MV Neptunus, Laut Kreta, 2017..
"Hooaacchhiiiii...!!!!" Seorang lelaki berkacamata, dengan jaket parasut tebal, sedang duduk santai di geladak utama kapal, menikmati angin laut, dan pemandangan di langit malam. Udara yang makin dingin membuatnya bersin beberapa kali,"ini Roy, kopimu. Dengan krim yang banyak."
Seorang lelaki dengan 2 gelas kopi menyapanya.
"Aah..tepat waktu, trims Roberto. Bagaimana keadaan di dalam?"
"Seperti suasana jam 11 malam pada umumnya, Roy. Sepi, dan tentu saja dengkuran Dough yang membahana, hahaha.." Sahut Roberto."Omong-omong, Roberto.
Lusa, setiba di pelabuhan, kita akan berpisah, pulang ke negara masing-masing. Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?"
"Kembali ke rutinitas? Back to real life,man! Hahaha.."
"Haha.. Tapi Roberto, real life? hidup yang sebenarnya adalah apa yang kita saksikan dan alami dalam 6 bulan ini di Libya. Anak-anak korban perang, kurang gizi, pengungsi, ada yang berhasil kita tolong, ada yang bahkan meregang nyawa di depan mata kita. Menurutku, rutinitas kita yang membosankan di tempat asal kita jauh lebih 'surga' dibanding itu semua, bukan begitu?"
"Yeah Roy, kau benar. Kita jauh lebih beruntung. Bahkan kita hanya ditugaskan ke Libya yang hanya terjadi beberapa perang saudara setelah reformasi besar-besaran, bayangkan bagaimana suasana di Palestina atau Suriah, kau tahu? Kita benar-benar beruntung."Roy Dipta, pemuda asal Bandung, Indonesia, adalah seorang sukarelawan UNICEF, yang bertugas 6 bulan di Tripoli, Libya. Di Indonesia, dia adalah seorang dosen muda Patofisiologi Manusia, tepatnya mengajar di program studi Ahli Gizi. Ia mendaftar sebagai sukarelawan untuk UNICEF sekitar 2 tahun yang lalu, dan tahun lalu, UNICEF memanggilnya untuk pelatihan selama beberapa bulan, dan dia ditempatkan di tim relawan Libya, bersama Roberto Spinelli, pria asal Genoa, Italia, seorang linguistik yang kini menjadi sahabatnya, beserta 26 orang lainnya, dari berbagai penjuru dunia. Sebenarnya, ada 5 orang yang dikirim dari Indonesia, namun mereka dipencar di berbagai kota dengan tim yang berbeda. Enam bulan yang menguras energi, waktu, pikiran, bahkan perasaan. Tak jarang Roy menangis di malam hari, menumpahkan segala isi hati dan kepalanya, mengingat betapa mengerikannya penderitaan anak-anak di sana, ditambah keletihan dan kerinduan kepada keluarga di Bandung membuatnya nyaris gila beberapa saat. Rasa marah, rindu, muak, emosi, sedih menjadi satu.
Dan tugasnya di Libya, berakhir kemarin. Setelah perpisahan mengharukan dengan warga dan pasukan tentara beserta relawan yang masih menetap di Tripoli, dia dan timnya menumpang kapal dagang asal Italia, MV Neptunus, perjalanan dari Port Of Benghazi di Libya menuju Port Of Piraeus di Yunani, melawati 2 lautan ; Laut Mediterrania dan Laut Kreta, memakan waktu 3 hari.
Seperti malam ini, Roy dan Roberto menghabiskan malam-malam terakhir tim mereka dengan begadang, saling bercerita tentang negara masing-masing. Lusa, tim dengan nama Grizzly (dinamakan sesuai dengan ketua tim, Dokter Dough, pria Amerika yang bertubuh besar, dan Dough tidak tahu apa-apa tentang arti nama timnya!) akan dibubarkan di Piraeus, melapor ke Kedutaan lalu pulang ke negara masing-masing."Kau tahu, Roy? Ada sesuatu yang lucu dari kapal dan lautan ini" Roberto membuyarkan lamunan Roy tentang rendang dan tempe goreng masakan ibunya.
"Ada apa dengan kapal dan lautan?"
"Kapal ini bernama Neptunus, Dewa Laut dalam mitologi romawi, dan sekarang kita ada di Laut Kreta, wilayah Yunani, yang mempercayai Poseidon adalah Dewa Laut mereka. Ini artinya, malam ini Neptunus sedang mengunjungi rumah Poseidon..! Apakah mereka akan bertengkar? hahahahaaa.."
