Pramius Aldebaran: Ta, bisa kita ketemu sebentar? Saya ada di dekat sekolah kamu.
Bintang menghela napas berat. Apa yang dia lakuin di sini?
Dalam jarak sedekat ini Angkasa dapat melihat wajah pucat Bintang. Karena tak kunjung direspons oleh gadis itu, Angkasa bertanya sekali lagi, "Bintang, kenapa?"
Bintang menyapukan lidah, membasahi bibirnya yang terasa kering. Gadis itu segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku rok abu-abunya. "Nggak ada apa-apa," jawabnya. "Eum ... apa kita boleh keluar di jam istirahat?"
Dahi Angkasa berkerut samar. "Nggak boleh. Kenapa emang?"
Seulas senyum yang kentara sekali dipaksakan, tercipta di bibir Bintang. "Oh, nggak boleh, ya."
Angkasa memasukkan alat-alat tulisnya ke dalam tempat pensil. Laki-laki itu berdiri. Tangan kirinya memegang sketchbook dan tempat pensil sekaligus. Sedangkan tangan kanannya dia ulurkan pada Bintang. "Ayo!"
Bintang menatap tangan yang terulur di depannya beberapa saat. Lalu menengadahkan kepalanya pada Angkasa dengan pandangan bertanya.
Angkasa berdecak. "Cepet bangun, jam istirahat hampir habis. Lo mau keluar kan?"
"Katanya nggak boleh keluar?"
"Ikut gue. Ayo!"
Meski ragu, tangan Bintang terulur ke depan, mengenggam tangan Angkasa. Gadis itu berdiri dan mengekor Angkasa tanpa suara.
Bintang menuruni tangga berdua Angkasa. Tangan mereka masih bertautan. Ketika beberapa menit kemudian Angkasa menghentikan langkah, Bintang melakukan hal serupa.
"Tunggu di sini," perintah Angkasa. Laki-laki itu berjalan menjauh. Genggamannya pada tangan Bintang terlepas.
Di kejauhan, Bintang melihat Angkasa terlibat perbincangan serius dengan satpam penjaga gerbang sekolah. Sesekali alis Angkasa berkerut. Dan satpam itu tampak jengah sekaligus khawatir dengan kehadiran Angkasa.
Tidak membutuhkan waktu yang lama sampai Angkasa kembali ke hadapan Bintang. Dia berkata, "Ayo kita keluar."
"Hah?"
Angkasa berdecak. "Jangan buang-buang waktu, Bintang. Ayo!" Lagi-lagi Angkasa menarik lengan Bintang. Mereka kembali berjalan. Kali ini, keluar gerbang sekolah.
"Lo mau ke mana?" tanya Angkasa.
"Gu-gue ...." Bintang tergagap. Dia tidak tahu harus ke mana. Di mana dia harus menemui orang itu?
Bintang celangak-celinguk. Lalu dia tertegun, fokusnya terpatri ke depan. Bahkan dari jaraknya sekarang, dia bisa mengenali siapa sosok yang menduduki bangku kayu panjang di kejauhan sana. Itu dia! "Sa, tolong tunggu di sini sebentar, ya."
Angkasa baru saja ingin mengulangi pertanyaannya. Namun diurungkannya niat itu ketika matanya menangkap sorot memohon dari sepasang mata milik Bintang. Angkasa mengangguk ringan. "Oke. Lo cuman punya waktu sepuluh menit sebelum jam istirahat berakhir."
Bintang tersenyum. "Makasih." Gadis itu lalu berlari menjauh. Dan baru berhenti ketika langkahnya semakin dekat dengan seorang laki-laki yang menduduki bangku di bawah sebuah pohon rindang.
Kemudian Bintang duduk di sebelah laki-laki itu.
Angkasa mengamati semua itu dari kejauhan, dalam diam.
***
Sudah berhari-hari pencariannya berbuah nihil. Tidak ada seorang pun yang bisa dimintai informasi. Tapi, meskipun begitu, toh dia tetap mencari. Bahkan sampai hari terakhirnya di Jakarta, dia tetap memiliki harapan untuk menemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengangkasa
Teen Fiction"Jika ucapan selamat ditujukan untuk hal-hal yang baik, lantas di mana letak kebaikan dalam ucapan selamat tinggal?" --- Copyrights 2017 by Anroy. Amazing cover by @firdaadilah