Kacau Balau

148 5 0
                                    

Akhirnya sepanjang perjalanan mulut perempuan ini diam. Tapi aku bisa lihat dari gerak-geriknya dia ketakutan. Matanya selalu melirik kanan-kiri seakan dia sedang menghapal jalan. Terkadang dia menggigit ibu jari tangannya pula. Dia sama sekali tak berani melihat ke arahku.

Perjalanan untuk sampai di tempat tujuan lumayan jauh. Perlahan mata perempuan ini berat dan akhirnya dia tertidur pulas. Uh coba saja dari tadi dia diam, rencanaku bisa lancarkan.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan. Aku bisa sampai juga di tempat ini. Lelah sekali rasanya malam ini. Kuperdekat jarakku kepada perempuan itu. Memperhatikan dia dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rambutnya hitam dan gelombang hanya sebahu. Kulitnya sawo matang benar-benar kulit asli pribumi. Apalagi payudaranya tak menggoda sama sekali. Lebih dekat lagi ku meneliti perempuan ini. Mukanya khas muka indonesia. Mata yang bulat, hidung tak terlalu mancung, bibir yang lumayan tipis tak heran perempuan ini banyak sekali berbicara. Ku hirup aroma tubuhnya tapi entah kenapa ku hirup di bagian leher. Aroma tubuhnya benar-benar manis. Kalau dibandingkan perempuan-perempuan yang pernah mendekatiku dia tak ada apa-apanya. Tak ada yang istimewa dari perempuan ini.

Ku angkat kepalaku untuk berpindah ke bagian telinga. "Heh udik bangun" kataku. Mata perempuan itu perlahan terbuka. "Ini dimana?" tanyanya sambil melihat keluar jendela mobil.

"Turun!" perintahku. "Ini dimana?" tanyanya lagi sambil melihatku.

"Ga usah banyak tanya. Cepet turun gue udah cape" jelasku. Tapi lagi dan lagi perempuan ini bertanya "ini dimana?".

Ish dia benar-benar buatku kesal. "Turun dari mobil gue. Sekarang!" nada bicaraku sudah mulai kesal. Akhirnya si udik ini mengikuti perintahku. Dia keluar dari mobilku dan akupun sama keluar pula dari mobil.

"Ikuti gue!" kataku. Good girl memang penurut perempuan ini. Dia mengikutiku seakan-akan dia ekorku.

Sampailah kami di depan pintu salah satu apartemenku. "Masuk!" suruhku. Dia tetap menjadi penurut. Dia mengikuti perintahku. Kembali ku tutup pintu ini. Enak sekali perempuan ini, tadi aku menjadi bodyguardnya lalu menjadi supirnya dan sekarang menjadi pelayannya.

"Siapa suruh kamu duduk? Berdiri!" kataku. "Ambilin gue minum" tambahku.

Dahi perempuan itu mengernyit, matanya membulat dan mulutnya menganga. "Memangnya aku pembantu kamu apa?"

Geram sudah aku dengan perempuan ini. Dengan langkah cepat aku perdekat jarak kami. Tapi perempuan ini malah mundur hingga ke tembok. Posisi yang bagus. Kuletakkan 2 tanganku di kanan kiri tubuh perempuan ini. Mendekatkan wajahku kepadanya. "Lo gue bawa kesini bukan buat numpang tidur atau makan. Lo disini harus kerja dan sekarang GUE BOS NYA!" bentakku tepat di wajah perempuan itu.

"Gue capek mau tidur. Lo cari kamar lo sendiri. Ngerti?" lalu perempuan itu menganggukan kepalanya.

Kasur berukungan king size sudah menungguku. Kurebahkan badan ini. Benar-benar lelah malam ini. Belum selesai dengan urusan pria tua itu, sekarang aku harus berurisan dengan perempuan yang sama sekali tak ku kenal. Pikiran ku memang benar-benar kacau balau hingga berani membawa perempuan asing ke apartemen.

PREEENGG...

