1. Matahari Kesukaannya

10.2K 317 19
                                    

Setelah menanggapi segala permintaan adik-adik kelas berumur 3 hari di SMA Katara yang dikerjai panitia MOS untuk meminta tanda tangan sebagai pemenuhan tugas, Delan dan Yunda yang tadinya dari kantin, sekarang mereka sama-sama sedang meneruskan perjalanan menuju kelas XII IPS 2, kelas mereka. Hari ini memang merupakan masa orientasi siswa terakhir dan besok merupakan hari pertama siswa baru SMA Katara memulai masa kegiatan belajar mengajarnya.

Belum apa-apa, Delan yang sempat tampil mengisi acara hiburan saat hari pertama MOS, tiba-tiba saja menjadi target fans siswa baru. Itu memang hal yang biasa buat Delan. Sebab, tahun lalu pun sama. Ketampanan laki-laki selalu menjadi bonus tersendiri yang menjadi sebab seorang Delan disukai. Selain itu, kelebihan Delan adalah suaranya yang merdu, otak cerdas, dan senyum yang magis. Ketiga hal itu mampu membius gadis-gadis remaja yang baru mengenal cinta.

Tapi, tidak dengan Yunda. Delan tahu itu. Dulu mereka adalah musuh, tapi sekarang Yunda adalah sahabat perempuan satu-satunya yang tidak terpikat dengan Delan. Nyatanya Yunda sudah ada yang punya dan sampai sekarang hubungan Yunda dengan kekasihnya Dimas masih awet meski pernah beberapa kali mengalami masalah. Delan dan Yunda sudah bersahabat sejak kelas XI SMA.

Semua berawal dari ekstrakurikuler musik. Yunda sama dengan Delan yang memiliki bakat menyanyi. Setiap kali akan diajukan lomba menyanyi dengan mewakilkan 1 orang, Delan selalu menjadi pilihan pertama dan Yunda cadangan. Gadis itu selalu tidak terima dan menganggap Delan pembawa sial. Sebab seumur-umur Yunda tidak pernah diletakkan menjadi vokalis cadangan. Sampai posisi yang pertama itu direnggut oleh Delan. Yunda benci itu. Permusuhan itu berawal dari Yunda saat mereka kelas X SMA.

Delan yang dulu tak perlu merasa membenci Yunda, karena gadis itu hanya merasa iri terhadapnya, maka ia berupaya bersikap baik dengan Yunda. Sayangnya, ia tidak pernah digagas. Setiap perempuan yang diberi perhatian olehnya, pasti akan langsung membawa perasaan. Tapi, saat Delan memberikan perhatian itu pada Yunda, yang ada Delan malah kena semprot cemoohan dari Yunda.

Lantas, bagaimana bisa keduanya menjadi sahabat? Semua itu berakhir saat Delan mengundurkan diri dari perwakilan lomba menyanyi solo se-provinsi dan memberi kesempatan kepada Yunda untuk maju mewalili sekolah. Awalnya guru musik mereka tetap meminta Delan yang mewakili, tapi sebaliknya, Delan merayu dan meyakinkan guru musik mereka bahwa Yunda lebih bisa darinya.

Pada titik itu, Yunda baru merasa tidak enak hati dengan Delan yang sampai membujuk rayu guru musik hanya untuk dirinya. Delan juga rela mengundurkan diri hanya untuk memberi kesempatan emas itu pada Yunda. Padahal Delan tahu kalau Yunda sangat membencinya dan selalu mencemoohnya. Hasilnya, Yunda membawa piala kejuaraan umum dua dan Yunda merasa harus sangat berterima kasih kepada Delan sekaligus meminta maaf atas perbuatan buruknya kepada lelaki itu selama ini. Delan tentu saja memaafkan.

Rumus hidup Delan mudah saja, ketika orang lain berlaku jahat padanya, maka bersikap baik-baiklah dirinya untuk orang tersebut. Secara hukum alam, orang lain yang berlaku jahat padanya pasti akan luluh juga. Inilah nyatanya sekarang. Delan dan Yunda bersahabat.

"Jadi, jalan sama Dimas nanti sore?" tanya Delan pada Yunda setelah mereka sampai di kelas.

"Jadi dong..." jawab Yunda dengan sumringah. "Emang kenapa?"

Delan menggeleng sekali, "Kalau nggak jadi, aku yang mau ajak kamu pergi."

"Kemana?"

"Beli bunga."

Yunda mengernyit, "Buat?"

"Buat... kamu."