Tawa mereka pun memecah kesunyian dan dinginnya malam. Tepat jam 2 malam, kopi, cemilan, dan rokok mereka habis. Toko-toko sudah tutup, mereka berdua memutuskan masuk ke dalam kabin mereka untuk tidur.Tepat saat akan bangkit dari duduknya, Roy melihat cahaya hijau berpendar di kejauhan, di sisi kiri kapal, cukup terang, namun hanya sesaat. Seperti sebuah bola hijau yang jatuh secara vertikal, lalu berpendar seperti kembang api kehijauan tepat ketika menyentuh permukaan laut.
"Eeeh Roberto, kau melihatnya?"
"Apa itu Roy? kau melihat sesuatu di sana?" Roberto ikut melongokkan kepala ke arah tatapan Roy.
"Apakah sedang ada hari besar di Yunani saat ini? Karena aku baru saja melihat sebuah kembang api, kembang api yang cukup besar."
"Aku tidak tahu, Roy. Yang jelas aku tidak melihatnya karena tadi aku sedang melihat ke arah belakang kita. Mungkin, ada yang sedang mengadakan pesta di sana. Ulang tahun, mungkin?"
"Di tengah laut? Aku bahkan tidak melihat lampu kapal di sana, Roberto."
"Yacht, mungkin? ah sudahlah Roy, kau sepertinya terlalu lelah. Jangan sampai kau takut ada monster atau hantu laut di sekitar kita. Ayolah.."
"Kau duluan saja, Roberto. Aku mau menghabiskan rokokku yang sisa sebatang." Jawab Roy sambil berdiri di tepi kiri geladak, sambil memicingkan mata, mencoba melihat sesuatu di kegelapan sana.
"Oke, jangan terlalu lama, kawan. Kau bisa membeku di sana." Roberto pun masuk duluan menuju kabinnya."Ah baiklah, mungkin Roberto benar. Aku salah lihat."
Sambil menyesap asap rokoknya, Roy meraih ponselnya, melihat beranda media sosialnya, dipenuhi oleh foto teman-teman lamanya, mereka sepertinya habis ber-reuni, lalu ada status teman-teman kerjanya, ada yang mengiriminya pesan dan mengucapkan selamat karena tugasnya selesai, lalu ada status mantan kekasihnya, yang sebenarnya ingin dia hapus dari pertemanan media sosialnya tapi dia sungkan melakukannya,
sepertinya kurang sopan.
Bagaimanapun, Roy merindukan itu semua.Sambil menghembuskan asap terakhir rokoknya, dan melempar puntungnya ke lantai "Sebentar lagi aku pulang.Bandung,i'm coming home.."
Sementara itu, di Ogygia.....
Calypso sedang menyiram bunga-bunga di tamannya. Dengan kepang rambut yang ia lampirkan di pundak kirinya, baju tunik putih selutut khas Yunani kuno, sandal tali berwarna kuning, ia tampak cantik...seperti biasa.
Baru saja dia mulai bernyanyi dan memanggil burung-burung untuk mengiringinya, tiba-tiba sebuah bola bersinar hijau jatuh di pantai, mengagetkan Calypso dan burung-burung yang langsung tercerai berai dari kumpulannya.
"Tamu? dari langit? seorang dewa kah? Hermes tidak mungkin seberisik ini, Hephaestus? Juga tidak mendarat sekasar ini." Sambil mengendap-endap, Calypso ditemani duo Nereid cantik yang membawa senjata (pisau dapur dan garpu kayu, siapa yang butuh senjata di Ogygia?) perlahan mendekati tempat jatuhnya bola hijau tersebut, yang kini berlubang dan berasap seperti baru saja dihantam meteor."Siapapun, atau apapun, bicaralah..! Kalau kau terluka, aku akan mengobati, bicaralah..!"
Tepat disaat Calypso memerintahkan duo Nereid memeriksa, sesosok wanita muda melompat dari dasar lubang,
"aku baik-baik saja,Calypso." jawabnya sambil tersenyum. Wanita ini, tampangnya seusia Calypso, rambutnya hijau, dengan potongan ala cewek punk, cepak di bagian samping dan belakang, lalu ditutupi oleh poni panjangnya yang dilampirkan ke salah satu sisi (tentu saja Calypso tidak tahu apa itu punk), dengan tank top hijau seksi, jaket jins belel kekecilan dan celana spandeks hitam ketat, sepatu bot hitam bertali hijau, serta tongkat berujung kristal hijau yang memancarkan cahaya. Calypso seperti melihat alien.
"Siapa kau?"
Tangannya mengepal siap siaga, sambil mengingat kapan terakhir kali ia menggunakan kemampuan bertarungnya."Hai Calypso, kalau kau sudah memakan kertas, itu adalah suratku. Aku Elpis, Dewi Harapan. Aku datang untuk memberikanmu harapan, bahwa kau bisa keluar dari pulau ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/104399591-288-k922790.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Calypso
FantasyKisah sang dewi melepaskan diri dari kutukan dewa dewi Olympia dan petualangannya di dunia fana.