Ya Tuhan apalagi sekarang. Tak bisakah aku beristirahat sebentar malam ini. Ku hampiri sumber suara yang sudah mengganggu ketenanganku.
"Keluar lo dari apartemen gue!"

"Hah?" kagetnya.

"Budek ya lo. Keluar sekarang! Dasar pembawa sial!" kataku.

Perempuan itu hanya menatapku dengan muka tak percaya. Tanpa basa-basi dia keluar dari apartemenku.

Akhirnya aku bisa tenang. Thanks god. Aku kembali kedalam kamarku. Merebahkan badanku pada kasur berukuran king size. Membiarkan setiap inchi bersinggung dengan tempat empuk nan lembut ini. Kepalaku mengadah ke atas memandangi langit-langit kamar. Seperti terhipnotis mataku makin lama semakin berat hingga tertutup lelap.

Aroma ini, aroma yang tak asing bagiku. Aroma yang dapat menenangkan perasaan. Desiran angin dingin malam menerpa kulitku. Gemericik air yang jatuh dari langit abu-abu di luar sana masuk ke pendengaranku. Seakan mengajak ku untuk menikmatinya. Kubuka mata sembab khas tidur perlahan. Meregangkan tubuhku untuk merilekskan badan.

Benda di dinding itu berhasil menarik perhatianku. 03.15. Angka itulah yang ku lihat. Entah mengapa terbesit bayangan perempuan tadi. Diluar sana sedang hujan. Dan teganya aku mengusir dia cuma karena satu gelas di kitchenset ku pecah. Laki-laki macam apa aku ini membiarkan perempuan berkeliaran malam-malam di bawah hujan.

Karena aku merasa lelaki sejati maka aku harus mencarinya. Dan disinilah aku. Di jalan raya yang sepi sambil mengendarai mobilku. Mata ini dari pertama keluar apartement sudah mengadarkan pandangannya untuk mencari dia. Dia perempuan yang entah siapa namanya. Yang berhasil membuat Zidane Geovan merasa khawatir.

Ya aku akui aku khawatir pada perempuan itu. Bagaimana jika dia diganggu oleh lelaki hidung belang seperti kejadian beberapa jam lalu. Atau bagaimana jika dia sudah habis di cicipi lelaki hidung belang di luar sana.

Diujung jalan sana. Di halte bus yang sepi. Dia orang yang kucari sejak setengah jam lalu akhirnya kutemui. Keluarku dari mobil menghampiri dia. Lihatlah malang sekali dia. Meringkuk kedinginan dengan sekujur tubuh yang basah sudah mirip anak kucing kecebur got. Dengan mata tertutup badannya menggigil. Kuraba keningnya dengan telapak tanganku.

***
Akhirnya kuputuskan membawa perempuan ini kembali ke apartemenku. Dia tak sadarkan diri dari tadi. Ku baringkan dia di kasur. Membuka satu persatu pakaian yang menempel di badannya hingga polos tanpa sehelai bedangpun. Tubuhnya benar-benar mulus dan berhasil membuat daerah sensitifku menegang. Ingin sekali mencicipi perempuan ini.

Kau harus sadar zidane. Bukan itu tujuanmu menelanjangi perempuan ini. Kau harus segera mengganti pakaiannya agar dia hangat. Ku buka lemari pakaianku. Shit!. Aku lupa di apartemenku hanya ada beberapa potong pakaian. Pilihanku berakhir pada baju kaos polos berwana biru muda. Ku kenakan kaos itu kepadanya lalu menyelimutinya hingga leher. Berharap dengan begitu cukup membuat badannya tak kedinginan.

Ku ambil pakaiannya yang tergeletak di lantai lalu menyimpannya pada box pakaian kotor. Ku keluarkan isi tasnya satu persatu. Dan liat di tasnya terdapat gantungan dengan tulisan nama. Sudah macam tas anak tk saja di beri nama. TIAN. Apakah itu nama perempuan ini. Ku tengok perempuan yang sedang berbaring di kasur itu. Berbaring lemah beda sekali saat pertama kali kami bertemu.

Zidane GeovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang