16. Time of Death

113 13 13
                                    

Genre : Gore [Winter]
Subgenre : -
Author : lirazwadec
Keywordnya : Pohon cemara.

***

Badai salju menutupi jalan sepi di sebuah jalan pinggir kota. Tak ada siapa pun kecuali badai dan salju di mana-mana. Seorang gadis yang tersesat ditengah badai salju kebingungan tak tau arah. Diantara pepohonan cemara nan tinggi ia menyipitkan mata, mencari tempat untuk berteduh, ia nyaris tak merasakan kakinya.

Samar-samar, gadis itu melihat sebuah rumah kabin diantara pepohonan cemara. Gadis itu tak perlu pikir panjang untuk langsung berjalan ke arah rumah tersebut. Tak peduli akan apapun lagi.

Deg!

Ruruka nyaris saja jantungan saat melihat sosok pria tiba-tiba berdiri di sampingnya. “Ya Tuhan, kau mengagetkanku.” Guman Ruruka.

Tak ada jawaban dari si pria misterius itu. Meskipun mereka sudah diatas lantai kayu rumah kabin, badai saltu tetap saja berhembus kencang. Ruruka bisa merasakan pipinya perlahan-lahan mulai membeku.

“Badainya tidak akan berhenti sebelum kau mati, kau tahu.” Tiba-tiba pria itu mengeluarkan suara.

Gadis itu mendongak, melihat seorang pria bertopi dan mengenakan masker hitam. Menatap dirinya tajam. Pria itu mengenakan jaket dan syal, meskipun begitu itu tak cukup untuk melindungi diri dari suhu ekstrim ini, pria itu seolah tak terpengaruh oleh badainya.

Ruruka ingin menjawab ucapan pria itu, namun tubuhnya sudah tak sanggup lagi dengan dinginnya udara di sana. Ruruka tak menyadari bahwa ia baru saja masuk ke dalam perangkap dari seorang pembunuh. Gadis itu tak selamat.[]

Ruruka tersadar, cahaya terang menyilaukan matanya, dilihatnya lampu besar tepat di hadapannya. Ia merasakan kedua tangannya diikat, begitu pula dengan kedua kakinya. Ia sadar bahwa dirinya berada di kursi yang mirip dengan kursi untuk pemeriksaan gigi yang selalu di kunjunginya. Seorang pria berjalan membawa suntikan di tangannya.

Melihat pria itu, Ruruka sadar nyawanya tak akan lama lagi. Dilihat dari kondisinya, suntikan di tangan si pria dan beberapa alat tajam rumah sakit di meja kiri dan kanannya, ia tak akan bertahan lama lagi.

“Kau cukup pendiam dari yang kubayangkan.” Ucap si pria.

“Kau akan membunuhku kan?” tanya Ruruka secara langsung.

“Tak kusangka itu kalimat pertama yang kau ucapkan.”

“Jadi benar ya...” Ruruka penuh keputus asaan. “Tidak apa, aku tak pernah berpikir akan di bunuh cowo ganteng seumur hidupku. Apalagi sepertinya aku juga akan di mutilasi ya?”

Si pria berjalan ke ruangan di sebelahnya, melihat korban seperti dirinya sedang menggeliat di kursi yang sama sepertinya. Jarum suntik disuntuikkan di leher si korban pria, menarik darah kental secara terus menerus. Ruruka tak dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukannya, yang jelas adalah si korban memberontak hebat di kursi dengan suara desahannya yang tertahan.

Ruruka mengalihkan pandangannya, memejamkan mata dan berusaha tidak mendengar apapun saat ia lihat si pria mutilasi itu mulai menyalakan gergaji listrik. Mau tidak mau, Ruruka bisa mendengar jeritan tertahan dari si korban. Tubuh gadis itu gemetar. Bagaimana pun juga hati nuraninya ingin ia bisa segera melarikan diri dari tempat mengerikan itu.

Ruruka menyipitkan mata saat suara-suara mengerikan itu sudah berhenti. Perlahan kepalanya menoleh ke arah kursi di mana si pria tadi di mutilasi.

Lalu Ruruka dikejutkan oleh wajah penuh bercak darah tepat di hadapannya. Tersenyum lemah lembut sambil menaikkan suntikan bekas yang penuh darah. Suara Ruruka tercekat tepat di kerongkongannya, pria itu mendekatkan tubuhnya ke kursi, mengikatkan kain di mulutnya, seketika Ruruka tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya.

Season's TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang