TR*3

20.2K 3.3K 168
                                    

~PRILLYTA~

"Terima Kasih, Mas!"

Aku mengucapkan terima kasih dan dibalas lambaian Restu sebelum berlalu dengan mobilnya. Restu rekan kerja dikantorku. Sebagai Manager Operational dan Sekretaris kami memang sering bekerja sama dalam urusan kantorku yang bergerak dalam bidang pembiayaan.
Jangan pikir tadi kami sedang menyelesaikan tugas kantor, bukan juga urusan pribadi. Hari ini, saat kami tidak dijejali dengan tugas kantor karna libur, aku diundang dinner dirumahnya. Meskipun aku wanita yang sedang tak terikat tetapi bukan bagianku mengganggu rumah tangga oranglain.

"Nanti main lagi Ly, seneng ngobrol sama kamu nyambung..." sebelum aku pulang diantar suaminya, Nilam istri Restu berpesan.

Menurutku istri Restu sangat baik. Meski terkadang Restu keceplosan menceritakan istrinya yang terkadang selalu cemburu buta bila dia sedang bekerja terutama denganku. Restu juga pernah bercerita istrinya tidak pernah menyiapkan sarapan bahkan secangkir teh hangat dipagi hari karna dia juga sibuk dengan tugasnya sebagai PNS dikantor walikota. Yang mengerjakan semuanya pembantu. Restu dilayani pembantu padahal ia ingin dilayani istrinya sendiri.

Aku tak pernah terlalu tenggelam dengan curhatnya. Karna aku merasa akupun sama sibuknya dengan istri Restu. Pernah mendengar cerita bagaimana curhat merupakan awal sebuah perselingkuhan. Padahal setiap manusia tempatnya segala kekurangan jadi tak perlu merasa kekurangan pasangan adalah hal yang harus dibesarkan. Kamu mencintainya, maka kamu harus menerima kelebihan dan kekurangannya. Prinsipku seperti itu.

Dari dulu saat masih terikat menjadi istri, aku jadi takut sendiri bila ada seorang pria menjelekkan istrinya didepanku. Takut kalau suamiku juga akan berbuat hal yang sama diluar sana. Menjelekkan aku didepan wanita lain. Dan mereka akan menjadi dekat karnanya. Aku takut sekali. Hingga tak membuat nyaman diriku sendiri bahkan mantan suamiku yang masih menjadi suamiku saat itu.

"Kenapa sih apa-apa curiga, apa-apa cemburu? Kalau kamu nggak percaya sama aku, kamu sama aja doain aku seperti pikiran kamu itu..."

Aku menarik napasku saat memasuki rumah. Kenapa jadi teringat ucapan dengan nada protesnya itu? Ditengah rumah yang sepi ucapannya seperti bergema saja ditelingaku.

Aku duduk di Sofa ruang tamu, melepas sepatu bertali dengan hak sekitar 9cm itu. Aku memijit kakiku. Pegal. Kalau ada Qie, anak itu akan datang dan memijit kakiku.

"Umi capek? Disini sakit?"

Setelahnya dia akan minta ponselku untuk dimainkan. Qie sangat lucu. Dan seketika aku merindukannya. Merindukan saat dia mengisi sepiku dirumah ini. Rumah yang harusnya menjadi rumah masa depan kami. Berempat.

"Nanti kalau kita sudah punya uang lebih, kita lengkapi rumah kita dengan barang-barang mewah..."

"Tak harus mewah tapi kita berada berempat didalamnya...."

"Tapi kita harus punya tujuan hidup kedepan, memiliki segalanya, aku akan berusaha, demi kamu, demi anak-anak kita..."

Kembali teringat saat dimana kami hanya memiliki harapan dan tak memiliki apa-apa. Seandainya waktu dapat diputar. Dirilis ulang. Aku ingin kembali saja dimasa itu. Dimana ternyata lebih baik tidak punya duit daripada tidak punya hati. Tetapi apakah waktu bisa dirilis ulang seperti lagu? Lagu lama bisa dirilis ulang menjadi lebih baik sedangkan waktu apakah bisa?

Aku meraih ponselku didalam tas kecil yang aku bawa. Menyentuh layarnya mencari nomor telpon Bie. Aku juga merindukannya. Bagaimana tidak? Sejak dia ikut bersama abinya kami jarang bertemu. Dia disibukkan dengan sekolah dan les-les yang didaftarkan abinya agar ia punya kegiatan hingga hari-harinya tak sepi. Sementara aku bekerja dan bekerja karna sejak belum dinikahi mantan suamiku, aku sudah terbiasa bekerja.

Time ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang