Awal Mula Kisah

146 11 13
                                    

Ketika takdir seolah-olah sedang bermain dengan hati. Ketika takdir seolah-olah sedang meledek perasaan, percayalah, kau sedang dalam perjalanan menuju kenyataan terbaik.

**

Hari ini Bian resmi menjadi siswi kelas 3 SMA. Ia sangat senang karena sebentar lagi akan merasakan masa-masa senior, masa yang diklaim orang-orang sebagai yang paling menyenangkan.

Bian memasuki gerbang sekolah SMA Merah Putih yang masih sepi, dilihatnya kembali kertas yang berisikan daftar pembagian kelas di mading sekolah, lalu berjalan dengan santai menuju kelas 12-F.

Sesampainya di kelas, suasana masih sepi, hanya dia seorang yang sudah datang. Ia memang terbiasa datang pagi, kota Bogor dengan sejuta kesibukkan dan kemacetannya mengharuskan Bian untuk berangkat pukul 6 pagi, jika lebih siang dari itu, ia pasti terlambat karena terjebak macet di angkot.

"Bian!" dari pintu kelas terlihat Winny dengan senyum lebarnya, membawa tas berwarna pink, warna yang sangat dia sukai. Dengan rambut keriting panjang yang tergerai. Kedatangan Winny membuat Bian membuang nafas lega.

"Win! hehe untung lo sekelas sama gue, yang lainnya gak ada yang deket sama gue." Bian menghela nafas lega.

"Temen lo tuh kan emang cuma gue!" jawab Winny sambil tertawa meledek, membuat Bian mendengus sebal.

"Ya enggak lah, ada Karin, ada Nabilla, ada Jennifer, mereka aja yang gak di kelas ini." ujar Bian tidak setuju.

"Yayaya." Winny menjawab dengan cuek, sembari membuka handphone nya, dan mulai mengetik dengan heboh.

"Win, gue cemas deh, gue bakal sekelompok sama siapa, ya?" tanya Bian pada Winny serius.

Memang sudah menjadi tradisi di sekolah mereka, pada kelas 3, pembelajaran akan dilakukan secara berkelompok. Supaya lebih efektif, katanya. Nyatanya, hal tersebut justru mengganggu, banyak anak yang merasa malas karena semuanya harus dilakukan secara berkelompok. Belum lagi ketika kelompok mereka berisi anak-anak bebal yang tidak bisa diajak bekerja sama. Bian sudah sering mendengar cerita dari teman-temannya tentang keluh kesah kakak kelas mereka.

Dan payahnya, dari semua orang di kelas 12-F, Bian hanya kenal dekat dengan Winny yang sudah menjadi sahabatnya sejak mereka kecil. Bagaimana kalau ia sekelompok dengan orang yang bahkan belum pernah mengobrol dengannya? Hal tersebut membuat Bian sedikit panik.

"Ya mana gue tau, tapi lo hati-hati, bisa aja lo sekelompok sama Adam, Adam itu ada di kelas kita, tau!" Winny berbicara dengan suara yang tertahan, khawatir ada orang di luar yang akan mendengar kata-katanya.

"Adam?"

"Jangan bilang lo gatau Adam? Please deh gue tau lo itu kuper tapi masa segininya?" Winny menggeleng tak percaya, merasa kasihan dengan temannya yang kupernya hidup dan mati.

"Enggak, gue tau Adam kok, tapi emang kenapa gue harus takut kalau sekelompok sama Adam?" Bian mengerutkan keningnya bingung.

Bian memang hanya mengenal Adam secara sepintas. Dia tahu Adam adalah anak futsal yang diidolakan banyak murid perempuan. Seringkali saat melewati lapangan, ia mendengar murid-murid perempuan meneriaki nama Adam, berusaha untuk menyemangati Adam.

"Ketinggalan jaman banget sih, lo. Adam itu parah banget, cowok paling bebal yang pernah gue kenal." jawab Winny dengan tatapan serius, membuat Bian sedikit merasa geli.

Adam sendiri adalah salah satu lelaki yang terkenal di sekolah mereka. Dia tergabung dalam geng 'Nekadz' yang berisi anak-anak cowok populer dan berandalan. Wajahnya yang tampan, dan tubuhnya yang tinggi semampai, membuat ia digilai oleh banyak wanita. Sayang, wanita-wanita tersebut hanya bisa mengelus dada karena Adam yang satu ini, sudah dimiliki oleh seseorang yang berada di kasta yang sama dengannya. The popular buddies.

RedamancyWhere stories live. Discover now