Kamu Lagi

165 5 3
                                    

Ku selusuri kota ini dengan perasaan yang tak karuan. Ingin sekali aku menangis tapi untuk apa? Untuk apa aku menangis karena hal sepele.

Aku pun ingin marah tapi harus ku luapkan kemana amarah ini?

Aku sangat kecewa tapi entah kecewa karena apa. Kalau dipikir-pikir tak ada yang salah dalam masalah hidupku ini. Tapi kenapa aku merasakan ini?. Merasakan sakit yang tak tau apa penyebabnya dan tak tau dimana letak sakitnya. Ingin sekali aku hilangkan rasa sakit ini. Tapi harus dengan cara apa?

Lagi dan lagi tempat ini yang aku tujui saat aku merasakan sakit. Tempat yang sangat tinggi dan dingin serta gelap. Tapi aku berani bersumpah, saat mentari datang tempat ini berubah menjadi indah. Dataran hijau dan angin sejuk serta gemericik air danau dapat menenangkan hati. Setidaknya tempat ini berhasil membuatku sedikit tenang.

Ku buka pintu mobil ini lalu perlahan berjalan menghampiri batang kayu yang tumbang. Duduk ku ditempat itu. Menatap kosong danau dihadapanku. Terlintas kejadian tadi di rumah. Aku sadar tak sepantasnya aku berkata dan bentindak seperti tadi.

Tapi alam bawah sadarku lah yang membuatku seperti itu. Dimanakah zidane yang dulu? Zidane yang santun dan ramah. Ah sudahlah percuma saja disesali toh aku pasti tidak bisa kembali seperti dulu.

Cukup lama ku duduk di sini. Telingaku mendengar suara seseorang. Kupertajam lagi pendengaran ini. Memastikan aku tak salah dengar.

"Tolong"
Ternyata pendengaran ku masih normal. Memang ada suara yang meminta tolong. Hatiku berkata untuk membantu orang itu. Tapi otakku berkata sebaliknya. Harus ku ikuti yang mana? Hati atau otak?. Sepertinya aku lebih setuju dengan otak. Orang itu bukan siapa-siapa ku lalu buat apa aku menolongnya.

"Tolooong"
Rintihan minta tolong itu semakin kencang. Kalau tebakan ku tak salah, itu adalah suara perempuan. Sebagai lelaki aku tak bisa diam mendengar perempuan yang tersakiti.

Lari ku menghampiri sumber suara itu. Dan tebakanku benar itu memang seorang perempuan. Dia berjongkok sambil melindungi tubuhnya. Sedangkan 3 lelaki hidung belang asik membelai-belai tubuh perempuan itu.

Ku perdekat jarakku dengan mereka.
"Woi!". Wajah 3 lelaki itu bersamaan melihat ke arahku. Dengan cepat ku hantam wajah salah satu dari mereka dan perkelahianpun dimulai. Kami saling menyerang. Tiga lawan satu bukan masalah bagiku. Dengan mudah aku mengalahkan mereka.

"pergi kalian!" perintahku kepada 3 lelaki lemah itu.
Ku pandangi perempuan tadi. Posisinya masih sama, berjongkok dan melindungi badannya. Dia bergetar artinya di benar-benar ketakutan. Malang sekali nasibnya.

"Lo udah aman" kataku kepada perempuan itu. Perlahan dia mengangkat kepalanya.

"Terima kasih" balasnya.

Kaget. Iyah seperti itulah yang aku rasakan. Dan mungkin perempuan itupun merasakan apa yang aku rasakan saat melihatku. Karena dia adalah perempuan yang telah menabrak mobilku.

"Perempuan macam apa lo itu? Udah hampir tengah malem dan lo masih keluyuran. Ya pantes aja lo di godain sama cowo-cowo lemah tadi" kataku sambil berjalan kepadanya.

Perempuan itu hanya diam saja. Tatapannya kosong. Mungkin dia masih trauma dengan kejadian tadi. Ku jongkokkan badan ini berusaha menyamakan dengannya. "Rumah lo dimana?" tanyaku. Perempuan itu tetap diam saja.

"Woii lo orang kan? Punya mulut kan? Ngomong dong" tapi lagi-lagi tak ada kata yang keluar dari mulut dia.

"Gue ga punya banyak waktu buat ngurusin cewek kaya lo" kataku dan kembali berdiri. "Sekarang jawab rumah lo dimana?".

Beberapa detik ku tunggu dan dia tetap tak menjawab. Habis waktu ku hanya karena dia, lebih baik aku pergi saja. Tapi selangkah kaki ini maju, tangan mungil dan dingin menahan pergerakanku. "gue ga punya rumah" satu kalimat keluar dari mulut perempuan itu.

Kasian sekali perempuan itu dia benar-benar ketakutan. Aku tak tega melihatnya. "Berdiri" kataku

Dia hanya menatapku penuh tanya. Ya tuhan lama sekali pergerakan perempuan ini. Masalahku sudah banyak dan sekarang aku harus bertemu dengan perempuan lemah dan lelet. Tanpa pikir panjang aku tarik tangannya dengan kasar.

"Aw pelan-pelan dong" rintihannya. Dan aku tak mengubrisnya, aku tetap langkahkan kaki ini dengan cepat ke tempat mobilku terparkir.

Ku bukakan pintu mobil lalu mendorongnya masuk ke mobilku dan menutup kencang pintu mobil ku kembali. Aku pun menyusul masuk dengan pintu yang berbeda.

"Lo mau bawa gue kemana? Lo mau culik gue?" tanya dia dengan suara bergetar. Memang banyak tanya sekali perempuan ini. Tak ku pedulikan pertanyaan-pertanyaannya ku kendarai mobil ini meninggalkan tempat tadi.

"Please turunin gue. Gue ga punya apa-apa" pinta perempuan itu. "Turunin gue. Turunin gue. Turin gue!".

Ish berisik sekali perempuan ini. "DIAM!" bentakku. Dan ternyata berhasil mulutnya terkunci tak berkata apapun. Sekarang kamu tau kan siapa aku.

Zidane GeovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang