Apa pun bisa didapatkan dari Rian; informasi, makanan dan minuman yang dilarang dikonsumsi di asrama, rokok, dll. Jasanya sudah terkenal dan terpercaya seantero sekolah.
Asalkan ada duit, apa pun yang lo mau gue kasih. Itu motto Rian. Dan saat ini dia tengah memberikan jasanya kepada Angkasa; sebuah informasi. "Dia murid baru, pindahan dari Surabaya. Namanya Bintang Ranjana. Kelas XI IPA 2. Lokernya nomer 7. Kamar asramanya nomer 24, dia sekamar sama Melan," paparnya panjang lebar. "Ada lagi yang mau lo tau?"
Angkasa menggeleng. Itu sudah lebih dari cukup. Dia tidak berminat untuk mengetahui yang lebih jauh. Laki-laki itu merogoh saku dan mengeluarkan beberapa lembar uang bergambar proklamator kemerdekaan Indonesia, kemudian dia serahkan pada Rian. "Thanks," katanya sebelum beranjak pergi.
Rian menatap uang dalam genggamannya dalam ketercengangan. "Ini kebanyakan. Woi, Sa!" teriaknya yang sama sekali tidak diindahkan oleh Angkasa. "Ya udahlah. Rejeki anak soleh."
***
"Bita, mau ikut ke kantin nggak?" tawar Melan.
Bintang yang tengah sibuk menyalin tulisan dari papan tulis ke buku catatannya lantas menghentikan aktivitasnya sebentar hanya untuk merespons tawaran Melan. "Lo duluan aja. Nanti gue nyusul."
"Bener nih? Nggak papa gue tinggal?"
"Iyaaa. Udah sana."
Melan menghela napas. "Ya udah gue duluan, ya," katanya sebelum pergi keluar kelas. Cacing-cacing di perutnya sudah berdemo meminta diberi asupan nutrisi.
Bintang menghela napas lega setelah selesai menyalin semua materi pada buku catatannya. Gadis itu berdiri dan segera keluar kelas menuju lokernya untuk menyimpan beberapa buku paket di sana.
Mengernyit, Bintang meneliti bingkisan yang ada di dalam lokernya. Ditutupnya loker tersebut hanya untuk memastikan dia tidak salah membuka loker. Tapi itu memang benar lokernya. Maka demi menjawab pertanyaan yang mencuat di kepalanya, Bintang mengambil bingkisan tersebut.
Sebuah jaket dan beberapa cokelat batangan berukuran jumbo. Oh tunggu, masih ada sebuah kertas yang bertuliskan:
Thanks. Apa ini cukup?
Tiga detik kemudian semuanya menjadi jelas; itu jaket yang dia pinjamkan kepada laki-laki yang ditemuinya kemarin. Sebuah senyum sederhana tercipta begitu saja di bibirnya. Jadi, begini cara dia berterimakasih?
Bintang menaruh jaketnya di dalam loker sebelum menutupnya. Bingkisan berisi cokelat pemberian laki-laki itu berada dalam genggamannya. Lalu tanpa disengaja, matanya menangkap sosok laki-laki yang baru saja keluar dari kelas XI IPA 3.
Itu dia!
Memberanikan diri, Bintang berjalan cepat menghampiri laki-laki itu. "Hei!"
Angkasa yang tengah berbincang dengan Johan lantas menatap gadis yang tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Bintang menyodorkan bingkisan yang dibawanya. "Nggak bermaksud nolak, tapi gue punya alergi makanan. Salah satunya cokelat."
Mengernyit, Angkasa melirik bingkisan tersebut sejenak sebelum mengambilnya. "Maaf, gue nggak tau," katanya. "Jadi gimana cara gue berterimakasih?"
Bintang tersenyum simpul. "Nggak perlu gimana-gimana," katanya. "Lupain aja."
Angkasa bergumam dalam hati, Aneh. Biasanya cewek suka cokelat. Kemudian dia tersadar bahwa mulutnya belum sempat berucap terima kasih atas bantuan yang diberikan gadis itu kemarin. "Thanks, ya,” katanya. Dia lalu mengulurkan tangan. “Gue Angkasa.” Dalam hati dia terkejut sendiri dengan sikapnya yang terkesan welcome pada gadis di depannya. Padahal selama ini dia enggan berurusan dengan cewek. Angkasa berusaha meyakinkan diri, mungkin ini semua karena gadis itu telah membantunya kemarin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengangkasa
Teen Fiction"Jika ucapan selamat ditujukan untuk hal-hal yang baik, lantas di mana letak kebaikan dalam ucapan selamat tinggal?" --- Copyrights 2017 by Anroy. Amazing cover by @firdaadilah