Perkenalan

145 2 0
                                    

Tian POV

Rasanya nyaman dan hangat tapi sedikit sesak. Perlahan aku buka mata ini. Hampir saja aku berteriak kalau tidak ku bungkam mulut ini dengan tangan. Apa-apaan ini. Kenapa aku seranjang dengan dia. Tapi tunggu, kalau sedang tidur dia tak seseram biasanya. Wajahnya tenang dan ganteng. Apa? Apa yang aku bilang tadi. Dia ganteng? Memang sih harus aku akui di memang ganteng. Tapi sayang sifatnya ganas seperti monster.

"Udah puas mandanginnya?" kata lelaki dihadapanku ini. Bagaimana bisa dia tau aku memperhatikannya padahalkan matanya masih terpejam.

"Jangan diliat terus entar lo jatuh cinta" kembalilah dia menjadi si penyebal.
"Gue bilang jangan di liat" katanya sekali lagi sambil menutup mataku.

"Ish apaan sih. Awas" kataku sambil menyingkirkan tangannya.

"Kenapa gue bareng lo lagi?" tanyaku.

"Kemaren lo sekarat jadi gue bawa kesini" katanya sambil berusaha duduk.

"Sekarat? Mau mati maksud lo?" tanyaku lebih jelas dan mengikutinya duduk.

Dia merangkulku lalu memegang keningku.

Deg.

Deg.

Deg.

Aduh dia ngapain sih. Kok aku degdegan gini yah. Dan kenapa aku ga berontak. "Udah ga panas" katanya.
Oh jadi aku demam terus dia bawa aku ke sini. Ternyata dia memang baik.

"Sekarang buatin gue sarapan yah" lanjutnya. Ternyata dia masih menyebalkan.

"Gue masih pusing" kataku sambil memegang kepala seakan aku memang pusing.

"Jangan boongin gue. Cepet tinggal di sini ga gratis" keluar lagi deh ganasnya.

Oke cara terakhir. Aku mengeluarkan muka manja ku dengan puppyeyes andalanku. "Cepet!" perintahnya. Kalau udah begini aku ga bisa nolak. Biasanya kan berhasil kok ke dia ga mempan ya.

Aku turunkan kakiku dan melangkah keluar kamar. Eit tunggu sebentar. Ku pandangi bayanganku di cermin. Seperti ada yang nampak beda. Beberapa detik kuperhatikan dan hah. Pakaianku kenapa jadi gini. Dengan sinis mata ini langsung menatap lelaki yang duduk di kasur. Dan apa balasannya? Dia hanya tersenyum kecil.

Oh Tuhan apakah dia sudah menggauli ku. Apakah keperawananku telah lenyap oleh dia.

Zidane POV

Kupandangi dia yang mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Eh tunggu kenapa dia berbalik. Dan kenapa dia malah bercermin. Bajuku ternyata cocok dipakainya walaupun kebesaran. Sepertinya dia sudah mulai sadar kalau dia memakai bajuku.

Dugaanku benar, tatapan sinis dilontarkannya kepadaku. Ingin rasanya tertawa terbahak-bahak. Tapi ingat jaga image mu zidane. Cukup senyum kecil saja.

"Lo!" bentaknya sambil menunjukanku.

"Badan lo mulus" kataku. Dia kaget hingga mulutnya menganga. Otak jail ku mulai bermain.

Ku mendekatinya. Dan wajahnya semakin tegang. Ku jilat bibir bawahku seakan aku tergoda padanya. Lalu mendekatinya tepat di depan wajahnya. Wajahnya benar-benar lucu saat tegang. Ku pegang dagunya. "Ga usah nganga atau lo mau gue cium?" kataku sambil menaikan sebelah alis.

Seketika dia langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Lalu lari ke arah dapur dengan gesit. Haha dasar perempuan gila. Aku berani bertaruh pasti jantung dia sudah berdebar kencang dan otaknya itu pasti tidak dapat berpikir.

PREENGG...

Huu sudah ku duga. Pasti dapurku kacau. Apalagi yang dia kali ini. Kenapa perempuan itu tidak bisa melakukan semua hal secara lemah lembut sih.

"Woi kampret!" panggil ku.
Dia langsung menatapku. Dan apa? Dia langsung menutup dadanya. Ya Tuhan dia benar-benar parno. Tapi permainan ini sudah terlanjur. Jadi? Lanjutkanlah zidane.

Satu langkah, dua langkah ku mendekatinya. Dan satu langkah, dua langkahpun dia berjalan mundur menjauhi ku. Oke mau main kucing-kucingan anak satu ini. Makin cepat ku mendekat, makin cepat juga dia menjauh hingga di ujung ruangan. Nah ketangkap kamu sekarang tikus got.

Senyum jail ku tebarkan padanya. Ku ulang lagi adegan menjilat bibir bawahku seperti tadi. Jijik sekali aku ini sudah macam om-om genit saja.

"Heh lo mau apa?!" bentak dia. Ganas sekali tikus ini. Tapi siapa peduli lanjutkan sajalah. Dekati.. Dekati.. Dekati. Dekat sekali.

Zidane GeovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang