai kepala gadis bergamis ping fastel itu, bola bundar yang mungkin menjadi saksi ketiga betapa khawatirnya Hamid saat ia tak sengaja melempar bola dan jatuh tepat di kepala Selly.

Bola bundar yang setiap hari Selly lihat dari kejauhan, bola bundar yang tak pernah hilang dari ingatannya. Bola bundar yang mungkin tak akan pernah memepertemukannya dengan pemuda itu untuk kedua kali, di koridor kelas sebrang lapangan basket.

Hingga Selly tersadar, menjadi guru hanyalah mengembalikan kenangannya. Kenangan yang menuntut gadis itu menggali kembali memori yang sudah lama terkubur. Dan perihal rasa sakit itu... ternyata kembali mendera bagian hatinya.

 ternyata kembali mendera bagian hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku Dan Sebuah Do'a (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang