TR*9

19.5K 3.2K 145
                                    

~PRILLYTA~

'Ngapain sih itu istri orang datang kesini? Modus aja mau berbela sungkawa...'

Rutukanku hanya dalam hati. Ya, cuma dalam hati. Aku berusaha berwajah datar tetapi tak sesuai dengan hatiku yang sedang bergelombang.

"Dia tadi telpon, cerita soal..."

'Soal urusan rumah tangganya yang sebenarnya bukan urusanmu?' Aku menyela dalam hati. Kalau saja masih suamiku, sudah aku cerca dia habis-habisan. Tapi sayang, dia bukan suamiku lagi. Urusan wanita itupun mungkin bisa jadi sebenarnya adalah  urusannya. Dia yang suruh barangkali. Kan dia duda, kalau wanita itu jadi janda kan sama single tanpa ikatan lalu bisa saja keduanya me...

Uhgggg. Aku tak ingin melanjutkan pikiran burukku. Aku benci pikiran yang membuat aku menjadi kesal. Aku menutup wajahku dengan bantal. Sementara dia disebelahku dikunci Bie dan Qie dan tidak bisa bergerak dari tempat tidur. Aku juga terpaksa nih disini didekat mereka didalam kamar, diseret Bie tadi ketika masih didapur setelah Qie menyeret abinya.

"Umii, jangan lupa umi baca ayat kursi biar kunti pada kabur...."

Aku tersenyum kecut. Kunti? Siapa kunti? Apa wanita yang diluar sana dan tak pulang-pulang juga itu? Hmm, Bie ini cemburuan banget. Mirip denganku mungkin. Ah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

"Kalau nggak mempan juga kursinya aja yang dilemparin ya kak!" tambah Qie.

Haduh, lebih-lebih lagi nih sikecil. Mau melempari orang dengan kursi.

"Kenapa sih ini? Nggak suka sama tante Ley?" Nada tanya abinya sedikit terdengar ditekan.

"Stop bi, stop.....jangan sebut-sebut lagi namanya, najonggg iyuhhhh......" Bie berkata dengan nada tak respect.

"Husss, nggak ada yang ngajarin bully orang ya!" suaranya mulai lebih menekan lagi.

"Kenapa? Abi nggak suka?" Bie balik bertanya cukup menantang.

Terasa ranjang bergerak. Aku mengintip dari balik bantal dia  bergerak bangun menyisihkan anak-anak yang tadi memeluknya tanpa perlawanan.

"Kenapa sih nggak bisa banget abi tu bergaul sama yang lain? Pingin lihat abi jadi stress dirumah? Nyia-nyiain hidup abi gitu, hah??"

Suaranya keras sampai Bie tertunduk dipandangnya tajam dan Qie bergidik mengangkat bahunya dengan wajah pias. Takut.

Aku melempar bantal dan bangun dari berbaringku. Sumpah ya, aku nggak suka mendengar dan melihatnya. Apa maksudnya bicara seperti itu? Nyindir aku gitu? Yang dulu selalu saja menghalangi acara nongkrong-nongkrongnya dia yang dia sebut bergaul itu? Ternyata nggak berubah-berubah. Menyebalkan.

"Kemana mi?" Bie bertanya melihat aku duduk ditepi tempat tidur dan memasang sandal dibawah tempat tidur.

"Umi mau pulang!"

Hening seketika. Tiba-tiba anak-anak sudah menggelayutiku dari belakang. Meninggalkan abinya yang tadi mereka peluk supaya tidak bisa bergerak kemana-mana lagi dan melepaskan ketika dia berusaha lepas.

"Bie sayang sama umi, kalau abi mau gaul sama yang lain Bie sudah nggak peduli, Bie ikut umi saja!"

Aku merasa ikut sedih mendengar ucapan Bie dengan suaranya yang bergetar. Sudah pasti dia merasa sedih karna oranglain dia dibentak abinya sendiri. Bie jadi terlalu sensitif sekarang. Aku bertambah sedih begitu adiknya ikut menyahut.

"Qie juga!"

Hening lagi. Bahkan aku rasakan hangat dibahuku. Bie menangis.

Tok.tok.tok!

Time ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang