Tidak

35 4 0
                                    

Gue mau ngomong sama lu, besok, pulang sekolah, di cafe mentari sebelah sekolah. Gina.

Deg, jantung Bian berdegup kencang setelah membaca pesan tersebut. Walau dia sudah menyadari sebelumnya bahwa hal seperti ini mungkin terjadi, tapi tetap saja, rasanya tegang. Dia baru saja selesai membaca novel Shatter Me dari Tahereh Mafi dan hendak melanjutkan ke sequelnya, namun mood untuk membacanya seketika hilang. Dia langsung memencet tombol angka 4 di handphonenya, speed dial untuk nomor Winny.

"Apasih Yan? Ini drama yang gue tonton lagi klimaks! Jadi harus gua pause kan." jawab Winny dari seberang telepon.

"Ini lebih penting dari drama!" seru Bian dengan nada penuh kepanikkan. Winny mendengus. "Apasih yang lebih penting dari drama ini?"

"Hm..Gina nge chat ke whatsapp gue tadi, bilang kalau dia mau ngomong sama gue besok di cafe mentari."

"HAAAA?!!!! LO SERIUS?!!! TAPI KENAPA?!! GARA-GARA GOSSIP ITU?"

"Apalagi Win?" jawab Bian lemas. Sungguh, ia hanya ingin tenang, kenapa hidupnya langsung menjadi riuh setelah mengenal Adam?

"Udah besok lo hadapin dengan tenang ya, gue ngintip-ngintip deh, jaga-jaga kalau terjadi sesuatu yang buruk." jawab Winny.

Winny, entah harus berapa banyak Bian berterimakasih padanya, dan juga kepada Tuhan karena telah dihadirkannya Winny dalam kehidupannya. Bian sangat berterimakasih.

"Thanks, I'm forever thankful to have you in my life."

"Ah apasih, udah gua mau lanjut dulu nonton drama!"

That's her my friend, that's her, sahabat Bian yang berada di dua dunia, setengah dunia nyata, dan setengah dunia fana, or so-called-drama korea.

****

"Kenapa sih dek? Kamu tuh harus sekolah, kamu gasadar betapa beruntungnya kamu bisa sekolah dengan mudah disaat orang lain harus ngais-ngais cari uang untuk sekolah, dek?" ujar Bian sembari duduk di tempat tidur Diana-adik semata wayangnya. Rini menyuruhnya untuk membujuk Diana yang tidak ingin pergi ke sekolah. Entah apa yang membuat Diana tidak mau pergi ke sekolah hari ini, biasanya dia adalah anak yang ceria dan sangat semangat untuk sekolah. Rini yang sudah lelah membujuk, kemudian angkat tangan dan menyerahkan semuanya kepada Bian yang bisa bersikap lebih tegas kepada Diana. Diana tetap menyelimuti dirinya rapat-rapat dengan selimutnya yang bergambar Hello Kitty, enggan untuk merubah keputusannya. "Aku nggak mau sekolah!" jawabnya tegas. Bian menghela nafas tidak sabar, "Dek! Kamu kenapa sih? Jangan bikin semuanya khawatir!" serunya kemudian dengan tidak kalah tegasnya.

"Aku nggak mau sekolah, anak-anaknya jahat!" jawab Diana, suaranya terdengar bergetar, air mata mulai bergulir keluar dari kedua bola matanya. Wajah Bian langsung melembut, dielusnya rambut pendek adiknya pelan, "Kenapa teman-teman kamu, dek? Coba cerita sama kakak." ujarnya penuh perhatian. Diana menghapus air matanya lalu mulai bercerita kepada Bian.

"Ada temanku yang terus ngeledek aku gendut, katanya aku jelek banget, gendut, kaya karung sampah." Bian langsung terkejut setelah mendengar penjelasan dari Diana.

Karung sampah? Batinnya.

Dia tidak habis pikir bahwa anak kelas 1 Sekolah Dasar bisa sekejam itu kepada temannya sendiri.

Bullying, dia tidak pernah bisa mentolerir segala jenis bullying. Dia percaya bahwa efek dari bullying bisa sangat parah, bahkan tidak jarang kasus bunuh diri yang diawali oleh bullying. Entahlah, dia tidak pernah mengerti bagaimana orang menganggap olokkan terhadap orang lain itu lucu, apa yang menyenangkan dari itu semua? Apa mereka tidak berpikir bagaimana mengerikan rasanya ditertawakan banyak orang karena 'candaan' yang mereka anggap lucu, walau sudah membahas tentang fisik yang bisa menyakiti self-esteem dari orang yang bersangkutan?

RedamancyWhere stories live. Discover now