"Hah... kok aku? Kamu..." Yunda nyengir meledek sambil menuding-nuding diserta bingung dan curiga kalau-kalau Delan naksir padanya, sementara Delan menyentil jidat Yunda dan segera ditepis oleh pemilik jidat.

Delan tertawa renyah, seolah tahu pikiran Yunda, "Enggaklah. Pede amat. Aku mau beli bunga buat mama. Dia ulang tahun hari ini."

"Oh... kirain tiba-tiba naksir," Yunda dan Delan tertawa bersamaan. "Hubungannya sama aku apa?"

"Kamu kan cewek. Mama juga cewek. Pasti sama-sama ngerti dong bunga mana yang pas buat cewek."

"Hemm... selera aku sama cewek pada umumnya beda, De."

"Emm gitu... kalau cewek suka bunga mawar, kamu suka apa dong? Bunga bangkai?"

Yunda tergelak praktis dan menabok bahu Delan, gemas.

"Fiks, kita musuhan lagi!" Yunda masih tergelak.

"Katanya beda selera sama cewek pada umumnya..."

"Beda sih beda, tapi kan... bukan bunga bangkai juga astaga...," Yunda kembali terkekeh sendiri.

Delan lagi-lagi tertawa renyah, "Terus, suka bunga apa?"

"Bunga matahari."

Delan menyipitkan mata dan kepalanya dimiringkan sedikit, berpikir. Disaat-saat Delan bersikap berpikir seperti ini, Yunda merasa lucu dengan tingkahnya dan dia pasti tertawa kecil menyeriangi sikap Delan.

"Kenapa bunga matahari?"

"Kepo. Cari tahu saja sendiri."

Setelah berkata seperti itu, Yunda beranjak mendahului langkah Delan dan masuk kelas lebih dulu. Delan menghela napas pendek.

"Dih, orang cuma ingin tahu doang juga. Nggak mau cari tahu! Bodo amat!" Teriak Delan dari kejauhan dengan muka tidak peduli.

Yunda hanya cukup melirik, tanpa balasan. Gadis itu mendaratkan diri untuk duduk di samping Amel, teman sebangkunya. Delan pun melakukan hal yang sama. Letak bangku mereka bersebalahan. Yunda sempat melirik Delan lagi untuk yang kedua kalinya sebelum pelajaran Sejarah dimulai. Delan pun melakukan hal yang sama. Hanya saja mereka sama-sama tidak tahu dengan apa yang ada dalam pikiran mereka masing-masing. Yunda menjulurkan lidah, meledek. Sementara Delan hanya mengerucutkan bibir ke samping. Setelah itu, keduanya tidak saling melirik lagi dan fokus mendengarkan pelajaran.

...

"Dimaaass...!" panggil Yunda dari dalam kelas menuju keluar kelas dimana lelaki bernama Dimas itu berada sambil melangkah cepat-cepat.

Tangan Yunda terbuka melingkar dengan gesit ke dalam pelukan Dimas. Mesra. Delan mengamati itu dari dalam kelas sambil memunguti buku-bukunya dengan sedikit dibanting-banting. Niatnya dirapikan, tapi malah berujung emosi saat melihat Yunda dan Dimas begitu mesra di depan kelasnya. Bibirnya mengerucut, matanya iri. Berulang kali Delan berpikir, mengapa ia harus cemburu? Berungkali pula Delan mencoba untuk biasa saja, tapi hasilnya nihil. Ia tetap cemburu.

Kalau bukan karena Delan sempat menyukai Yunda, ia tidak akan pernah membuka hati untuk mengundurkan diri dari lomba menyanyi solo se-provinsi. Bersahabat dengan Yunda sudah merupakan bonus buat Delan. Nyatanya ia terlambat menyatakan cinta. Mau tidak terlambat pun Yunda akan tetap menolak bukan? Sebab, gadis itu kan memang membencinya. Delan merasa, mungkin memang ini nasibnya. Bertepuk sebelah tangan.

Dimas sudah mendahuluinya. Satu pikiran Delan saat ini. Ia harus move on. Sebab, melihat kemesraan Yunda dengan Dimas seolah tidak ada lagi celah untuknya bisa mendapatkan Yunda seutuhnya. Kedua manusia itu terlalu serasi. Sementara Delan, boro-boro serasi, diperlakukan mesra atau diperhatikan dengan Yunda saja tidak pernah. Delan yang memperhatikan Yunda terus baru benar. Tapi kalau Yunda diminta untuk memperhatikan dirinya, itu mimpi. Delan menghela napas berat, lalu meninggalkan kelas.

***

Salam, Pengagum Rahasia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang