Sebuah Janji

61 7 0
                                    


Suasana kelas sangat sejuk, dengan angin dari air conditioner yang berhembus manja, ditambah dengan suara lembut Pak Dino yang sedang menerangkan pelajaran fisika, membuat semua murid berusaha untuk menahan kantuknya. Bian sudah berkali-kali berusaha untuk membuka kembali matanya yang pelan-pelan menutup. Karena bosan, Bian menoleh kearah Adam yang berada disebelahnya, dan mendapatinya sedang tertidur pulas.

"Dam! Jangan tidur." ujarnya setelah mendapat keberanian yang entah dari mana. Adam masih tetap memejamkan matanya. Berkali-kali Bian melirik kearah Pak Dino, khawatir Adam akan tertangkap basah tertidur di tengah-tengah pelajarannya.

"Adam!!" seru Bian sedikit lebih keras, Adam tetap tidak bergeming.

"Adam!" ulangnya, kali ini sambil menggoyang-goyangkan badan Adam dengan pelan. Entah dari mana keberanian semacam ini muncul.

Adam akhirnya bergeming, mulai membuka matanya, lalu menoleh kearah Bian dengan wajah yang mengantuk.

"Jangan tidur!" seru Bian dengan suara tegas yang tertahan, berusaha untuk tidak terdengar oleh Pak Dino.

"Emang gue tidur ya?" Adam memasang ekspresi wajah tanpa dosa dengan mata yang setengah menutup. Bian mendengus gemas setelah melihat wajah Adam yang terlihat sangat mengantuk, matanya yang sayu semakin terlihat sayu.

"Menurut lo? Ngaca deh, muka lo aja udah beler banget gitu."

"Ohya? Lo punya kaca nggak? Gue pengen liat." Adam mengusap-ngusap wajahnya dengan telapak tangan. Bian lalu mengambil cermin dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Adam.

"Ganteng." ujar Adam setelah melihat pantulan wajahnya dari cermin.

Bian menggerlingkan matanya keatas diam-diam.

Dasar cowok narsis, batinnya.

"Gue ke kamar mandi dulu deh, cuci muka, biar segeran." ujarnya kemudian sembari mengembalikan cermin yang dipinjamnya dari Bian.

"Yaudah."

"Pak, saya mau ke kamar mandi dulu buat cuci muka, ngantuk belajar fisika." Adam meminta izin dengan asal. Pak Dino hanya geleng-geleng kepala, memilih untuk mengabaikan ketidaksopanan Adam. Pak Dino memang terkenal dengan kesabarannya yang patut diacungi jempol. Bahkan, murid sebebal Adam yang bisa membuat guru lain darah tinggi pun tetap dihadapi dengan sabar oleh Pak Dino. Berbeda dengan Pak Dino yang santai-santai saja, Bian memandangi Adam dengan kesal.

Sumpah, ini orang gaada sopan-sopannya, batinnya heran.

"Yasudah sana." Balas Pak Dino tenang.

Semenit....

Dua menit....

Tiga menit...

Lima menit.....

Sepuluh menit...

Adam tidak juga kembali, Bian menoleh ke kanan dan ke kiri, hanya dia yang sendirian. Adam kemana sih? batinnya kesal.

Tiba-tiba dari pintu kelas muncul Bu Dian dengan Adam yang meringis kesakitan disebelahnya, tangannya menarik kuping Adam keras, hingga nampak Adam yang sedikit terangkat dari pijakannya, berusaha menahan sakit yang tercipta dari jeweran Bu Dian.

"Nih anak berusaha kabur lagi, Pak!" seru Bu Dian dengan tampang galak, membuat Bian bergidik takut. Jika ada guru yang disegani oleh Bian, itu adalah Bu Dian. Wajahnya yang tegas dengan sikapnya yang sama tegasnya, membuat Bian, bahkan semua murid tunduk padanya. Tapi tidak dengan Adam, hampir setiap hari dia membuat Bu Dian naik darah. Rasanya seperti, ia memiliki buku yang berisikan 1001 cara membuat Bu Dian marah.

RedamancyWhere stories live. Discover now