2. PERTEMUAN PERTAMA

1.2K 42 0
                                    

#flashback on

Ega memandang rumah besar dihadapannya. Sebuah rumah mewah bertingkat dengan beberapa mobil yang terparkir di garasinya. Halaman rumah itu sangat luas dan dihiasi pepohonan yang membuat rumah itu terlihat rindang. Pemilik rumah ini pasti orang yang sangat kaya.

"Ayo, Nak, kita masuk", suara Bunda Ega menyentak kesadarannya.

"I-iya, Bunda", sahut Ega, berjalan mengikuti Bundanya masuk ke dalam rumah itu.

Mulut Ega ternganga melihat ruang tamu rumah itu. Sebuah ruang tamu mewah berisi satu set sofa dengan lampu gantung yang sangat indah diatasnya. Beberapa lukisan terpajang di dinding dan 4 lampu hias berada disetiap sudut ruangan. Sementara diseberang ruangan terdapat sebuah meja panjang dengan vas bunga dan bingkai foto yang diletakkan diatasnya. Ega menduga itu adalah foto-foto keluarga pemilik rumah ini. Jendela ruang tamu ini sangat besar dan menghadap langsung ke halaman depan sehingga Ega bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi diluar rumah. Rumah Ega tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ruang tamu ini.

"Bunda, ini rumah siapa sih? Gede banget...", bisik Ega kepada Bunda yang duduk disebelahnya.

"Rumah sahabat alm. Ayah, nak. Alhamdulilah mereka menjadi orang yang sukses hingga memiliki rumah semewah ini", jelas Bunda-nya. Ega mengangguk paham.

Sepulang sekolah tadi, Bunda mengajak Ega berkunjung ke rumah sahabat alm. Ayah-nya. Awalnya Ega menolak karena capek baru pulang sekolah. Apalagi dia tak kenal siapa sahabat alm. Ayah yang dimaksud Bunda itu. Namun melihat kondisi Bunda-nya yang kurang sehat akhirnya Ega setuju untuk menemaninya. Dia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Bundanya. Sudah beberapa hari belakangan ini wajah Bunda-nya terlihat pucat. Ega sudah mengajaknya untuk periksa ke dokter, namun Bunda selalu menolak dan mengatakan kalau dia baik-baik saja.

Beberapa menit kemudian sepasang suami-istri datang menghampiri mereka. Ega dan Bunda-nya langsung bangkit menyambutnya.

"Maaf ya, jeng, jadi menunggu lama", kata sang istri tersenyum ramah.

"Nggakapa-apa, mba. Saya yang harusnya minta maaf karena mengganggu waktu kalian", kata Bunda Ega balas tersenyum.

"Nggak ganggu kok, kita malah sudah menunggu kedatangan kalian sejak kemarin", sahut sang suami.

"Ini putri kamu, jeng? Cantik banget..." kata sang wanita memandang Ega yang berdiri disamping Bunda-nya.

"Iya, mbak. Kenalin ini Ega, putri saya. Ega, mereka Om Beni dan Tante Iis, sahabat alm. Ayah kamu waktu sekolah", kata Bunda Ega memperkenalkan ketiganya.

Ega tersenyum ramah dan menyalami kedua orang dihadapannya itu.

"Wajahmu sangat mirip ayah kamu, nak, hanya bibirmu yang mirip Bunda", komentar Om Beni memperhatikan wajah Ega.

"Hehe...iya, Om", sahut Ega, tersenyum lebar memperlihatkan gigi gingsul yang mencuat di bibirnya.

"Silahkan duduk, jeng, nak Ega", kata Tante Iis mempersilahkan. "Kebetulan putra kami juga ada disini. Dia baru sampai tadi pagi", lanjutnya.

"Benarkah? Wah... kebetulan kalau gitu, jadi Ega dan nak Irwan bisa sekalian berkenalan", ujar Bunda Ega.

'Irwan? Berkenalan?' perasaan Ega mulai tak enak mendengar nama anak Om Beni dan Tante Iis. Entahlah... Dia merasa ada sesuatu yang telah direncanakan oleh Om Beni, Tante Iis dan Bundanya..

Beberapa saat kemudian seorang pria bertubuh tinggi, atletis dan berwajah tampan datang dari arah dalam rumah. Dia berdiri disamping Tante Iis dan memandang mereka semua.

Ega memperhatikan pria itu. Dia mengenakan kaos lengan pendek warna abu dengan celana jeans panjang hitam. Penampilan yang simple namun tak mengurangi ketampanan diwajahnya. Ega merasa tak asing dengannya, wajahnya seakan familiar di matanya.

KESETIAAN CINTA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang