Rumor

46 8 0
                                    

"Bi Iyem, saya mau kopi, tolong bikinin ya." Adam memasuki rumahnya, ia masih tidak mendapati keberadaan Hafsah-Mamanya di rumah. Hafsah memang super sibuk, menjadi single parent dengan harus menghidupi dirinya dan Adam membuat ia selalu bekerja keras. Walaupun Rudi-- mantan suaminya masih rutin mengirimi Hafsah uang setiap bulannya, tetap saja, ia merasa uang itu bukan haknya lagi, itu hak Adam, maka dari itu uang tersebut selalu ditabungi untuk kebutuhan masa depan Adam. Adam mengerti, Adam tidak marah, namun kadang ia merindukan Hafsah yang selalu ada setiap ia berangkat dan pulang sekolah.

Direbahkan tubuhnya ke kasur, lalu terdiam menatap langit-langit.

"Lo sekarang ngincer Sabian? Mau lo kemanain Gina?"

"Lo sama aja kaya Ayah lo, tukang selingkuh, like father like son."

---BRAKK!!-pukulan keras mendarat tepat di dekat bibir Ryan, membuatnya meraba-raba bibirnya, lalu tampak kesal setelah mendapati darah segar yang mengalir dari bibirnya.

"Sialan lo!" seru Ryan bersamaan dengan pukulan yang ia layangkan kepada Adam, namun ia gagal, pukulannya berhasil ditepis.

"BOKAP GUE NGGAK SELINGKUH! BEGITU JUGA DENGAN GUE." Adam menatap Ryan dengan penuh kebencian. Lalu kembali menghajar Ryan habis-habisan, membuat Ryan tidak bisa berbuat apa-apa.

"Jangan pernah sekali-kali lo ngatain bokap gue tukang selingkuh." ujar Adam yang lalu kembali melajukan motornya, meninggalkan Ryan yang terkapar dijalanan sambil mengumpat, sekali-kali mengaduh kesakitan.

Adegan baku hantamnya dengan Ryan kembali terekam di kepalanya. Membuat Adam mengencangkan rahangnya, merasa kesal dengan Ryan yang bahkan tidak menyaring kata-katanya sama sekali. Adam memang kesal kepada Rudi, nyaris benci, namun batinnya menghentak, menolak dengan keras perkataan Ryan.

Nggak, Papa nggak selingkuh, batinnya.

Papa memang cerai sama mama, tapi itu karena masalah mereka berdua, bukan karena orang ketiga, papa nikah sama tante Juni juga setelah 1 tahun cerai dari mama, pikirnya kembali.

Yang membuat Adam begitu kesal dengan Rudi adalah, bagaimana ia merasa dianggap seperti sampah. Rudi sama sekali tidak meminta izin kepada Adam ketika hendak menikahi Juni, itu membuat Adam sangat gusar, dan terkejut. Sudah 1 tahun lebih semenjak Rudi menikahi Juni, namun Adam masih meresponnya dengan ketus, tidak banyak berbicara. Telepon dan pesan dari Rudi pun selalu ia abaikan. Rudi hanya bisa bersabar, ia tahu anaknya memang keras dan perlu waktu yang sedikit lebih banyak untuk menerima semuanya.

Sebenarnya, seringkali batin Adam menolak habis-habisan perlakuannya terhadap Rudi, ingin sekali rasanya ia memeluk Rudi erat, menceritakan perkara kisah cintanya kepada Rudi, seperti yang dulu biasanya ia lakukan. Ia merindukan masa-masa yang damai, tapi rasa kecewa, kesal, dan terabaikan, memenangkan perlawanan batinnya.

Ia masih butuh waktu.

Adam keluar menuju balkon kamarnya, dilihatnya langit yang mulai berwarna jingga, dengan banyaknya gumpalan awan abu-abu yang terangkai indah. Adam menghela nafasnya kasar, menyandarkan tangannya pada pagar balkon, untuk menopang segala beban yang nyaris membuat kepalanya meledak-ledak.

"Bener juga, indah." gumamnya.

"Dan bener juga, ngeliatnya malah bikin gue inget si Sabian hahaha." Adam tertawa, matanya masih terus memandangi senja pukul setengah 6 sore tersebut. Tiba-tiba handphone ditangannya berbunyi, menampakkan notifikasi chat dari Gina.

"Ini maksudnya apa, Dam?" Gina melampirkan foto Adam yang sedang berdiri di depan Bian sembari memasangkan helm ke kepala Bian, kejadian tadi sore. Adam mengerutkan keningnya bingung, siapa yang sempet-sempetnya foto ini? Pikirnya.

RedamancyWhere stories live. Discover now